Soal Viral Video Mafia Tanah di Kabupaten Bandung, Pengamat: Polisi Punya Prosedur dalam Menyidik

Direktur Eksekutif Lemkapi Dr Edi Hasibuan
Direktur Eksekutif Lemkapi Dr Edi Hasibuan (Foto : Istimewa)

Antv – Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan menilai tim penyidik Polda Jawa Barat telah bertindak sesuai prosedur dalam menindaklanjuti adanya laporan konflik lahan di Kabupaten Bandung.

Adanya laporan masyarakat yang tidak bisa dilanjutkan dalam proses penyidikan, maka hal tersebut harusnya menjadi catatan bagi pihak pelapor untuk dapat melengkapi berkas laporannya.

“Jadi jangan asal bunyi saja dengan menyebut ada kriminalisasi, mafia tanah dan lain sebagainya. Ingat polisi itu punya dasar untuk menghentikan atau melanjutkan sebuah kasus. Jika kasus yang dilaporkan itu tidak dilanjutkan maka biasanya pelapor tidak bisa melengkapi alat bukti yang diminta kepolisian,” kata Edi dalam keterangannya kepada media, Selasa (22/8/2023).

Edi menyampaikan hal tersebut sebagai respons dari beredarnya video berisi tudingan adanya dugaan mafia tanah dan tuduhan kriminalisasi dalam sengketa lahan di Kabupaten Bandung.

Video itu diunggah melalui media sosial Tiktok oleh akun @dianwahyudi. Dalam video tersebut, ditampilkan dua orang pria yang menceritakan ihwal persoalan transaksi jual beli lahan seluas 16,5 hektare. Pihak pembeli mengaku bertransaksi membeli tanah dengan 25 sertifikat, seharga Rp32 miliar.

Pihak pembeli mengaku sudah melakukan transaksi akad jual-beli di depan notaris dari pihak penjual senilai Rp 12,5 miliar dengan luas tanah 6,8 hektare. Dalam keterangannya, pihak kedua mengaku sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 12,5 miliar tapi belum ada diberikan dokumen negara dari pihak pertama.

Meski belum dibayarkan lunas, namun pihak kedua sudah melakukan aktivitas penjualan dan pembangunan rumah kepada konsumen atau masyarakat. Total luas lahan yang dijual kepada konsumennya seluas 1,1 hektare dari 6,8 ha yang sudah dibayar. Konsumen yang sudah membeli lahan tersebut ada sebanyak 128 orang.

Sementara jika merujuk surat perjanjian yang ditandatangani di Kabupaten Bandung pada 5 Mei 2020, dalam poin 5 dituliskan bahwa apabila pembayaran uang transaksi sudah mencapai Rp 20 miliar dari total seluruh harga maka pihak pembeli diberikan izin.

Izin tersebut berupa merubah struktur tanah dan dapat mendirikan bangunan masing-masing sebanyak 25 persen perubahan yang dapat dilakukan.     

Edi mengatakan sengketa lahan semacam ini memang sering terjadi di berbagai tempat. Jika merujuk dari surat perjanjian yang sudah saling disepakati, kata dia, rasanya sudah tepat langkah polisi untuk tidak melanjutkan laporan pembeli tanah itu ke tahap penyidikan.

Sebaliknya, dia apresiasi Polda Jabar yang sudah meningkatkan laporan dari pihak pemilik tanah ke tahap penyidikan. Pihak pemilik tanah dalam laporannya ke Polda Jabar memasukkan Pasal 385 KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyerobotan tanah. Ia juga meminta kepada Polda Jabar agar jangan ragu dalam menegakkan aturan.

“Jika menyimak proses yang sudah berjalan ini, rasanya terlalu berlebihan untuk menuduh adanya praktik kriminalisasi yang dilakukan polisi. Saya juga meminta Polda Jabar supaya tidak perlu ragu jika bukti-bukti sudah cukup kuat, maka lanjutkan saja prosesnya,” kata mantan anggota Kompolnas ini.

Dalam kesempatan ini, Edi mengajak semua masyarakat untuk tetap kritis kepada kepolisian. Namun, masyarakat jangan asal melemparkan tuduhan.

“Saya justru mengapresiasi kepolisian RI di bawah kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membawa lembaga ini melakukan transformasi banyak hal menjadi lebih tanggap dan respons terhadap semua keluhan masyarakat,” kata Edi yang juga mantan Ketua Forum Wartawan POLRI (FWP) ini.