FKMTI : Punya Sertifikat Belum Tentu Aman. Ini Fakta 20 Tahun (Belum Tuntasnya) Reformasi

KETUA FKMTI di FKUI
KETUA FKMTI di FKUI (Foto : )
Setelah dua puluh tahun reformasi praktek Kolusi Korupsi Nepotisme ternyata masih berjalan mulus di negeri ini. " Anda punya sertifikat tanah? Jangan kira aman. Masih bisa diserobot dan tiba-tiba menjadi SHGB pengusaha besar. korbannya ada di sini" Ungkap Ketua FKMTI (Forum Korban Mafia Tanah Indonesia) SK Budiarjo saat diskusi "20 tahun (Belum Tuntasnya) Reformasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba , Jakarta, Sabtu (19/5/2018).
Pernyataan Budiarjo tersebut mewakili suara korban mafia tanah dalam  Peringatan Reformasi 98 digelar Ikatan Alumni UI (LUNI)di Fakultas  Kedokteran Universitas Indonesia, Dalam alam acara tersebut,  selain rektor UI DR Ir Muhammad Anis dan Ketua Iluni Arief Hardono,  hadir  sejumlah  tokoh alumni UI yang terlibat langsung dalam gerakan awal Reformasi . Mereka antara lain, Haryadi Dharmawan, Agus Muldya, Adhi FN, Teten d Richard, Tommy Suryatama, Muhammad Idris, taufik basari dan lain-lain. Hadir juga alumni ITB yang jadi sekutu alumni UI dalam gerakan reformasi, Andi Sahrandi. Sejumlah aktivis Keluarga Besar  Universitas Indonesia (KBUI) jadi pembicara dalam sesi Korupsi,kolusi nepotisme.
Reformasi telah berjalan 20 tahun pasca tumbangnya rezim Orde Baru. Salah satu agenda reformasi yang digaungkan gerakan mahasiswa saat itu adalah memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Namun, Faktanya upaya pemberantasan KKN belum tuntas. Buktinya ,sudah  banyak pejabat negara dicokok KPK dan aparat penegak hukum lain dan masih banyak yang menanti proses hukum susulan.
Budiarjo ketua  FKMTI telah menemukan sejumlah fakta di depan mata bahwa praktek Kolusi dan korupsi di instansi pemerintah yang berkait  urusan tanah hingga kini masih terjadi.  Dalam rilisnya, FKMTI tentu mendukung upaya presiden Jokowi untuk mewujudkan reformasi agraria. untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Namun FKMTI menilai reformasi Agraria tidak cukup hanya dengan mempercepat proses sertifikasi terhadap tanah milik rakyat. Sebab, FKMTI justru  menemukan banyak terjadi di berbagai wilayah, tanah milik  rakyat baik yang berstatus girik maupun sertifikat bisa dikuasai secara sepihak oleh pengusaha besar/konglomerat.
Modus penyerobotan tanah tersebut hampir serupa di berbagai wilayah.
[caption id="attachment_100321" align="alignnone" width="900"]FKMTI gelar spanduk Warga yang tergabung dalam Forum Korban Mafia Tanah gelar spanduk usai diskusi 20 tahun (belum tuntasnya) Reformasi  di FK UI, Jakarta[/caption]
Modus tersebut antara lain:
 1. Girik /sertifikat milik rakyat digelapkan, dihilangkan dan dimanipulasi bahkan dalam hal pengukuran tanah, menghilang berkas/warkah tanah ketika ada perkara. Kemudian BPN keluarkan SHGB baru. Warga yang protes kemudian ditantang gugat ke pengadilan meski hasilnya telah diprediksi menuai kekalahan.
 2. Lalu pengadilan dijadikan sebagai alat mengulur waktu, baik oleh BPN maupun pihak penyerobot tanah warga. Jika suatu hari terbongkar, kasus penyerobotan tanah seperti itu akan disiapkan kambing hitamnya. Padahal kasus tersebut adalah kesalahan oknum atau pegawai rendahan, sehingga mafia penyerobot tanah tidak terkena jerat hukum. Jika akhirnya pengadilan memenangkan korban penyerobotan tanah, BPN pun akan berkelit dengan berbagai cara untuk tidak segera mengembalikan hak atas tanah milik korban.Ini dialami anggota FKMTI
3. Tanah yang sejatinya tidak dibeli sesuai aturan, tetap digunakan dan dijual mahal. Sehingga jika kasusnya terbongkar, pihak tertentu telah memiliki keuntungan yang berlipat, dan tak merasakan kerugian apapun jika diharuskan membayar oleh pengadilan.BPN terindikasi bekerja sama dengan penyerobot tanah, karena menggunakan sarana yang sama, yaitu menyerahkan prosesnya ke Pengadilan bahkan ketika pengadilan memenangkan korban perampasan tanah
4. BPN sebetulnya punya kewenangan untuk membatalkan sertifikat yang nyata-nyata Maladministrasi tanpa melalui pengadilan.
Denga fakta-fakta tersebut maka FKMTI meminta Presiden Jokowi dapat menggunakan kewenangannya sebagai kepala negara dan pemerintahan yang tengah memimpin program reformasi agraria untuk :
1. Mengingatkan Kepala BPN dan Jajaran agar tidak bersengkongkol dengan mafia tanah atau justru melindungi kepentingan penyerobot tanah.
2. Memerintahkan BPN agar menggunakan kewenangannya untuk membatalkan sertifikat jika nyata-nyata terjadi cacat administrasi dalam proses pembuatan sertifikat yang dilakukan oleh oknum BPN sendiri. Adalah janggal jika kesalahan dari oknum BPN sendiri baik sengaja maupun tidak, rakyat yang dirampas haknya justru disuruh membuang waktu dan biaya.  Sebab sudah menjadi rahasia umum jika saat ini pun masih bercokol mafia peradilan dengan masih banyaknya aparat penegak hukum yg justru ditangkap kpk terkait jual beli perkara. Tetapi jika korban penyerobotan tanah sudah menang di pengadilan, tetap akan dipersulit oleh oknum BPN untuk memperoleh hak atas tanahya yang sudah berganti surat kepemilikan
 3.Jika presiden tidak mungkin mengintervensi peradilan maka saran bpn ke pengadilan adalah upaya cuci tangan sistematis atas kecerobohan oknumnya sendiri  agar rakyat kesulitan memperoleh hak atas tanahnya sendiri. Padahal BPN berhak membatalkan sertifikat yg terbukti maladministrasi sesuai Peraturan Kepala BPN.
 4. Jika kongkalingkong ini terus dibiarkan tanpa ada solusi maka jangan heran suatu saat nanti ratusan ribu sertifikat yg telah dibagikan presiden kepada rakyat dengan sangat mudah beralih menjadi SHGB milik konglomerat. Selain itu, warga yang membeli rumah dari pengembang akan berhadapan dengan warga pemilik asal tanah, baik di jalanan maupun di pengadilan. Sementara para penyerobot tanah yang sudah meraup keuntungan berlimpah bisa membawa kabur uang hasil menjual tanah rampasan. Jika hal ini dibiarkan, reformasi agraria yang semula bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat ternyata justru malah mengabadikan penderitaan korban penyerobotan tanah.
5. Jika dibentuk Tim Pemberantasan Mafia Tanah oleh Presiden maka yang pertama-tama harus disasar adalah oknum BPN mulai dari tingkat tertinggi hingga tingkat terendah. Jika ini tidak dilakukan, Mafia perampas tanah rakyat akan tetap meralela hanya berganti kepala. Hal ini harus dilakukan jika pemerintahan Jokowi bersungguh-sungguh ingin mewujudkan reformasi agraria untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Berikut sejumlah contoh kasus penyerobotan tanah yang terjadi  tidak jauh dari Jakarta, Pusat Pemerintahan :
1. Tanah girik warga marunda bekasi, girik belum dijual tetapi puluhan ha tanah tsb sudah menjadi SHGB konglomerat
2. Girik digelapkan dan sudah berkekuatan hukum tetap  di  Serpong, tiba2 jadi SHGB konglomerat.
3 tanah sertifikat digelapkan  di bintaro, tetiba masuk kawasan shgb pengembang.
4. Tanah girik 45,  seluas 65 ha garapan warga di cijeruk bogor tetiba manjadi shgb milik konglomerat, dan lain-lain.
5.Tanah dan bangunan di Kebayoran Baru sudah bersertifikat dan menang di PTUN namun masih dikuasai pihak lain.
6.Tanah girik  seluas 1 ha di Cengkareng tetiba jadi SHGB konglomerat meski warkah letak tanahnya berbeda lokasi sejauh 5 kilometer.
Jika di Jabodetabek hal ini bisa terjadi maka hal serupa pasti juga tejadi di wilayah lain. Bila tak segera diselesaikan kemungkinan yang akan terjadi : 1. Bukan hanya tdk adil bagi yg tanahnya dirampas tapi akan mengadu domba masyarakat ketika pengembang sdh pergi dari lokasi spt yg terjadi pada perumahan Fahri hamzah, Wakil Ketua DPR . 2.membuat bank menjadi berisiko karena punya jaminan yang sesungguhnya masih bersengketa. 3.akan membuat mafia tanah terus meluas baik kelompok dan area kerjanya ke berbagai daerah dan akan membuat ketidakpastian hukum juga investasi.
Nah, Sofyan Jalil adalah alumni Fakultas Hukum UI (FHUI ) yang kini duduk sebagai orang tertinggi di bidang pertanahan sebagai menteri Agrasia dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertahanan Nasional Di posisi manakah Sofyan Jalil akan berdiri? membela para mafia tanah, atau sebaliknya?.Kalau ingat pesan Haryadi Dharmawan  harusnya jelas dalam mengambil sikap. Sebab menurut dokter yang juga tentara ini, Mahasiswa dan alumni UI jangan sampai kehilangan marwah perjuangan untuk membela hak-hak rakyat yang ditindas oleh penguasa! "Tiada Kata Jera dalam Perjuangan. Kepal Jari jadi Tinju!