Survei Jokowi Tembus 80,2 Persen, Kinerja Bagus Kok Dimakzulkan? Takut Kalah?

Survei Jokowi Tembus 80,2 Persen, Kinerja Bagus Kok Dimakzulkan? Takut Kalah?
Survei Jokowi Tembus 80,2 Persen, Kinerja Bagus Kok Dimakzulkan? Takut Kalah? (Foto : Instagram)

Antv – Berdasarkan survei pendapat yang dilakukan oleh Jakarta Research Center (JRC), 10,6% peserta menyatakan sangat puas dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), sementara 80,2 persen responden menyatakan bahwa mereka sangat senang.

Tingkat persetujuan terhadap Jokowi hanya sebesar 17,2% di kalangan responden, dan 3,0% menyatakan ketidakpuasan total. 2,6% responden menyatakan mereka tidak yakin atau tidak menjawab.

“Tingginya approval rating terhadap Presiden Jokowi yang mencapai 80,2 persen menunjukkan bahwa keberpihakan Jokowi menjadi faktor penentu terhadap kemenangan pasangan capres-cawapres pada Pemilu 2024,” kata Direktur Komunikasi JRC Alfian P dalam keterangan tertulis pada Selasa, 9 Januari 2024.

Tingginya tingkat kepuasan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat menginginkan kepemimpinan berikutnya, siapa pun pengganti Jokowi, tetap meneruskan kebijakannya. Hal ini menunjukkan bahwa tim calon presiden dan wakil presiden yang berwawasan berkelanjutan mempunyai peluang yang baik untuk memenangkan mayoritas pemilih.

Alfian mengklaim, jika membandingkan kuatnya elektabilitas Prabowo-Gibran dengan dua capres-cawapres lainnya, maka unsur keberpihakan pada Jokowi terbukti signifikan.

“Bahkan sangat besar peluangnya untuk Prabowo-Gibran bisa memenangkan Pilpres dalam satu putaran,” kata Alfian.

Sikap Prabowo-Gibran yang tegas mendukung wacana keberlanjutan menjadi sorotan dalam sesi debat KPU antara wakil presiden dan presiden.
Isu Pemakzulan Karena Takut Kalah

Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Hasan Nasbi menggarisbawahi munculnya kampanye pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ia mengatakan, rasa frustasi masyarakat yang mengetahui dirinya akan kalah dalam pemilu presiden 2024 namun tidak mampu berpikir rasional itulah yang menjadi pemicu terjadinya gerakan pemakzulan.

"Gerakan pemakzulan ini sebenarnya sepaket dengan Gerakan dalam rangka mendelegitimasi Pemilu 2024. Ini sebenarnya sederhana saja. Orang-orang yang sudah frustasi, diambang kekalahan, sudah buntu, dan sudah enggak tahu lagi mau ngapain, biasanya sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang ekstrem," kata Hasan dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 13 Januari 2024.

Hasan mengatakan, upaya pemakzulan yang dilakukan Jokowi membuktikan kesadaran partai yang kalah bahwa prospeknya untuk memenangkan pemilu 2024 sangat kecil.

"Meskipun mereka tiap sebentar menyatakan enggak percaya sama hasil survei yang saat ini beredar, tapi jauh di dalam lubuk hati mereka tahu persis keadaan yang sebenarnya tidak berbeda jauh dari hasil-hasil survei itu. Artinya peluang menang mereka, mau itu satu atau dua putaran, sangat kecil," kata Hasan.

Diakui Hasan, gerakan ini tidak mengagetkan dirinya. Debut gerakan ini diharapkan terjadi pada akhir Desember 2023, menurut pencipta Cyrus Network.

Tingkat kepuasan yang tinggi terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo, seperti yang terlihat dalam survei Jakarta Research Center, menegaskan bahwa kepemimpinan Jokowi telah berhasil memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat Indonesia.

Dengan 80,2% responden menyatakan kepuasan, ini menandakan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil selama masa pemerintahannya telah beresonansi positif di kalangan warga.

Fenomena ini juga mengindikasikan bahwa masyarakat menginginkan kontinuitas dalam kepemimpinan yang akan datang, dengan harapan bahwa suksesi kepemimpinan akan mempertahankan dan memperkuat arah yang telah ditetapkan oleh Jokowi.

Dalam konteks pemilihan presiden yang akan datang, kesinambungan kebijakan ini menjadi aset penting bagi calon-calon yang ingin memenangkan hati pemilih.

Di sisi lain, munculnya isu pemakzulan terhadap Jokowi dari pihak-pihak tertentu tampaknya merupakan reaksi dari ketidakpuasan dan kefrustasian politik tertentu, yang dapat dilihat sebagai upaya ekstrem dalam menghadapi kekalahan yang dianggap tak terelakkan.

Namun, upaya pemakzulan tersebut lebih mencerminkan keputusasaan daripada realitas politik yang sebenarnya, menyoroti pentingnya mempertahankan pemahaman yang rasional dan matang dalam menghadapi dinamika politik yang berkembang.