Ratu Kidul Ingin Jadi Manusia, Mistisme Spiritual Diponegoro

Ratu Kidul Ingin Jadi Manusia, Mistisme Spiritual Diponegoro
Ratu Kidul Ingin Jadi Manusia, Mistisme Spiritual Diponegoro (Foto : )

Ratu Kidul kembali menemui Diponegoro setelah lebih dari 20 tahun kemudian. Saat itu Perang Jawa sedang sengit-sengitnya. Diponegoro dan pengikutnya sedang berkemah di Kamal, tepi salah satu cabang Kali Progo, kira-kira pada pertengahan Juli 1826. Dalam satu sesi meditasi, Ratu Kidul bertemu Diponegoro.

Sang ratu berjanji melenyapkan Belanda asalkan sang pangeran meminta kepada Allah supaya Ratu Kidul bisa menjadi manusia lagi. Permohonan itu ditolak Diponegoro. Bukan karena tidak mau Ratu Kidul menjadi manusia namun karena pertolongan kemenangan perjuangannya datang dari Allah semata. Mistisme Ratu Kidul memang telah ada sejak kemunculan Mataram Islam.

Pengaruhnya menjadi sangat besar bagi legitimasi pemegang kekuasaan Mataram Islam. Jika ratu dunia spiritual Jawa, Ratu Kidul, mampu ditaklukkan maka ini menjadi penegas bahwa Diponegoro mumpuni olah batin maupun fisik/pikiran selama Perang Jawa.

Diponegoro adalah penganut agama impor, Islam tarikat Shattariyah. Namun tradisi Jawa tetap lekat dijalaninya. Dianggap terlalu Kejawen. Akibatnya Kiai Mojo dan barisan panglima-ulama lainnya hengkang dari laskar Diponegoro.

Jatuhnya Perjuangan Diponegoro

Ada ramalan ketika Pangeran Diponegoro lahir … sira srananipun, mapan iku tan dawa … artinya engkaulah sarananya, meskipun hal itu tak akan lama. Maknanya bahwa melalui dialah perlawanan terhadap Belanda akan berlangsung, meskipun tak akan bertahan lama. Benar adanya.

Perang Jawa berlangsung lima tahun (1825–1830). Perang ini menyebabkan 7.000 prajurit pribumi dan 200.000 orang Jawa tewas. Dipihak Belanda sebanyak 8.000 serdadu tewas. Sepertiga dari seluruh Jawa terpapar kerusakan perang dan seperempat dari seluruh lahan pertanian rusak.