Menyamar Jadi Polisi, Pria di Kanada Tembaki Warga, 13 Tewas Termasuk Polwan

penembakan2
penembakan2 (Foto : )
Seorang pria yang menyamar jadi polisi  tembaki warga di Nova Scotia, Kanada, Lebih dari 13 orang tewas, termasuk seorang polwan atau polisi wanita.
Penembakan massal terjadi selama 12 jam, sejak Sabtu malam waktu setempat hingga Minggu (19/4/2020).Menurut sejumlah warga, penembakan terjadi saat polisi menyerukan semua orang tetap berada di dalam rumah saat pandemi corona pada Sabtu malam. Tak berapa lama kemudian terlihat seorang pria melepaskan tiga tembakan.Royal Canadian Mounted Police (RCMP) menyebut, pelaku bernama Gabriel Wortman (51). Ia beraksi dengan berpakaian seperti anggota RCMP dan membuat mobilnya mirip dengan mobil polisi.Pria itu kemudian menembaki warga di berbagai lokasi. Tercatat, sedikitnya 13 orang tewas dalam kejadian ini, termasuk seorang polwan. Namun, polisi masih menghitung jumlah pastinya.Belakangan diketahui, Wortman  akhirnya  tewas dalam kejadian tersebut. Namun tidak disebutkan, apakah ia tewas ditembak atau bunuh diri.  Belum diketahui juga apa motifnya melakukan penembakan massal.Namun berdasarkan situs komunitas dokter gigi di Nova Scotia, Wortman membuka klinik gigi di Dartmouth, dekat dengan Halifax.[caption id="attachment_310266" align="alignnone" width="307"]
Pelaku bernama Gabriel Wortman, yang buka klinik gigi di Nova Scotia. (Foto: RCMP)[/caption]"Hari ini adalah hari yang menghancurkan bagi Nova Scotia, dan itu akan tetap terukir di benak selama bertahun-tahun yang akan datang," kata Lee Bergerman, seorang komandan RCMP di Nova Scotia.Sementara Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menyebut kejadian ini sebagai situasi yang mengerikan.Penembakan massal ini merupakan yang terburuk dalam 31 tahun terakhir di Kanada. Pada Desember 1989 pernah terjadi penembakan massal terhadap 15 perempuan di Montreal Kanada.Pada April 2018 juga pernah terjadi penembakan massal di Toronto, dengan korban tewas sebanyak 10 orang.Penembakan massal adalah hal yang jarang terjadi di Kanada karena aturan penggunaan senjata api yang lebih ketat dibanding Amerika Serikat. Reuters, CNN