VKTR dan PENS Petakan Potensi Industri Ekektrifikasi Transportasi Indonesia

Direktur Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas (VKTR) Gilarsi W. Setijono.
Direktur Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas (VKTR) Gilarsi W. Setijono. (Foto : VKTR)

Antv –PT VKTR Teknologi Mobilitas (VKTR – atau disebut ‘Vektor’) bekerjasama dengan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Pemetaan Potensi Membangun Industri Elektrifikasi Transportasi Indonesia” dan pameran teknologi, di Kampus PENS, Surabaya, Selasa (29/11/2022).

Dikatakan, FGD ini adalah ikhtiar kedua pihak untuk bersama-sama mengkaji lebih dalam potensi industri elektrifikasi transportasi di Indonesia, serta pengembangannya ke depan.

Direktur PENS Aliridho Barakbah mengatakan bahwa selain VKTR, pihaknya juga mengundang sejumlah institusi seperti Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), PT PLN (Persero), dan PT INKA (Persero) untuk berpartisipasi secara langsung dalam diskusi tersebut.

“Kami berharap melalui FGD ini semua pihak bisa saling bersinergi lebih solid demi memetakan industri elektrifikasi transportasi, mengidentifikasi kendala, potensi dan peluangnya sehingga dapat segera kami kembangkan bersama-sama,” ucap Aliridho.

Aliridho juga menambahkan bahwa PENS dan VKTR sekaligus menggelar pameran teknologi di saat yang sama. Salah satunya, mereka memamerkan keberhasilan kolaborasi kedua pihak dalam mengubah sepeda motor bermesin motor bakar konvensional menjadi sepeda motor bertenaga motor listrik, dengan teknologi yang disebut retrofit.

“Saya kira ini pencapaian penting. Kita, masyarakat Indonesia, membutuhkan teknologi yang terjangkau untuk memperbanyak moda transportasi ramah lingkungan, sekaligus dapat membantu pencapaian target zero emission di Indonesia secara lebih cepat,” tegas Aliridho.

Direktur Utama VKTR Gilarsi W. Setijono meyakini bahwa pilihan me-retrofit sepeda motor konvensional menjadi sepeda motor listrik ini dapat menjadi solusi tambahan bagi pemerintah dan masyarakat luas dalam upaya mengurangi polusi di perkotaan di Indonesia, memanfaatkan teknologi yang tepat guna dengan ongkos yang relatif terjangkau.

“Yang pasti, teknologi retrofit ini bukan sebuah rocket science dan relatif mudah diaplikasikan. Karenanya kami optimis bahwa metode yang kami tawarkan ini dapat cepat diterima oleh masyarakat secara luas dan tentunya mendapat dukungan penuh dari pihak pemerintah dan dunia usaha khususnya,” tandas Gilarsi.

Gilarsi menjelaskan fakta bahwa Indonesia saat ini merupakan negara ketiga dengan pengguna sepeda motor terbanyak di dunia, dimana sekitar 85 persen rumah tangga di Indonesia setidaknya memiliki satu unit sepeda motor dan menjadikannya sebagai alat transportasi utama.

Menurut survei yang pernah dilakukan oleh Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), kata Gilarsi, jumlah sepeda motor di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 80 juta, dengan 15 juta di antaranya digunakan untuk melewati kota Jakarta setiap harinya.

Tantangan

Dalam FGD, Gilarsi memaparkan sejumlah tantangan yang saat ini dihadapi pelaku industri elektrifikasi transportasi di tanah air.

Beberapa di antaranya saling terkait, seperti teknologi yang masih dini dan minimnya pilihan kendaraan listrik di pasaran. Disamping itu, infrastruktur pendukung seperti SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) juga belum disiapkan. Ketiga faktor tersebut turut mempengaruhi harga akhir yang masih relatif tinggi.

“Faktor-faktor itu akhirnya membuat masyarakat kita merasa bahwa kendaraan listrik saat ini belum terlalu dibutuhkan,” terang Gilarsi.

“Bagaimanapun juga, industrialisasi kendaraan listrik ini harus dibangun dan dikembangkan di Indonesia. Saat ini di seluruh dunia, elektrifikasi memang menjadi salah satu yang diandalkan menjadi industri inti masa depan,” kata Gilarsi berpendapat.

“Tantangannya adalah, beberapa hal mendasar perlu disiapkan terlebih dahulu seperti regulasi standar kendaraan listrik yang idealnya dapat segera diterbitkan Pemerintah, dalam waktu yang tidak terlalu lama”, lanjut Gilarsi.

Untuk mempercepat tumbuhnya industri ini memang diperlukan serangkaian ketentuan yang jelas; seperti aturan terkait operasional angkutan umum kendaraan listrik, kendaraan baru & kendaraan hasil retrofit, regulasi terkait dengan infrastruktur kendaraan listrik, aturan teknis produksi dan penggunaan baterai, hingga ketentuan terkait insentif pembiayaan dari Pemerintah untuk kendaraan listrik.

“Kita juga perlu meningkatkan keterjangkauan dengan menumbuhkan pabrikan lokal. Secara langsung hal ini akan menaikkan nilai ekonomis, sekaligus mematuhi aturan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN),” sebut Gilarsi.

Di akhir diskusi, Gilarsi menegaskan pihaknya tengah dan akan terus menjalin sinergi dan memperkuat koordinasi dengan pihak regulator, pelaku industri, dan instansi akademik, terutama berkenaan dengan skema bisnis dan pengembangannya di masa depan.

“Kami perlu lebih memperluas kerja sama dengan pelaku-pelaku industri di dalam ekosistem elektrifikasi ini. Dan yang paling penting, sebagai salah satu pelopor di industri ini, tentu kami akan selalu membutuhkan dukungan pemerintah dalam setiap tahap pengembangan,” kata Gilarsi menutup pemaparannya.