Tahukah Anda? … Tidak, Saya Bandeng! Saya Wingko! Saya Lunpia!

Tahukah Anda? … Tidak, Saya Bandeng! Saya Wingko! Saya Lunpia!
Tahukah Anda? … Tidak, Saya Bandeng! Saya Wingko! Saya Lunpia! (Foto : )
Wingko Babad Cap Kereta Api adalah pionir wingko di Semarang yang telah ada sejak tahun 1946. Foto: Teguh Joko Sutrisno | ANTV[/caption]Kisahnya menarik, begini …Wingko Babat pertama kali dibawa ke Semarang oleh seorang perempuan asal Babat, Lamongan, Jawa Timur bernama Loe Lan Hwa. Saat itu dia bersama suaminya, The Ek Tjong (D Mulyono) dan kedua anaknya mengungsi dari Babat ke Semarang pada 1944. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II berdampak kerusuhan di Lamongan saat itu.Loe Lan Hwa atau nyonya D Mulyono kemudian mengais rejeki dengan menjajakan wingko buatannya di Stasiun Tawang yang pada waktu itu menjadi satu-satunya pusat oleh-oleh di Semarang.Semakin hari, wingko babad bikinan Loe Lan Hwa banyak memiliki penggemar hingga diberikan merk sendiri: Kereta Api.

Merk atau cap Kereta Api didapat dari gambar sampul Buku Saran yang disediakan PT Kereta Api Indonesia di kereta makan atau ruang restorasi.

Ukuran wingko babad Semarang sendiri berbeda dengan wingko babad di daerah asalnya yaitu Babat, Lamongan, Jawa Timur. Wingko babad Semarangan ukurannya lebih kecil agar bisa sekali makan. Lunpia, Ada Kisah Cinta Kuliner Semarangan juga ada Lunpia . Makanan semacam rollade yang berisi rebung, telur, daging ayam, atau udang.Lumpia hadir pertama kali pada abad ke 19 dan merupakan salah satu contoh perpaduan budaya asli Tiong Hoa – Jawa yang serasi dalam cita rasa. Makanan ini mulai dijajakan dan dikenal di Semarang ketika pesta olahraga GANEFO diselenggarakan pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pada 1963.