Sukses Digelar, Jazz Gunung Bromo 2023 Konsisten  dengan Lokalitas Karya Musik Jazz

Mus Mujiono di Jazz Gunung Bromo 2023
Mus Mujiono di Jazz Gunung Bromo 2023 (Foto : Istimewa)

Komitmen Pemberdayaan Lokal

Sudah 15 tahun sejak diselenggarakannya gelaran Jazz Gunung Bromo, para founder yang terdiri dari Sigit Pramono, Djaduk Ferianto (alm), dan Butet Kartaredjasa memiliki pemahaman bahwa musik jazz bukan budaya Indonesia. Namun musik jazz telah menjembatani pertemuan budaya yang memberikan ruang ekspresi untuk budaya lokal Indonesia itu sendiri.

“Saat itu masih menampilkan Kua Etnika bersama Djaduk yang kemudian bertransformasi menjadi Ring of Fire Project untuk mengakomodir kolaborasi musisi jazz dan musik tradisional,” kenang Sigit.

Kini Bintang Indrianto yang didapuk menjadi kurator Jazz Gunung Indonesia juga membentuk Blue Fire Project by Bintang Indrianto yang juga memiliki spirit merawat kesenian musik tradisional dan spirit lokalitasnya. Ia bersama musisi tradisional Banyuwangi membuat aransemen kolaboratif jazz dan etnik yang ritmisnya lebih progresif sesuai dengan alat musik tradisional yang digunakan.

Pasar Batik Bromo, Daya Tarik Baru Bagi Wisatawan Bromo Selain Matahari Terbit

Tidak hanya acara jazz bernuansa etnik, Jazz Gunung Bromo 2023 juga menyelenggarakan Pasar Batik Bromo sebagai nuansa baru. Sigit Pramono, founder Jazz Gunung Indonesia sekaligus Penggagas Pasar Batik Bromo memiliki inisiatif melestarikan batik lewat acara musik di Bromo.

“Upaya kita ini sebenarnya sebagai cara kita bisa melestarikan batik. Karena pebatik di beberapa daerah itu usianya sudah berumur, bisa terancam punah diantaranya batik Rifaiyah ini,” tegas Sigit.