Lapor Polisi Karena Tanah Diserobot Mafia Tanah, Malah Menadah Tanah Rampasan Mafia Tanah

Lapor Polisi Karena Tanah Diserobot Mafia Tanah, Malah Menadah
Lapor Polisi Karena Tanah Diserobot Mafia Tanah, Malah Menadah (Foto : Istimewa)

Antv – Jumpa pers itu berlangsung singkat saja, karena memang tak banyak data yang bisa diungkap. Digelar pada hari Jumat (26/5), sekitar pukul 15:00 WITA, itulah kali pertama PT Inti Cakrawala Citra [ICC] buka suara, setelah tanah tempat berdirinya bangunan Indogrosir miliknya di Kilometer 18, Jalan Perintis Kemerdekaan, Makassar, Sulawesi Selatan, ditutup paksa dengan timbunan batu gunung oleh ahli waris Tjoddo.

Penutupan yang terjadi pada Senin (22/5) pagi hingga Kamis (25/5/2023) siang itu, membuat Indogrosir harus stop operasi selama empat hari.

Selama itu pula, tak ada kabar apa pun yang dirilis keluar oleh PT ICC, selaku perusahaan pemilik Indogrosir, hingga akhirnya menggelar jumpa pers pada Jumat [26/5/2023], atau sehari setelah aparat berwenang di Makassar membongkar paksa timbunan batu yang menutup lahan bangunan Indogrosir.

Dalam jumpa pers itu, tampil Inriwan Widiarja. Legal Manager PT ICC ini mengatakan, tanah di Kilometer 18, yang diklaim hak kepemilikannya oleh ahli waris Tjoddo, itu dibeli secara sah dan lunas oleh PT ICC.

“Transaksi jual beli dilakukan dengan bukti kepemilikan berupa Surat Hak Guna Bangunan [SHGB] 21970 Kelurahan Pai, atas nama ahli waris Tjonra Karaeng Tola,” tutur Inriwan.

Ia kemudian mengungkapkan pula, bahwa sebelum transaksi jual beli berlangsung, pihaknya telah melakukan pengecekan ke sejumlah instansi berwenang di Makassar, terkait sengketa kepemilikan tanah tersebut antara ahli waris Tjoddo bin Lauma dan ahli waris Tjonra Karaeng Tola.
 
“Hasil pengecekan menyatakan, bahwa bukti-bukti berupa surat rincik dan dokumen lain yang didalilkan oleh ahli waris Tjoddo tidak berkekuatan hukum, dan pemilik bidang tanah saat itu adalah ahli waris dari Tjonra Karaeng Tola,” ujar Inriwan.

Tanah itu pula yang pada 2016, menurut Inriwan, telah dialihkan kepemilikannya kepada PT ICC.

“Proses pembelian dilakukan sesuai dengan syarat dan ketentuan peralihan tanah, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,” tegas Inriwan.   

Menilik pengakuan Inriwan tadi, bisa dipastikan: bahwa SHGB 21970 Kelurahan Pai yang disebut Inriawan sebagai bukti kepemilikan dalam transaksi jual beli antara PT ICC dengan ahli waris Tjonra Karaeng Tola, adalah SHGB 21970 terbitan 13 April 2016.

SHGB ini diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar, dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar, Achmad Kadir.

Di SHGB 21970 terbitan 13 April 2016 ini pula, tertulis data:  PT ICC Berkedudukan di Jakarta Utara 21/08/2014”.

Tanggal ini dipastikan adalah tanggal berlangsungnya transaksi jual beli tanah Kilometer 18, antara PT ICC dan ahli waris Tjonra Karaeng Tola.

Tanggal itu juga bertepatan dengan terbitnya SHM 25952, dengan nama pemegang hak: Annie Gretha Warouw, yang diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar, Achmad Kadir.

Nama Annie Gretha Warouw sendiri, sebelumnya tertulis di SHM 490/1984 Bulurokeng sebagai pemegang hak atas tanah di Kilometer 20.

SHM 490/1984 Bulurokeng ini didudukkan paksa oleh seorang tokoh asal Makassar, untuk mendirikan kompleks perumahan di Kilometer 18.

Jauh sebelum pendudukan paksa itu, di tanah yang sama juga telah didudukkan paksa Surat Rintjik (Simana Boetaja) No. 157 Persil 6 D I Kohir 51 C I, atas nama Tjonra Karaeng Tola.

Sesuai Surat Tanda Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia tanggal 24 September 1960, Persil 6 D I tertulis atas nama Tjoddo, sedangkan Kohir 51 C I tertulis atas nama perempuan bernama Sia di Kilometer 17.

Kedua surat itu kemudian “dikawinkan paksa” oleh keluarga Tjonra Karaeng Tola, menjadi Surat Rintjik (Simana Boetaja) No. 157 Persil 6 D I Kohir 51 C I atas nama Tjonra Karaeng Tola.    
 
Sesuai Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Dokumen, No. Lab: 25/DTF/2001,yang diterbitkan Laboratorium Forensik Cabang Makassar pada November 2008, Surat Rintjik Nomor 157 Persil 6 D I Kohir 51 C I itu dinyatakan: “tidak sesuai dengan jenis kertas dan tinta penerbitan surat rintjik tersebut (tahun 1936).

Atas dasar bukti “palsu” tersebut, maka pada 22 November 2010, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar menjatuhkan vonis hukuman tiga bulan penjara kepada anggota keluarga Tjonra Karaeng Tola, yang salah satunya adalah M. Idrus Mattoreang, alias Karaeng Suro.

Walau vonis sudah jatuh, dan hukuman telah dijalankan, namun faktanya: Surat Rintjik Persil 6 D I Kohir 51 C I, yang sudah diputuskan palsu itu, tetap “hidup”.

Fakta ini berbeda dengan yang dialami SHM 490/1984 Bulurokeng atas nama Annie Gretha Warouw dari Kilometer 20.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Ujung Pandang Nomor 86/PDT/G.97/PN.UP, tanggal 9 Mei 1993,SHM 490/1984 atas nama Annie Gretha Warow itu resmi dibatalkan, karena terbukti digunakan di lokasi yang bukan peruntukkannya di Kilometer 18.

Pembatalan itu ditindak-lanjuti BPN RI Kantor Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dengan menarik sertifikat tersebut dari peredaran, pada 16 April 2015.

Walau nyata-nyata sudah “mati”, namun nama pemegang SHM 490 ini, yakni Annie Gretha Warouw, terbukti tetap “hidup”.

Nama itulah yang tertulis sebagai pemegang hak atas tanah seluas 29.321 meter persegi di SHM 25952, terbitan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar, tanggal 21 Agustus 2014.

Tertulis sebagai “Penunjuk” di SHM 25952 itu, adalah “Sebidang Tanah Bekas Tanah Milik Indonesia Persil Nomor 6 D1, Kohir 51 C1”. Padahal, Persil 6 D1 adalah milik Tjoddo, dan Kohir 51 C1 adalah milik Sia.

Kurang dari satu tahun setelah terbitnya SHM 25952, yakni pada 13 April 2015, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar kembali menerbitkan SHGB  21970, dengan luas tanah 29.321 meter persegi, atas nama M. Idrus Mattoreang dkk.

Penunjuk yang tertera di SHGB Nomor 21970 ini, adalah SHM Nomor 25952 [Bekas Hak Milik Nomor 490/Bulurokeng].

Dan, tepat satu tahun setelah terbitnya SHGB 21970 ini, yakni pada 13 April 2016, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Makassar kembali menerbitkan SHGB dengan nomor yang sama, yakni 21970.

SHGB 21970 terbitan 13 April 2016 inilah yang kemudian disebut Legal Manager PT ICC, Inriwan Widiarja, sebagai bukti kepemilikan dalam transaksi jual beli tanah Kilometer 18 antara PT ICC dan keluarga ahli waris Tjonra Karaeng Tola. Inriwan terkesan benar mengesampingkan bukti-bukti yuridis atas hak kepemilikan sesungguhnya atas tanah di Kilometer 18 itu. Bahwa tanah tersebut adalah milik Almarhum Tjoddo, yang lepas dari penguasaan ahli warisnya berkat pendudukan paksa Surat Rintjik Kohir 51 C I dari Kilometer 17 dan SHM 490 dari Kilometer 20.

Atas dasar itu, sangat tidak masuk akal, bila Inriwan, atas nama PT ICC, kemudian juga berniat melaporkan pihak-pihak yang menutup paksa lahan bangunan di Kilometer 18 itu kepada polisi, dengan dalih: pihak-pihak itu telah melakukan penyerobotan layaknya mafia tanah.

Sebab, sejatinya, ahli waris Tjoddo-lah yang telah jadi korban para mafia tanah, yang kemudian menjual  tanah itu kepada PT ICC. Ini berarti, PT ICC-lah yang seharusnya di-polisi-kan, karena telah menadah hasil kejahatan para mafia tanah.