Mahasiswa BEM UI Dukung Kenaikan Iuran BPJS

BPJS
BPJS (Foto : )
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan perwujudan dan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.JKN juga merupakan satu dari Iima program asuransi sosial yang keberadaanya diatur oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).Program JKN telah berhasil tidak hanya dalam memperluas cakupan kepesertaan, tetapi juga memperbaiki akses peserta terhadap pelayanan kesehatan, mengurangi ketimpangan penduduk dalam mengakses pelayanan kesehatan di Indonesia, mencegah pemiskinan baru akibat risiko belanja kesehatan katastropik, serta menggerakkan perekonomian Indonesia.JKN juga berhasil mendorong pertumbuhan (dan tingkat pendapatan) fasilitas pelayanan kesehatan sebagai jejaring BPJS Kesehatan yang melayani peserta JKN.Meski sudah mengantongi sejumlah luaran positif, JKN tidak luput dari masalah. Masalah krusial yang selalu terjadi sejak 2014 adalah inkonsistensi antara tingkat pendapatan iuran dengan biaya kesehatan.Akumulasi nilai pendapatan iuran selalu Iebih rendah dari pengeluaran program. Pendapatan iuran masih kurang, walau hanya untuk mendanai biaya kesehatan saja. Padahal JKN masih membutuhkan dana operasional program. Akibatnya, JKN menderita penyakit kronis defisit.lntervensi pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) tidak bisa dielakkan. Defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) kesehatan yang bergulir sejak 2014 berimplikasi terhadap munculnya serangkaian masalah, termasuk dalam hal kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.Hal tersebut dikupas dalam seminar dan bedah buku putih karya  Komisi IX DPR RI 2014-2019 yang berjudul: "Keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional  di Kampus Universitas  Indonesia (10/9/2019).Seminar berhasil mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan kesehatan dari unsur pemerintah, asosiasi profesi, dan akademisi.Rekomendasi dari buku putih tersebut menyebutkan bahwa kenaikan premi iuran BPJS adalah sesuatu yang tak terhindarkan dan harus dilaksanakan secepatnya untuk keberlangsungan program jaminan kesehatan nasional."Rekomendasinya adalah meminta menghitung ulang iuran, dan hasilnya pemerintah akan memberlakukan kenaikan iuran pada tahun 2019 ini. Itu bukan satu-satunya solusi, sekain memperbaiki besaran iuran, diantaranya memperbaiki skema iuran pembayaran. Pemerintah pun sedang bergerak untuk memperbaiki skema pembayaran," ujar Prof. Budi Hidayat, SKM. MKes, Phd,  penulis buku dan Ahli Kesehatan, yang menjadi narasumber dalam bedah buku tersebut.Sedangkan Ahmad Ansyori, SH, Dewan Jaminan Sosial Nasional, berpendapat kenaikan iuran BPJS Kesehatan, hanya dapat menolong defisit anggaran BPJS sampai dengan tahun 2021."Kalau nanti ditingkatkan iurannya sesuai dengan yang diusul dewan DJSN, itu hanya cukup sampai 2021, selebihnya juga akan kekurangan pendanaan," ujar Ahmad Ansyori, SH.Mahasiswa yang turut hadir dalam bedah buku tersebut, As'ad dari BEM Universitas Indonesia mengungkapkan dukungannya akan wacana pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan, tanpa mengurangi manfaatnya."Naikkan saja iuran BPJS Kesehatan, jangan takut, bila bapak-bapak diserang, kerjasama saja dengan kami," ujar As'adPemerintah melalui Kementerian Keuangan menegaskan bahwa penyesuaian iuran BPJS Kesehatan pada awal 2020 merupakan opsi terakhir yang bisa dilakukan agar defisit keuangan bisa teratasi.Taksiran defisit BPJS hingga akhir tahun ini mencapai Rp32,8 triliun.Berikut daftar iuran BPJS Kesehatan yang berlaku pada 1 Januari 2020:1. PBI pusat dan daerah Rp 42.000 dari Rp 23.000 per bulan per jiwa2. Kelas I menjadi Rp 160.000 dari Rp 80.000 per bulan per jiwa3. Kelas II menjadi Rp 110.000 dari Rp 51.000 per bulan per jiwa4. Kelas III menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500 per bulan per jiwa
Shandi March | Jakarta