Tuhan Asli Masyarakat Bali Mula Tanpa Aroma Hindu India

Tuhan Asli Masyarakat Bali Purwa Tanpa Aroma Hindu India
Tuhan Asli Masyarakat Bali Purwa Tanpa Aroma Hindu India (Foto : )
[caption id="attachment_347004" align="alignnone" width="900"]
Tuhan Asli Masyarakat Bali Purwa Tanpa Aroma Hindu India
Pura Pancering Jagat terletak di Dusun Trunyan, Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli, berjarak sekitar 65 Km dari Kota Denpasar. Foto: Trapelin[/caption]Selain itu, orang Trunyan juga memuja Ratu Ayu Pingit Dalem Dasar, permaisuri dari Ratu Sakti Pancering Jagat. Penduduk di Trunyan memahami ini sebagai Dewi Danu, karena memang bersama sang anak, Ratu Gde Dalem Dasar, sosok dewa ini dipercaya sebagai penguasa Danau Batur.Toh tidak cuma orang Trunyan memiliki dominasi Tuhan seperti itu, di seluruh Bali, di wilayah-wilayah peradaban lebih kuna senantiasa ada sebutan-sebutan untuk aspek kedewataan asli Bali. Sebut saja misalnya Ratu Maduwe Jagat, sebuatan untuk penguasa danau di Pura Batur.Sebutan-sebutan kedewataan seperti Ratu Sunaring Jagat, panggilan untuk penguasa laut, atau sebutan Tuhan lokal semisal Ratu Manik Maketel, Ratu Mas Magelung, Ratu Gede Basang Bedel, Ratu Gede Purus Mandi, Ratu Gede Penyarikan, adalah contoh asli di mana aspek kedewataan itu sampai kini tetap akrab di Bali.Untuk pemujaan pada leluhur misalnya, orang Bali Mula kerap menyebut leluhurnya dengan Kaki Patuk untuk leluhur laki, Nini Patuk untuk leluhur wanita.Tentu tak cuma aspek kedewataan saja yang bisa ditemukan dengan sebutan asli Bali. Ritual-ritual penting pun tetap bisa dirujuk ke wilayah paling kuna. Dalam upacara kesuburan, upacara penolak bala misalnya, dominasi Bali purba tetap dipraktikkan utuh.Banyak bukti bisa dirunut dari upacara pemujaan kesuburan zaman Bali purba. Dari amatan Made Sutaba, manakala manusia Bali Mula memasuki masa bertani, upacara pemujaan pada dewi kesuburan jelas menjadi ritus utama dari ritus-ritus yang lain.

I Made Sutaba adalah arkeolog dan penulis banyak buku, diantaranya Prasejarah Bali yang diterbitkan Yayasan Purbakala Bali, 1980. Pura Taman Sari Klungkung Bali (1987), Megalithic Tradition in Sembiran (1976), Notes on Trunyan: a Balinese Village (1976), Tradisi Paleo-Metalik di Indonesia (1973) juga Tahta Batu Prasejarah di Bali (1995) dan masih banyak lagi.

Temuan tahta batu yang tersebar di sawah-sawah maupun tegalan di sejumlah desa-desa purba di Bali, menunjukkan betapa kuatnya pemujaan kesuburan kala itu. Di daerah Tabanan, semisal Desa Penebel tahta batu ini disebut pengrasak, di Buleleng disebut pepupun