Dicurigai Terlibat Korupsi Benih Lobster, Tim Pemenangan Keponakan Prabowo Angkat Bicara

Dicurigai Terlibat Korupsi Benih Lobster, Tim Pemenangan Keponakan Prabowo Angkat Bicara (Foto Do. Istimewa)
Dicurigai Terlibat Korupsi Benih Lobster, Tim Pemenangan Keponakan Prabowo Angkat Bicara (Foto Do. Istimewa) (Foto : )
Wanto Sugito, Ketua tim pemenangan pasangan calon Muhamad dan Saraswati Djojohadikusumo yang merupakan keponakan Prabowo. Membantah, keterlibatan Saraswati dalam kasus korupsi benih lobster.
Sugito menyakini, bahwa keponakan Prabowo ini tidak terlibat dan tidak masuk dalam catatan KPK.Untuk itu, kata Sugito kampanye pasangan nomor urut satu ini tetap berjalan menyapa warga.“Jalan terus kanvasing, door to door tetap sapa rakyat,” ungkap Wanto, Kamis (25/11/2020).Dengan demikian, kata Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ini, dirinya menyerahkan penanganan kasus tersebut ke lembaga antirasuah.“Saraswati orang bersih, top, merakyat. Engga ada kaitanya pokoknya,” klaim Wanto, seperti dikutip dari rri.co.id.Sebelumnya diberitakan, juru bicara pasangan calon Siti Nurazizah Ma’ruf-Ruhamaben, Diska Putri Pamungkas mendukung upaya hukum KPK ungkap skandal eksportir benih lobster.Bahkan harus melakukan penulusuran secara tuntas bila ada dugaan menyeret Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, selaku calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) di Pilkada 2020.Seperti diberitakan sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga keponakan Prabowo, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo terlibat dalam kasus korupsi ekspor benih lobster.Dugaan keterlibatan Calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Wawalkot Tangsel) itu mencuat karena dia Direktur Utama PT Bima Sakti Mutiara.PT Bima Sakti Mutiara adalah salah satu perusahaan yang memperoleh jatah ekspor benih lobster dari Kementerian KKP.ICW) menduga ada praktik nepotisme di balik keterlibatan sejumlah kader Gerindra. Termasuk Rahayu sebagai pihak yang mendapatkan jatah ekspor benih lobster.Hasil penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), ditemukan sejumlah transaksi mencurigakan. Transaksi itu berasal dari penyelundupan benih lobster. Nilainya bahkan mencapai Rp900 miliar per tahun."Menurut saya. Tindakan tersebut tidak hanya bentuk konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz, Rabu (25/11/2020)"Tapi juga bentuk tindakan nepotisme yang melanggar UU 28 tahun 1999," tambahnya, seperti dikutip dari
rri.co.id .