Masa Tanggap Darurat di Palu-Sigi-Donggala Dinilai Layak Diperpanjang

korban tsunami palu-1
korban tsunami palu-1 (Foto : )
www.antvklik.com
- Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat mengatakan, masa tanggap darurat bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah selayaknya diperpanjang. Alasannya, banyak variabel yang perlu dikaji dan ini tidak bisa diselesaikan dalam hitungan 14 hari sebagaimana ketentuan masa tanggap darurat.“Besar kemungkinan masa tanggap dapat diperpanjang. Karena kita belum punya sebuah model pintu masuk ke sebuah transisi dari tanggap darurat ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Banyak hal yang harus dikaji terlebih dulu,” kata Harry di Palu, Sabtu (6/10). Masa tanggap darurat berlangsung dari Sabtu (29/9) sampai dengan Kamis (11/10).Salah satu yang penting dikaji, menurut Harry, adalah bagaimana menyikapi fenonema likuifaksi di kawasan Petobo, Palu. Banyak pertanyaan akademis yang perlu dijawab, seperti apakah di atas tanah tersebut bisa didirikan bangunan?“Kalau secara kasat mata, kawasan itu sudah tidak bisa dibuat permukiman lagi. Itu artinya apakah mereka akan dipindahkan? Kalau dipindahkan ke lokasi baru, berarti perlu studi sebelum memasuki masa transisi semuanya,” katanya.Harry mengajak publik berkaca pada pengalaman penanganan bencana gempa bumi di Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurut Harry, NTB didesain agar segera setelah masa tanggap darurat bisa memasuki masa transisi dan dilakukan pembangunan hunian tetap.“Namun, besarnya tantangan membuat pelaksanaan di lapangan tidak selalu sesuai rencana. Dari 80.000 rumah terdampak bencana, sekarang ini baru terbangun sekitar 2.000 rumah,” kata Harry.Ia mendukung keinginan untuk mempercepat masa transisi di Sulawesi Tengah. Namun kecepatan juga tidak mudah diwujudkan karena rehabilitasi juga membutuhkan sinergi dengan intansi lain. “Yang juga penting dicatat, semua upaya ini memerlukan kerja sama lintas instansi. Tidak bisa kita bekerja sendiri,” katanya.

Korban Tewas Terus Bertambah

Gempa 7,4 Skala Richter yang mengguncang Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong pada Jumat, (28/9) lalu yang  disusul likuifaksi dan tsunami menimbulkan banyak kerusakan dan korban jiwa. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Minggu (7/10), sudah 1.763 orang tewas.Kepala Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa jumlah korban bertambah karena tim terus melakukan pencarian.Menurut Sutopo, korban tewas terbanyak di Kota Palu, yaitu 1.519 orang. Di Donggala sebanyak 159 orang, 69 orang di Sigi, 15 orang di Parigi Moutong dan 1 di Pasangkayu. Sedangkan korban hilang 265 orang, korban luka 2.632 orang dan yang diduga masih tertimbun 152 orang.Sutopo mengatakan jumlah korban jiwa masih bisa bertambah karena banyak korban yang tertimbun belum berhasil dievakuasi. Pencarian korban akan terus dilakukan hingga 11 Oktober mendatang. Setelah itu, pencarian tetap dilanjutkan tetapi jumlah personel dan peralatan dikurangi.