Rombongan Lansia Eks Guru Besar IPB Histeris di Mabes Polri, Tuntut Keadilan ke Kapolri

Rombongan Lansia Eks Guru Besar IPB Histeris di Mabes Polri, Tuntut Keadilan ke Kapolri
Rombongan Lansia Eks Guru Besar IPB Histeris di Mabes Polri, Tuntut Keadilan ke Kapolri (Foto : Istimewa)

Antv – Sejumlah wanita yang merupakan lansia dan salah satunya mantan guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Ing Mokoginta, berteriak histeris di kawasan Mabes Polri.

Mereka melakukan hal itu guna menuntut keadilan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo maupun Kabareskrim Komjen Wahyu Widada.

Keadilan ini terkait perkara yang mereka laporkan, yang tak kunjung tuntas diproses oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, kendati penanganannya telah berlangsung sekitar enam tahun sejak dilaporkan pertama kali ke Polda Sulawesi Utara, dan selanjutnya penanganan kasusnya ditarik ke Mabes Polri.

Perkara tersebut yaitu dugaan perampasan, penggelapan serta, pemalsuan dokumen lahan seluas 1,7 hektare.

"Bapak Kapolri, Bapak Kabareskrim kita orang sudah datang jauh-jauh dari kampung datang ke sini untuk mencari keadilan, tapi sampai saat ini kami tidak mendapatkannya," teriak Inneke S Indrarini Mokoginta, adik dari Ing Mokoginta yang merupakan pihak pelapor dalam kasus ini, kepada wartawan, Jumat (22/9/2023).

"Sekali-sekali Bapak Kapolri, Bapak Kabareskrim turun ke bawah, lihat anak buah, oknum polisi yang hanya membela orang yang punya duit, tetapi kami orang kecil diabaikan," imbuhnya.

Adapun kehadiran Inneke, Ing, Sintje Mokoginta dan kuasa hukum mereka dari LQ Indonesia Lawfirm, yaitu La Ode Surya Alirman, Nathaniel Hutagaol dan lainnya ke Mabes Polri, dalam rangka menyerahkan surat ke Irwasum, Kabareskrim, serta Kepala Biro Wassidik Bareskrim Polri. Surat terkait penanganan kasus yang dinilai tak berjalan sebagaimana mestinya.

"Perkara kami ini sudah lima tahun di Polda Sulut. Lima kapolda berlalu, empat kali buat laporan, dua penyidik kena sanksi pelanggaran kode etik, perkara tetap mandek di Polda Sulut," tutur Ing.

"Sekarang perkara kami sudah ditarik di Mabes Polri, sudah setahun penyelesaian di Mabes Polri. Ternyata di Mabes Polri mirip-mirip saja di Polda, perkara kami sampai sekarang belum ada kepastian hukum, tidak ada penyelesaian yang benar diduga masih digoreng-goreng terus," imbuhnya.

Menurut Ing, seluruh bukti formil maupun materil telah diserahkan atau sudah didapat penyidik. Bahkan, pihaknya memiliki keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang sudah sampai tingkat kasasi yang inkrah terkait perkara ini secara keperdataan.

Berdasarkan keputusan PTUN, kata dia, semua sertifikat terlapor SM dkk sudah dibatalkan, dicabut dan ditarik peredarannya oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Tapi mereka gunakan lagi untuk menggugat kami di pengadilan negeri. Sekarang pengadilan negeri kami sudah menang sampai tingkat kasasi, sudah ada keputusan yang tetap inkrah. Tetapi sampai sekarang penyelesaian masalah di Mabes Polri sampai sekarang ini tidak berjalan dengan baik," kata Ing.

Pihaknya menduga ada oknum yang mengintervensi perkara, sama seperti ketika di Polda Sulut. Sebab, kata dia, pihak terlapor merupakan orang yang memiliki banyak uang.

"Jadi kami mohon kepada Bapak Kapolri, Bapak Kabareskrim, Karo Wassidik beri kepastian hukum segera kepada kami. Kami minta gelar perkara di Wassidik secara khusus, bukan saja dengan Wassidik, kami minta gelar perkara di depan Kabareskrim. Supaya jelas perkara kami ini," jelas dia.

Sementara, kuasa hukum pihak pelapor, Nathaniel Hutagaol, mengatakan bukan hanya lima kapolda, kasus ini tak juga tuntas kendati Kabareskrim telah berganti dua kali.

"Sudah dua kali Kabareskrim penanganannya masih sama saja. Apakah keadilan sesungguhnya di Indonesia ini, ketika kita menyerah mencari keadilan dan ikhlas terhadap ketidakadilan itu sendiri?" tuturnya.

Bahkan, terlapor sampai datang ke Istana Negara setiap upacara peringatan HUT RI 17 Agustus, guna bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengadukan nasibnya.

"Klien kami yang merupakan wanita lansia harus berjuang, bahkan dengan nekatnya setiap 17 Agustus mendatangi upacara di Istana Negara berusaha bertemu Pak Jokowi, walaupun tidak pernah bertemu. Dan bahkan dengan keteguhan hati, klien kami juga mencoba untuk bertemu Bapak Jenderal Listyo Sigit Prabowo selaku Kapolri dan juga tidak pernah bisa bertemu. Tujuan klien kami hanya satu untuk memberitahukan bahwa sulit mencari keadilan di Indonesia," tandas kuasa hukum pelapor lainnya, La Ode Surya Alirman.