Terdampak Sanksi AS, Begini Nasib Pesanan Sukhoi Su-35 dari Indonesia

pesawat su-35
pesawat su-35 (Foto : )
Pemerintah Indonesia telah lama memesan 11 unit pesawat tempur Su-35 Super Flanker kepada Rusia. Namun hingga kini, pesawat yang dinanti tak kunjung tiba. Lalu bagaimana nasib pesanan Sukhoi Su-35? 
newsplus.antvklik.com
- Rusia mengakui  terdampak atas sanksi dari Amerika Serikat terkait penjualan persenjataan, termasuk pesawat tempur ke negara lain.Sanksi perdagangan internasional atas produk-produk militer dan kesenjataan buatan Rusia ini dijatuhkan menyusul aneksasi Rusia di Semenanjung Krimea beberapa tahun lalu.Padahal sejak 2015 Indonesia sudah berencana membeli pesawat tempur Sukhoi Su-35 Super Flanker sebagai pengganti pesawat F-5E/F Tiger II. Indonesia dan Rusia juga telah menandatangani kontrak pengadaan 11 unit Su-35 senilai Rp1,14 triliun.Dalam kontrak itu juga tercantum kewajiban imbal beli hingga 50 persen nilai kontrak, alih teknologi dan pengetahuan dan pelibatan industri dalam negeri.Namun hingga kini, pesawat tempur yang dinanti tak kunjung tiba di tanah air.  Padahal pesawat F-5E/F Tiger II telah dipensiunkan pada 2016.

Kontrak Masih Berlaku

Seperti dilansir Antara, pihak Rusia pun angkat bicara soal kontrak pembelian Su-35 Super Flanker dari Indonesia."Kontrak pembelian Su-35 untuk Indonesia masih berlaku. Kami sedang bekerja bersama untuk merumuskan hal itu. Kami sedang membahas beberapa rincian kecil yang tercantum dalam kontrak," kata Direktur Dinas Federal untuk Kerjasama Teknis dan Militer Rusia Dimitry Shugaev.Di sela pameran kedirgantaraan MAKS 2019 di Moskow Rusia, Dimitry berharap akan ada perkembangan dalam waktu dekat sehingga kontrak dapat segera terwujud. Dimitri juga protes atas sanksi Amerika Serikat yang dinilai tidak adil."Maksud saya, terkait dari sisi mereka dan sebagainya, jelas sekali bahwa ini merupakan kompetisi yang tak adil," katanya lagi.Menurut Dimitry, Amerika Serikat ingin menyingkirkan Rusia dari pasar persenjataan dunia. Rusia juga dibuat tak dapat menanggung atau meraih pasar-pasar yang baru."Tekanan kepada mitra-mitra (pelanggan) kami dari negara mana pun terjadi dengan cara yang tidak terhormat. Tekanan terjadi setiap hari dan ini bukan rahasia lagi," tambah Dimitry lagi. Sumber: Antara