Indonesia Disebut Gagal Kendalikan Wabah Covid-19, Ini Kata Ahli

covid-19-4960246_960_720
covid-19-4960246_960_720 (Foto : )
Makin bertambahnya kasus corona, ahli kesehatan menyebut Indonesia gagal dalam mengendalikan virus Covid-19. 
Para ahli kesehatan memperingatkan Indonesia dalam usaha mengendalikan penyebaran virus Covid-19, terhambat oleh kurangnya pengujian, komunikasi yang buruk dari pemerintah, dan promosi penyembuhan yang palsu.Seperti dilansir dari
The Guardian, Selasa (14/7/2020), Indonesia menjadi negara yang paling tinggi dilanda wabah di Asia Tenggara. Sejauh ini tercatat lebih dari 74.000 kasus dan 3.535 kematian akibat virus, meskipun dikhawatirkan hal ini bisa menjadi perkiraan yang terlalu rendah. Sementara tingkat pengujian telah membaik, Indonesia tetap berada di angka yang terendah di dunia.Jakarta dan Jawa Timur menjadi daerah yang terkena dampak virus terbanyak di Indonesia, namun wabah telah menyebar ke seluruh negeri, mendorong seruan untuk pengawasan kesehatan masyarakat yang lebih ketat.Menurut pakar penyakit menular Universitas Indonesia, Profesor Pandu Riono, penularan akan terus meningkat kecuali masyarakat didesak untuk mengikuti aturan physical distancing."Tidak ada komunikasi perubahan perilaku serius yang dilakukan oleh pemerintah," kata Prof Pandu Riono.Pandu mengkritik Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, yang memicu kontroversi dengan menyatakan bahwa kementerian telah mengembangkan kalung kayu putih (eucalyptus) yang membantu mencegah Covid-19. Klaim ini jelas ditolak oleh pakar penyakit.Para ahli khawatir kurangnya kesadaran di antara masyarakat di beberapa daerah."Satu penelitian di Jakarta yang menyarankan beberapa orang bepikir bahwa mereka memiliki risiko rendah untuk terinfeksi. Di sana ada kesalahpahaman," kata Prof Pandu.Presiden Jokowi memberikan peringatan, setelah terjadi peningkatan kasus pada minggu lalu dan mengatakan bahwa penularan akan meningkat lebih lanjut jika masyarakat tidak bekerja sama dengan melakukan langkah-langkah pencegahan.Pembatasan perlahan mulai dicabut di Indonesia. Bali sekarang menerima kembali wisatawan domestik dan berencana untuk membuka pintu bagi wisatawan internasional pada September mendatang.Dr I Gusti Agung Ngurah Anom, ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Denpasar, Bali, mengatakan kekhawatirannya tentang peningkatan besar dalam kasus penularan. Sejauh ini, lebih dari 2.000 kasus telah dicatat."Jumlah kasus telah melonjak, tetapi kami belum tahu kapan akan memuncak," katanya.Anom menambahkan bahwa pekerja medis telah bekerja secara terus-menerus tanpa melepas pakaian pelindung mereka sama sekali selama delapan jam shift karena khawatir akan tertular virus."Kami hampir tidak punya waktu untuk minum atau buang air kecil, beberapa ada yang memakai popok," tambah Dr I Gusti Agung Ngurah Anom.Ia mengatakan dalam beberapa kasus, pasien bahkan berbohong telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi. Hal itu membuatnya lebih sulit bagi petugas medis untuk menentukan risiko penularan."Kami berharap bahwa pemerintah melakukan lebih banyak pengujian, pengujian, dan pengujian, sehingga kami dapat melacak kasus-kasus ini," katanya lagi.Di sisi lain, Prof Pandu telah menyerukan agar penggunaan tes reaksi berantai polimerase menjadi tiga kali lipat dan mengatakan penggunaan tes antobodi harus ditinggalkan.Dia memperkirakan bahwa tanpa intervensi yang lebih kuat, wabah akan terus tumbuh hingga setidaknya sampai September dan Indonesia dapat mencatat hingag 4.000 kasus baru dalam sehari.Upaya untuk mengendalikan virus juga dipersulit oleh stigma yang terkait dengan diagnosis positif, di mana sebagian besar orang khawatir itu akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan. Pada Juni, ratusan pedangan di pasar tradisional di Bali, Sumatera, dan Jakarta menolak untuk melakukan pengujian.Pentingnya mengadakan pemakaman secara muslim, di mana anggota keluarga mencuci tubuh jenazah, juga menimbulkan tantangan bagi langkah-langkah pengendalian penyakit. Sebagai contoh, dalam satu insiden di rumah sakit di Sulawesi, lebih dari 100 orang masuk ke bangsal rumah sakit, mengancam petugas, dan membawa jenazah seorang ustadz agar ia dapat dikuburkan.Selain itu, menurut Arief Bakhtiar, seorang dokter spesialis paru-paru di Surabaya, keluarga-keluarga yang sulit menerima diagnosis Covid-19 juga salah satu aspek tersulit.Sedangkan di Surabaya, menurut Dr Brahmana Askandar, ketua Perhimpunan Dokter Indonesia di kota tersebut, mengatakan pemerintah daerah telah meningkatkan kesadaran akan perlunya menghindari keramaian dan mengenakan masker penutup wajah."Kita bisa melihat beberapa hal membaik dalam dua minggu terakhir. Tetapi perilaku masyarakat pada akhirnya akan menentukan masa depan wabah," ucap Dr Brahmana Askandar.