Memimpin Daerah di Saat Krisis (Belajar dari Kasus Banjir DKI Jakarta)

Beberapa Hari Terakhir, Akibat Banjir yang Cukup Parah Melanda DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Mendapat Kritik dan Hujatan dari Netizen. (Foto:
Beberapa Hari Terakhir, Akibat Banjir yang Cukup Parah Melanda DKI Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Mendapat Kritik dan Hujatan dari Netizen. (Foto: (Foto : )
Sungguhpun kejadian banjir tidak hanya melanda DKI, namun juga di Provinsi Jawa Barat dan Banten bahkan di Provinsi di luar Jawa, namun reaksi paling keras hanya ditujukan kepada Gubernur DKI. Mengapa bisa demikian?
Artikel ini tidak akan membahas soal ini dari perspektif politik tentang apa yang ada dibalik peristiwa ini, sebab sejak proses pemilihan Gubernur DKI antara Anies vs Ahok sudah banyak sekali tinjauan atau sekedar ulasan hingga rumor politik mulai dari yang obyektif, analitis, ilmiah sampai pada yang sangat subyektif, provokatif hingga hoax.Tulisan ini hanya ingin memberikan masukan yang konstruktif dalam perspektif pembangunan / pembaharuan pemerintahan dan etika birokrasi / pemerintahan, sebagai bagian dari ilmu pemerintahan.Dalam perkuliahan Etika Pemerintahan di Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) diajarkan nilai-nilai Kepamongprajaan, yang sangat penting dipahami, dikuasai dan dijalankan oleh pemimpin pemerintahan yaitu nilai-nilai antara lain.
1.  Vooruitzien , memandang jauh kedepan tidak sebatas pada masa jabatan ataupun usia pensiun atau bahkan usia hidupnya sendiri saja. Misalnya berinisiatif mencari terobosan untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam banjir, maka program yang dibuat tidak hanya yang melulu bisa diselesaikan pada saat yang bersangkutan aktif berkerja / menjabat atau masih hidup saja. 2. Conducting , menjadi “conductor” (dirijen) memimpin “orchestra” untuk menghasilkan performa yang pemerintahan yang harmonis. Misalnya dalam menggerakkan masyarakat di wilayahnya sendiri untuk melakukan tindakan-tindakan nyata mengantisipasi banjir dengan mengelola sampah dengan baik, menjaga sungai-sungai agar berfungsi dengan baik: bantarannya tidak dijadikan pemukiman, kedalamannya terjaga, sehingga debit air yang bisa dialirkan tetap normal. 3. Coordinating , mengkoordinasikan lintas kepentingan internal dan eksternal agar bersinergi, tidak saling menghambat, saling berbenturan. Misalnya dalam hal memadu serasikan penataan ruang, dengan pemerintah pusat dan daerah-daerah lain yang berbatasan. 3. Peace Making , mendamaikan konflik-konflik, perselisihan yang bisa muncul akibat permusuhan yang tidak sehat karena fanatisme di berbagai bidang, mulai dari fanatisme yang berbau SARA maupun karena dukung-mendukung klub sepakbola dan lain-lainnya. 4. Residue Caring , peduli, bersedia mengurusi dan ikut merasa bertanggung jawab terhadap urusan yang belum terbagi / ditentukan dalam pembagian urusan lembaga / pejabat tertentu. Misalnya dalam hal terjadi kejadian luar biasa termasuk bencana alam serta hal-hal yang berbahaya bagi kemanusiaan, bagi persatuan dan kesatuan dan hal-hal penting lainnya bagi bangsa dan Negara serta umat manusia.