Rutin Minum Air Putih Bisa Mengurangi Risiko Gagal Jantung

Rutin Minum Air Putih Bisa Mengurangi Risiko Gagal Jantung
Rutin Minum Air Putih Bisa Mengurangi Risiko Gagal Jantung (Foto : )
Penelitian terbaru mengungkap bahwa minum air putih dalam jumlah memadai dan mempertahankan kebiasaan tersebut bisa mengurangi risiko gagal jantung.
Air putih memiliki beragam manfaat, di antaranya, mencegah dehidrasi, mencegah tubuh lemas, mencegah melemahnya otot, menjaga kesehatan ginjal dan otak, dan lain-lain. Penelitian terbaru bahkan membuktikan bahwa risiko gagal jantung bisa dicegah jika kita meminum air putih.  Meminum air putih dalam jumlah memadai dan mempertahankan kebiasaan tersebut bisa mengurangi risiko gagal jantung. Dilansir dari
Futurism, hasil penelitian tersebut dipresentasikan dalam konferensi European Society of Cardiology baru-baru ini. Sayangnya, para peneliti dari National Institutes of Health mengungkap, banyak orang tak mencapai standar minimum dalam hal meminum air putih.  "Studi kami menunjukkan, menjaga hidrasi tubuh dapat mencegah atau setidaknya memperlambat perubahan di dalam jantung yang menyebabkan gagal jantung.” Kata penulis studi, Natalia Dmitrieva, yang juga peneliti di National Heart, Lung, and Blood Institute.  Para peneliti menemukan bahwa asupan cairan harian sekitar 2-3 liter per hari (untuk pria) dan 1,6 -2,1 liter per hari (untuk wanita) bisa mencegah risiko gagal jantung. Memenuhi asupan air putih juga dapat mencegah dehidrasi dan memberikan efek perlindungan.  Apabila asupan cairan kurang dari jumlah yang disebutkan, konsentrasi natrium atau garam di dalam tubuh seseorang menjadi terlalu tinggi dan meningkatkan risiko gagal jantung. Satu hal yang menjadi catatan, memenuhi asupan cairan adalah tindakan jangka panjang. Karena itu, cara ini tidak akan membantu mencegah risiko gagal jantung jika kita tidak konsisten. "Wajar jika kita berpikir hidrasi dan natrium serum berubah dari hari ke hari tergantung dari seberapa banyak kita minum air setiap hari. Namun, konsentrasi natrium serum tetap berada di kisaran yang sama, hal ini kemungkinan terkait dengan kebiasaan mengonsumsi cairan,” kata Dimietrieva.