Toleransi Perbedaan dengan Media Sosial

Toleransi Perbedaan dengan Media Sosial
Toleransi Perbedaan dengan Media Sosial (Foto : Ilustrasi-Pixabay)

Antv – Era digital ini muncul karena adanya revolusi yang mulanya dipicu oleh generasi remaja yang lahi pada tahun 80-an, kehadiran digitalisasi ini menjadi awal era informasi digital atau perkembangan teknologi yang lebih modern hingga saat ini.

Manfaat era digital pada saat ini yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat antara lain adalag masalah komunikasi, di era digital seperti sekarang orang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara mudah, tanpa melihat batasan ruang dan waktu. 

Dikutip dari wikipedia, era digital juga dapat dilakatakan sebagai globalisasi yaitu proses integrasi yang terjadi karena adanya pertukaran pandangan dunia, pemikiran, produk dan aspek-aspek kebudayaan lainnya karena adanya kemajuan insfratuktur telekomunikasi internet dan transportasi.

Terus berkembangnya alat komunikasi menjadikan manusia menjadi lebih mudah dalam mencari informasi yang berkembang di masyarakat, tentunya hal ini akan berdampak dalam hal positif ataupun negatif. 

Masyarakat harus jeli dalam memilih jenis informasi mana yanh benar dan mana yang tidak benar atau hoax.

Di indonesia pengguna internet selalu bertambah setiap tahunnya, seperti yang dikatakan oleh Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonedia (APJII) Muhammad Arif, kurang lebih 77 persen penduduk Indonesia sudah menggunakan internet. 

Pertumbuhan ini sangat fantastis, menurut APJII pengguna internet di indonesia pada saat mencapai sekitar 210 juta pengguna internet.

Hal ini juga yang membuat banyak beredarnya informasi-informasi negatif yang beredar di masyarakat. Seperti di ketahui indonesia sendiri memiliki banyak perbedaan dalam suku, budaya, dan agama. 

Lewat semboyan Bhineka Tunggal Ika indonesia berusaha menyatukan perbedaan yang ada, namun belakang ini isu tentang perbedaan ini justru malah menjadi, baik dalam kehidupan nyata ataupun di kehidupan media sosial. 

Sejatinya perbedaan itu sendiri sudah menjadi bagian dari indonesia, namun belakangan ini banyak sekali muncul tentang narasi perbedaan suku, budaya, maupun agama. Dalam hal ini perlu adanya sifat toleransi lebih terhadap perbedaan yang ada.

Tak hanya menyampaikan informasi dan komunikasi di era digital ini kita semua dapat mengkampanye kan tentang toleransi dalam perbedaan melalui platform digital seperti media sosial. 

 

img_title
Toleransi Perbedaan dengan Media Sosial. (Foto : Ilustrasi-Pixabay)

 

Sejatinya platform digital seperti media sosial dapat memberikah hal yang positif bagi pengguna dan yang melihat unggahan-unggahan konten yang ada di media sosial.

Sebagai contoh, toleransi terhadap umat beragama lainnya, dengan tidak membeda-bedakan satu agama dengan agama yang lain dan menganggap salah satu agama yang paling benar. 

Contoh toleransi antar umat beragama antara lain, ketika pengurus gereja katedral di jakarta rela lahan parkir di area gereja di pakai oleh umat muslim yang akan melaksanakan sholat idul fitri di masjid istiqlal yang termpatnya ada di depan gereja katedral, begitu juga sebaliknya. Hal yang sederhana namun memberikan nilai toleransi antar umat berama yang tinggi.

Di jejaring media sosial sendiri terdapat beberapa unggahan yang menunjukan sikap toleransi antar umat beragama seperti unggahan salah satu akun tiktok @mrd.766hi, yang juga diunggah ulang oleh akun twitter @bendolganteng, dalam video yang di unggah ini menampilkan salah satu ambulans NU membawa zenazah umat kristen. 

Akun itu menuliskan “Indahnya toleransi saling menghargai dan menghormati, terima kasih ya ALLAH semoga kita semua dijadikan manusia yang dewasa bisa saling memghargai dan menghormati perbedaan”.

Dalam unggahan video tersebut memperlihatkan keluarga almarhum yang sedang menggotong peti jenajah kemobil ambulans NU, terlihat salib bernamakan almarhum dibawa di depan peti jenajah menuju ke mobil ambulans. Ambulans milik NU mengantarkan jenajah umat kristen ini dari bengkulu menuju ke samosir untuk dimakamkan.

Selain itu toleransi antar suku dan budaya juga wajib terus kita jalankan mengingat di indonesia sendiri terdiri dari beragam budaya dan suku, hal itu juga lah yang mendasari terbentuknya negara indonesia.

Dalam era digital kemudahan serta keterbukaan informasi sangatlah mudah, kita sebagai pengguna harus dapat memilih mana yang memberikan dampak postif bagi diri sendiri maupun lingkungan. 

Dalam menggunakan platform digital khususnya sosial media kita harus bisa memfilter apa yang kita terima maupun apa yang akan kita unggah di jejaring sosial, karena pada dasarnya dalam memggunakan internet khususnya media sosial itu semua sudah di atur dalam undang-undang informasi dan transaksi elektronik atau UU ITE, dimana undang-undang ini mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum, seperti yang tertulis dalam Undang-undang nomor 11 tahun 2008. 

Adapun di dalam undang-undang ITE ini mengatur apa saja yang tidak boleh dilakukan di dalam dunia maya seperti, mendistribusikan dokumen elektronik bermuatan asusila, perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan, dan pengancaman (pasal 27), mendistribusikan berita bohong atau hoax kepada masyarakat terkait suku, agama, ras antar golongan (pasal 28), menyebarkan ancaman kekerasan atau menakut-nakuti (pasal 29).

Hingga akhir tahun 2021 saja sudah ada sekita 393 orang yang dituntut dengan undang-undang ITE, meski banyak dinalai masih banyak kekurangan di dalam undang-undang ITE ini.

Pakar Hukum Tata Negara Dr. Hamrin, SH., M.H., M.Si(Han) mengatakan sangat penting bagi masyarakat untuk memahami Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan baik. 

Karena itu pemasyarakatan atau sosialisasi terkait UU ITE ini perlu ditingkatkan. 

Hal ini disampaikan Hamrin pada acara diskusi virtual yang diadakan oleh Kementrian Kominfo yang bekerja sama dengan Komisi I DPR, pada Selasa, 19 april 2022.

Sosialisasi UU ITE perlu dilakukan, agar masyarakat lebih memahami undang-undang tersebut, terutama pasal-pasal yang dianggap kontroversi. 

Hamrin juga menambahkan “Penggunaan media sosial harus selalu berpegang pada prinsip kehati-hatian dan etikad baik agar terhindar dari penyalahgunaan yang dapat merugikan diri sendiri, keluarga maupun lingkungan sekitar. Juga agar ketertiban di masyarakat dapat berjalan dengan baik.” 

Toleransi terhadap perbedaan di era digital kini sangatlah mudah, setiap orang dapat menunjukan toleransi terhadap sesama dan dapat menjadi pembelajaran bagi orang lain yang menggunakan akses internet, dengan hal ini akan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan antar sesama manusia. Tapi kita juga perlu waspada dan berhati-hati dalam menggunakan internet khususnya media sosial sehingga tidak melanggar aturan yang sudah ada.

 

img_title
Penulis. (Foto : Bambang Supriyanto)

Penulis: Bambang Suprianto - Finalis Employee Journalism ANTV Digital