Berikut Penjelasan Metode Undercover Buy Kasus Narkoba Irjen Teddy

Mantan Kepala BNN Komjen (Purn) Ahwil Loetan di sidang Irjen Teddy.
Mantan Kepala BNN Komjen (Purn) Ahwil Loetan di sidang Irjen Teddy. (Foto : Viva)

Antv –Sidang dengan terdakwa mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat hari ini, Senin 6 Maret 2023.

Agenda sidang menghadirkan saksi dari Jaksa Penuntut Umum. Sakis ahli yang hadir mantan Kepala BNN Komjen (purn) Ahwil Loetan.

Dalam kesaksiannya, Ahwil, menjelaskan kepada majelis hakim bahwa barang bukti dari kasus narkoba yang pernah terungkap, namun dalam proses penyimpanan petugas, tidak boleh digunakan sebagai objek pengungkap kasus kembali dengan metode undercover buy.

"Undercover buying atau pembelian terselubung adalah pembelian narkoba yang berkaitan dengan suatu kejahatan narkoba oleh undercover agent untuk mendapatkan narkoba sebagai barang bukti dan menangkap tersangkanya, Jika oleh pimpinan operasi dinilai sudah tepat waktunya, undercover buying dapat dilakukan berkali-kali dengan narkoba makin besar jumlahnya sampai kepada orang penting dari sindikat tersebut," ujar Ahwil di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin 6 Maret 2023.

Diwartakan Viva.co.id, Ahwil menegaskan metode undercover buying yang dilakukan penyidik narkoba dalam ke pengungkapan harus disertai dengan surat perintah. Jika metode undercover buying tanpa surat perintah, Ahwil mengatakan berarti operasi liar dan berpotensi ditangkap oleh polisi.

"Karena kalau tidak bisa terjadi tabrakan waktu dia melakukan undercover buying bisa ditangkap oleh kesatuan yang lain yang juga akan melakukan tindakan yang sama. Jadi surat perintah ini hukumnya wajib, jadi kalau tanpa surat perintah, ini berarti liar," ujarnya.

Kepada majelis hakim dan juga Jaksa Penuntut Umum, Ahwil menjelaskan barang bukti kasus narkoba hanya bisa disisihkan untuk keperluan persidangan dan pendidikan, hingga penelitian yang dilakukan oleh negara yang harus disertai dengan Berita Acara Perkara (BAP).

"Jadi barang bukti yang sudah disita itu hanya boleh disisihkan untuk keperluan sidang pengadilan dan yang kedua untuk pendidikan dan pelatihan. Maksudnya pendidikan pelatihan ini bisa pendidikan untuk petugas laboratorium, anggota-anggota atau pendidikan anjing pelacak narkotika, Namun, setiap ada kegiatan ini harus disertai dengan berita acara, berapa yang terpakai dan berapa yang dipinjam. Jadi itu semua harus jelas, semua harus tertulis, tanpa tertulis, itu sama dengan liar," ujarnya.

Majelis hakim kemudian bertanya kepada saksi soal barang bukti hasil pengungkapan, apakah tidak boleh untuk keperluan pengungkapan sebelumnya.

"Kalau demikian, barang bukti hasil penangkapan tidak boleh dibuat menjadi objek atau barang dalam rangka pembelian terselubung?,” tanya majelis Hakim kepada saksi.

"Sangat betul, Yang Mulia," jawab saksi.

Majelis Hakim kemudian bertanya soal sumber objek narkoba yang bisa digunakan sebagai sarana undercover buying.

"Terus kalau tadi diperkenankan pembelian terselubung, yang memungkinkan boleh yang menjadi objek dari mana sumbernya yang bisa dimungkinkan?,” tanya majelis Hakim.

Ahli kemudian menjawab bahwa barang bukti narkoba tidak berguna apabila digunakan menjadi objek undercover buying.

"Namanya saja undercover buy, jadi kita membeli pakai uang, bukan membeli pakai barang. Jadi kalau misalnya ini terjadi, barang bukti ini sampai ke orang lain, terus ditangkap, barang bukti yang ditangkap adalah barang milik kita. Jadi berarti tidak ada gunanya buat penyidik," ujarnya.

Dalam sidang sebelumnya di bacaan dakwaan JPU, Teddy Minahasa menugaskan AKBP Dody mengambil sabu barang bukti hasil pengungkapan, kemudian diminta untuk ditukar dengan tawas.

AKBP Dody Prawiranegara sempat menolak permintaan Teddy untuk menukar sabu tersebut dengan tawas. Namun karena Teddy yang merupakan Kapolda Sumatera Barat, Dody akhirnya mengiyakan.

AKBP Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda, yang selanjutnya Linda berikan kepada Kompol Kasranto, untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba kampung Bahari yang bernama Alex Bonpis.

Dalam kasus ini, ada 11 orang yang sudah berstatus terdakwa dan dan menjalani persidangan yakni Teddy Minahasa Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pudjiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.

Para terdakwa yang terlibat melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.