Ngeri! Ada Puluhan Ha Tanah Bermasalah di Serpong

Kasi Pemerintahan Lengkong
Kasi Pemerintahan Lengkong (Foto : )
Seperempat luas tanah di kelurahan Lengkong Gudang Timur, Serpong Tangerang Selatan, Banten bermasalah. Sebanyak 80 ha tanah tersebut tumpang tindih kepemilikannya.Kepala Seksi pemerintahan kelurahan Lengkong Gudang Timur Andi Suhandi mengungkapkan,  dari 80 hektar lahan bermasalah, pihak kelurahan baru menyelesaikan 32 hektar kasus tanah tersebut dengan cara musyawarah antara warga dengan pengembang. Sementara 50 ha sisanya saat ini masih menggantung.Kenapa pihak keluarahan Lengkong Gudang Timur jadi ketiban pulung? Musababnya, antara lain, kelurahan ini merupakan hasil pemekaran desa Lengkong Gudang Serpong, Tangsel Banten. Jadi, banyak berkas-berkas surat tanah warga yang tak tersimpan rapi setelah desa tersebut dimekarkan menjadi dua kelurahan sementara banyak proses jual beli lahan  terjadi pada sekitar wal tahun 1990-an saat masih berstatus desa.Andi mengaku banyak kendala yang dihadapi pihak kelurahan dalam menyelesaikan sengkarut tanah di Lengkong Gudang Timur. Kesulitan utama adalah tanggapan negatif dari pengembang saat diminta bukti-bukti pembelian tanah warga oleh pihak kelurahan.  Padahal, selaku aparat kelurahan ,dia berkepentingan untuk mengetahui asal mula jual beli dari pengembang. Hal ini , lanjut Andi, penting untuk menjelaskan  kepada warga yang merasa tidak pernah menjualnya dan ingin membuat sejumlah surat yang berkaitan dengan tanah girik mereka kepada kelurahan tetapi tanah mereka berada dalam area pengembang.Namun bukannya menjelaskan dari mana  membeli tanah girik warga tetapi justru pengembang mengintimidasi kelurahan agar tidak mengeluarkan surat apapun kepada warga terkait tanah yang berada di kawasan pengembang.“ BSD mengirimkan surat melalui kuasa hukumnya, bahwa Lurah Jangan menandatangani jenis surat apapun yang di atas tanah kepemilikan BSD, itu kan bentuk intimidasi, penekanan.”ungkapnya kesalPutra asli Lengkong Gudang ini menjelaskan, pihak kelurahan  sudah bekerja sudah sangat hati-hati. “Kita tidak langsung membubuhkan tandatangan , stempel  dalam surat yang dibutuhkan warga. Jadi developer jangan mengajari  kami” ujarnya.Andi berharap pihak pengembang  bisa memberikan bukti-bukti kepemilikan tanah mereka jika ingin menyelesaikan sengkarut tanah di Lengkong Gudang Timur. “Tanah yang mana-mana saja beli dari siapa,dasar pembeliannya ,status tanahnya. Jadi kami juga tidak sembarangan memberikan surat.  Jadi ketika kami meneruskan laporan warga, bertanya lisan mau ngajak musyawarah mufakat pihak developer bilang, apa-apa bahasanya, sudah gugat saja ke pengadilan”ungkapnyaAndi sudah meminta peta besarnya BSD dan meminta lampiran bukti-bukti kepemilikan jika pernah belanja tanah di Lengkong Gudang Timur. Namun hingga kini belum diberikan. Di sisi lain, kalau tidak ditangapi laporan warga, kami bisa ditegur ombudsman.Andi mencontohkan satu kasus,  sekitar tahun 1993 pengembang merasa sudah membeli dari ahli waris. Padahal belum jelas  ahli warisnya ,keterangan waris, fakta warisnya tetapi  kepala desa saya dijadikan saksi pelepasan hak.“ Setelah saya konfirmasi,  tahun 1996 ada karyawan BSD  yang meminta  kepala kepala desa saat itu menjadi saksi  SPH , karena permasalahan antara Kim Tin dan Rusli , katanya sudah selesai ,Itu kan pembohongan juga. Jangan sampai kejadian sekarang lurah kami  dibohongi juga!” ujarnyaKarena itu, Andi meminta pihak developer  yang ada di Lengkong Gudang Timur untuk mengirimkan saja bukti-buti kepemilikan yang diminta kelurahan. “ Kami agak berat buka-buka berkas, apakah SPH didapat dari girik atau AJB, jadi kami tidak salah langka. Nanti jika ada permohonan waris, kami diangap  (sengaja berbuat salah) tau-tau laporin lurah kami. Siapa yang dulu bermain, kita yang jadi seolah-olah bertanggung jawab “ ujarnya.Andi mengungkapkan, sangat riskan masalah tanah di lengkong Gudang. Namun, tidak sedikit juga, warga menganggap tanah mereka belum pernah dijual tetapi ternyata sudah dijual kakek-buyutnya.Andi menambahkan,  penyebab lain banyaknya lahan bermasalah adalah karena saat proses jual beli, aparat desa tidak dilibatkan. “ Yang saya tahu, SK- SPH developer melalui langsung BPN, kita di desa gelap. Orang desa tidak dilibatkan.” Ungkapnya.Menurut Andi, kelurahan adalah anak  dari  Pemkot Tangsel, aparat yang paling depan berhadapan dengan warga jika terjadi masalah tumpang tindih kepemilikan tanah. Karena itu dia berharap,  ombudsman, BPN bukan saling menyalahkan.Nah, sengkarut kepemilikan tanah 50 ha itu baru di satu kelurahan, lantas berapa hektar di  Tangsel, Berapa di Banten dan berapa di Indonesia?