KPI: Rata-rata Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Tahun 2020 Sudah di Atas Standar

KPI Webinar
KPI Webinar (Foto : )
Memasuki tahun ke-6 pelaksanaan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Kembali menggandeng 12 universitas negeri di Indonesia untuk dijadikan acuan bagi industri penyiaran dan memberikan dampak signifikan terhadap perubahan isi siaran lebih baik dan berkualitas.
Yuliandre Darwis Komisionel KPI Pusat mengatakan, survei tersebut merupakan bagian dari amanah yang diemban oleh Komisi Penyiaran Indonesia sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002, dimana KPI melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap lembaga penyiaran. Hasil riset indeks kualitas periode 1 tahun 2020 ini, cukup menggembirakan karena merupakan hasil indeks agregrad tertinggi sepanjang riset ini dilakukan dan menyentuh angka berkualitas secara
agregard karena dengan standard kulaitas KPI ada pada angka indeks tiga maka hasil riset periode pertama tahun 2020 menunjukan secara agregard indeksnya adalah 3,4. “Ini yang paling tinggi dan telah memenuhi standar kualitas yang diharapkan KPI,” paparnya di acara Webinar KPI “Ekspos Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2020, di Jakarta, Selasa (8/12/2020). Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat menyelenggarakan Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Tahun 2020 dimulai dari Kota Padang dan Kota Surabaya sekaligus menandai dimulainya rangkaian acara riset yang rencananya diselenggarakan di 12 Kota. Riset Indeks KPI periode pertama tahun ini akan mengevaluasi sekitar 477 program acara televisi. Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, mengatakan ke-477 sampel tayangan tersebut dibagi menjadi 9 kategori program yakni Program Berita, Talkshow Berita, Talkshow Non Berita, Sinetron, Anak, Religi, Wisata Budaya, Infotainmen, dan Variety Show. “Sampel tayangan merupakan program yang ditayangkan pada periode Januari sampai Maret 2020,” tuturnya. Nuning menjelaskan, "outcome" dari riset ini adalah untuk merubah pola menonton masyarakat agar mulai membiasakan diri menyaksikan tayangan yang baik dan berkualitas yang berasal dari referensi hasil riset KPI. “Tidak dapat dipungkiri saat ini sebagian besar masyarakat kita lebih memilih program hiburan seperti sinetron, film, entertainmen dan lain sebagainya. Namun disisi lain berdasarkan riset yang telah dilakukan sebelumnya nilai kualitas tayangan-tayangan tersebut masih di bawah nilai rata-rata yang ditetapkan KPI,” ujar Nuning. Menurut Nuning, untuk mengubah pola konsumsi masyarakat terhadap tayangan televisi, KPI tidak bisa bekerja sendiri. Dibutuhkan partisipasi berbagai pihak dan salah satunya dari kalangan akademisi. “Diharapkan dalam riset yang diselenggarakan bersama dengan Universitas Negeri Surabaya ini, para informan ahli dapat berperan untuk memberikan masukan atas kualitas tayangan televisi sehingga dapat memberi referensi tayangan yang berkualitas bagi masyarakat,” tuturnya. Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah, menjelaskan salah satu peran KPI yakni mencegah tumbuhnya embrio-embrio ekstrimisme melalui konten-konten di media penyiaran yang berpotensi mengancam integritas dan integrasi Bangsa. Berbagai upaya dilakukan KPI agar isi siaran lembaga penyiaran tidak mengarah ke penyebaran paham-paham tersebut. “Kami mengawasi ketat konten-konten yang diindikasi bisa menyebarkan tentang kebencian dan paham tersebut. Kami juga tidak segan-segan meminta lembaga penyiaran untuk menjadi bagian yang turut serta menangkap gerakan terprisme dan radikalisme. Berkaitan pemberitaan tentang aksi terorisme, kita jaga betul agar tidak menampilkan aksi kekerasannya karena mungkin jadi inspirasi bagi khalayak pemirsa,” tutur Komisioner bidang Kelembagaan KPI Pusat. Nuning juga menyoroti kebijakan open sky policy yang menyebabkan terbukanya wilayah udara Indonesia dari siaran-siaran luar melalui satelit. Menurutnya, siaran melalui satelit ini ada kemungkinan konten yang masuk dan diterima masyarakat kita tidak sesuai dengan norma dan memungkinkan mengandung paham radikal. BNPT Nilai Medsos Perlu Dikontrol Dalam kesempatan ini,  Kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Amar menyoroti minimnya pengawasan terhadap media sosial. Pasalnya, kata dia, penyebaran paham-paham radikalisme atau ekstrimisme banyak melalui online. “Bentuk barunya terorisme sekarang individual lonely wolf terrorism. Jaringan terorisnya online. Makanya kadang pelakunya individu. Tapi yang individu ini tetap dibantu jaringan. Yang pelaku murni tunggal juga ada,” ungkap Boy. Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bapenas, Suharso Monoarfa menegaskan komitmennya untuk ikut berperan dalam meningkatkan kualitas program siaran televisi serta mengubah pola konsumsi masyarakat. “Sebagai bentuk peran aktif kami, Unesa akan turut serta dalam penguatan literasi masyarakat serta menjaga konsistensi riset ini agar hasil dari riset ini mampu menjadi perspektif baru bagi masyarakat dalam memilih tayangan televisi,” pungkas Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bapenas, Suharso Monoarfa. Acara webinar KPI “Ekspos Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi 2020, di Jakarta, dihadiri Kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Amar, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bapenas, Suharso Monoarfa, Ketua KPI Pusat Agung Suprio, Komisioner KPI Pusat Mohamad Reza dan Nuning Rodiyah Hardly Stefano Fenelon Pariela, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, dan Anggota Asosiasi Telivisi Nasional Indonesia) ATVNI Deddy Risnanto. Fajar Kurniawan | Jakarta