Catatan Sepak Bola Reva Deddy Utama: Timnas Mengancam dengan Tangan

Catatan Sepak Bola Reva Deddy Utama: Timnas Mengancam dengan Tangan
Catatan Sepak Bola Reva Deddy Utama: Timnas Mengancam dengan Tangan (Foto : Tangkap Layar)

Antv – Setelah berharap cemas hampir sebulan, khawatir tidak dapat tiket. Akhirnya aku bisa menonton langsung laga Timnas Garuda Senior melawan Argentina di Stadion Gelora Bung Karno, Senin kemarin (19/6/2023). Itu pun dengan tiket berupa id-card wartawan.

Itu kali pertama, aku melihat lagi secara langsung laga timnas, dalam satu dekade terakhir. Lazimnya aku menonton  di televisi. Kan tidak perlu tenaga ekstra, tak capek, tak beli tiket, dan asyiiknya nonton bisa sambil selonjoran. Hanya memang tidak greget, tanpa atmosfir semaraknya penonton.

Martinez dan Kopi

Sesudah duduk di bangku stadion, jelang laga, aku pun bilang ke teman: "Bro tahu nggak kalau kiper Argentina, Emiliano Martinez, sudah pesan kopi dari starbuck." Rupanya canda saya tak nyambung. "Lah koh pesan kopi," respon teman saya terheran.

"Iyalah, Martinez yakin sekali kalau gawangnya ngak bakal bisa diserang. Praktis dia akan banyak bengong di bawah tiang gawang. Nah, lantaran itu dia perlu ngopi, agar ngak ngantuk," kataku. Barulah temanku itu tersadar dan tertawa ngakak.

Dan faktanya benar. Pada  45 menit babak pertama, Martinez jadi penonton. Dia jarang pegang bola. Bahkan kiper Aston Villa itu  sering meninggalkan gawangnya, berjalan jauh, hingga sepertiga lapangan. Untunglah dia tidak duduk, sambil ngopi menghadap jaring gawangnya.

Sesuai catatan, cuma sekali Martinez repot menangkap bola. Itu dari tendangan spekulasi Ivar Jenner sekitar menit ke-35. Martinez perlu menjatuhkan badan untuk menghalau bola. Selebihnya serangan Marc Klock dan kawan kawan, sudah patah sebelum bola sampai ke gawang Martinez.

Bola Lemparan Arhan

Pada 45 menit babak kedua situasi sedikit berbeda. Martinez dibuat agak repot. Bukan lantaran Jordi Amat cs menyerang dengan permainan dari kaki ke kaki,  terus diakhiri dengan tendangan keras. Ironinya, timnas justru mengancam pakai tangan Pratama Arhan, dari moment lemparan bola ke dalam.

Throw in Arhan memang fenomenal. Bola lemparannya melayang deras hingga kotak pinalti, membuat lawan terintimidasi. Sekurangnya Arhan melalukan itu sebanyak lima kali, baik dari sisi utara dan selatan lapangan. Dan penonton pun riuh berharap gol terjadi.

Satu di antara lemparan bola Arhan hampir membuahkan gol. Itu saat Elkan Baggott menyambutnya dengan kepala dan bola melaju di pojok atas gawang.

Nyaris terjadi gol. Tapi Martinez sigap, dia terbang kemudian terjengkang untuk menepis bola sundulan Baggott itu.

Memang bola lemparan ke dalam Arhan lebih mengancam dari bola tendangan bebas Marc Klock. Mengapa begitu? Karena untuk throw in tak ada aturan off side. Para pemain boleh menyambutnya di mulut gawang. Praktis kemelut pasti terjadi. Dan timnas sering cetak gol dari lemparan ke dalam Arhan itu.

Tidak heran, pelatih Argentina, Lionel Scolani, cukup terganggu dan khawatir. Setiap Arhan akan melempar bola, Scolani sibuk memberi intruksi agar para pemainnya turun membentengi gawang. Dari gesturnya dan tatapan matanya, Scolani tampaknya kagum sama Arhan.

img_title
Lemparan ke dalam Pratama Arhan Jadi Perhatian Lionel Scolani. (Foto: Tangkap Layar)


Empat Tingkat di Bawah

Kita pun sepakat di laga lawan Argentina, performa timnas lumayan bagus, patut dipuji. Itu menyangkut soal stamina dan mental bertanding. Diserang hampir sepanjang laga, Asnawi dan kawan kawan tetap melawan. Tak lelah, tak patah semangat apalagi minder. Itu hebat.

Tapi mesti diakui, soal kualitas teknik, dan cara bermain sepak bola, timnas masih keteter. Asnawi dan kawan kawan, mungkin masih empat tingkat di bawah Argentina.

Kekuatan kualitas timnas belum beranjak, masih sebatas Asean. Seimbang dengan Vietnam, Thailand juga Malaysia.

Setingkat di atas timnas, ada kekuatan tim Asia kelas dua, seperti Qatar, Bahrain, Cina, Irak dan Korut.

Lalu setingkat di atas lagi ada Jepang, Korsel, Iran, dan Arab Saudi. Di tingkat ini termasuk beberapa kekuatan tim Eropa, seperti Yugoslavia, Rumania, Serbia dan tim Afrika, seperti Nigeria dan Maroko.

Kemudian di atas lagi, kekuatan tim-tim dunia kelas dua. Di sini ada Belanda, Kroasia, Belgia, Portugal juga Uruguay, dan Kolombia.

Sedangkan tingkat paling atas dihuni para tim kiblatnya sepakbola: Argentina, Brasil, Jerman, Perancis juga Spanyol.

Pesan moralnya, kalau timnas kita bisa tampil di piala dunia, karena faktor jadi tuan rumah, seperti World Cup U-20 lalu, janganlah ditolak lagi. Sebab, itulah  satu-satunya jalan untuk timnas kita bisa mentas di kompetisi tingkat  dunia.

Kecuali, kalau kita mampu menaturalisasi 15 pemain sepak bola kelas satu Brasil. Tapi janganlah sampai begitu. Malu kita. Apa kata dunia nanti. Hahahaha...