Transisi Energi di Indonesia, Dua Sumber Energi Ini Dapat Jadi Pilihan Menjanjikan

anjungan-tambang-minyak-di-tengah-laut
anjungan-tambang-minyak-di-tengah-laut (Foto : )
Grafik: Aspermigas[/caption]Dikatakan, teknologi nuklir generasi keempat ini hampir tidak ada risiko
meltdown atau meleleh. Ini yang membuatnya berbeda dengan teknologi nuklir konvensional sebelumnya.Moshe menegaskan Indonesia sudah memiliki kemampuan untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir. Bahkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) di negeri ini sudah lebih maju dibandingkan negara ASEAN lainnya.Soal penolakan sebagian kalangan tentang pembangunan PLTN, Moshe menyebutnya seperti persepsi naik pesawat terbang."Penolakan itu terkait persepsi. Sama saja kayak naik pesawat. Naik pesawat lebih berbahaya dari mobil. padahal dari rate kecelakaan di mobil jauh lebih tinggi dari pasawat," katanya.Padahal jika radioaktif dari tenaga nuklir ditangani secara seksama dan sesuai aturan, seharusnya tidak ada masalah.Moshe juga membandingkan dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang merupakan energi terbarukan dan ramah lingkungan.Menurutnya,  PLTS  menggunakan baterai sebagai media penyimpan energi. Sementara baterai memiliki masa usia pakai yang harus diganti secara berkala.Sementara baterai bekas akan menimbulkan masalah baru karena merupakan limbah beracun yang juga harus ditangani secara hati-hati."Seperti solar pv, itu ada baterai yang harus di- replace