Lombok TV Minta Pemerintah Patuhi Putusan MA Terkait Proses ASO

Kuasa hukum Lombok TV, Gede (tengah kaca mata) saat konferensi pers.
Kuasa hukum Lombok TV, Gede (tengah kaca mata) saat konferensi pers. (Foto : Antv)

AntvLombok Nuansa Televisi (Lombok TV) meminta pemerintah mematuhi keputusan Mahkamah Agung terkait pembatalan Pasal 81 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.

“Kami meminta Pemerintah Republik Indonesia terkhusus Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk mematuhi dan tidak mengabaikan putusan MA RI ini,” ucap Kuasa Hukum Lombok TV, Gede Aditya Pratama di bilangan Jakarta Pusat, Rabu (26/10/2022).

Ia juga meminta Kemkominfo untuk menghentikan proses analog switch off di seluruh Indonesia terhadap lembaga penyiaran yang telah memiliki izin Penyelenggaraan Penyiaran.

“kami juga menghimbau untuk menghentikan atau setidaknya menunda proses analog switch off (ASO) di seluruh Indonesia terhadap lembaga penyiaran yang telah memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran jo. UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, karena sebagaimana dijelaskan dalam pertimbangan Putusan Nomor 40 P/HUM/2022, sama sekali tidak ada kewajiban/dasar bagi LPS untuk menyewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing untuk menyelenggarakan layananan program siara,” terang Gede.

Ia mendesak pemerintah untuk melakuan revisi terlebih dahulu terhadap undang – undang penyiaran atau undang – undang cipta kerja dan mengatur masalah multipleksing.

“Melakukan revisi terhadap UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja dan mengatur masalah multipleksing ini dalam bentuk undang-undang yang dibahas bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tidak hanya dibuat sepihak oleh Pemerintah dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau peraturan lainnya yang lebih rendah tingkatannya,” jelasnya.

Sedangkan Direktur Lombok TV, Yogi Hadi Ismanto menjelaskan sebagai televisi lokal merasa kebaratan dengan kebijakan multipleksing yang diatur dalam Peraturan Pemerintah yang telah dibatalkan oleh MA tersebut. Pihaknya sebagai televisi lokal sudah memiliki infrastruktur yang memadahi.

“Alat – alat yang dibeli untuk biaya pemancar sudah mencapai 500 juta. Setelah lima tahun dapat izin, pihaknya mengaku belum balik modal. Dalam aturan PP Nomor 46/2021 harus diwajibkan untuk menumpang ke TV lain,” ungkapnya.

Ia menjelaskan untuk biaya sewa slot multipleksing TVRI di Lombok pihaknya harus mengeluarkan biaya 15 juta per bulan.

“Slot tersebut bisa saja sudah penuh dan pihaknya tidak mendapatkan jaminan harganya stabil. Selain itu harganya juga bisa naik,” ungkapnya.

Mengacu pada putusan Mahkamah Agung tersebut pelaksanaan ASO akan merugikan televisi lokal.

“ASO (analog switch off) merupakan tindakan yang dipaksakan. Pasalnya pemerintah dinilai tidak siap,” tegasnya.

Lombok TV berharap pengaturan multipleksing dapat diatur melalui undang – undang.

“Kami juga berharap dengan telah dikabulkannya permohonan uji materiil yang kami ajukan ini oleh MA RI melalui Putusan Nomor 40 P/HUM/2022, kedepannya penyelenggaraan multipleksing apabila sudah diatur melalui undang-undang dapat memperhatikan dan tidak diskriminatif terhadap penyelenggara penyiaran televisi lokal yang saat ini sudah dapat dipastikan tidak dapat bersiaran karena bukan merupakan penyelenggara multipleksing dan sudah tidak dapat menyediakan layanan program siaran dengan cara menyewa slot multipleksing,” ucap kuasa hukum Gede Aditya Pratama.