Begini Modus Mafia Tanah, Basmi Dong, Pak Jokowi dan Tolong Korbannya !

MANSYUR1
MANSYUR1 (Foto : )
Marunda
 , Bekasi. Tanah mereka yang berstatus girik kini dikuasai pengembang yang berbisnis pergudangan. Sobri salah satu warga mengaku ada sekitar 90 ha tanah girik warga yang belum dibayar tetapi sudah dikuasai perusahaan. Warga masih memiliki bukti girik dan membayar PBB . Dan seperti Adhi, Rusli , tanah milik kakek  Sobri dan warga marunda lainnya juga ditawar murah. " Kami tidak terima kalau dibayar sekadar uang kerohiman. Itu tanah nenek moyang kami. Tidak pernah kami jual. Sebalinya, kami juga tidak menuntut harga pasaran. Yang wajar aja" Ungkap Sobri saat mendatangi Fakultas Hukum UI .Selain menyasar warga di pinggiran Jakarta, Mafia tanah juga merambah ke kaki Gunung. Adalah H Mansyur,(66) sesepuh warga Cijeruk akhirnya berkirim surat kepada Jokowi. Pasalnya, tanah garapan warga desa  seluas lebih kurang enam puluh lima hektar ini dikuasai oleh sebuah perusahaan yang sudah mempunyai sertifikat tanah. Padahal ia belum pernah diajak bicara atau membuat surat alih garapan kepada pihak lain."Dari mana alas buat sertfikat, kami belum pernah oper alih garapan, tidak pernah menjual. kok bisa keluar sertifiat"ungkap H mansyurH. Mansyur sulaiman sempat melihat di media Presiden Jokowi membagi-bagikan sertifikat tanah.  Karena itu,  iapun memberanikan diri menulis surat ini kepada presiden . Harapannya tentu Presiden Jokowi mengirimkan utusan kepada kakek dengan memberikan solusinya . Sebab status tanah yang ia garap kini telah beralih kembali ke perusahaan besar.Tentu masih banyak rakyat negeri ini yang nasibnya serupa terjebak modus mafia tanah. Modusnya  menurut ara korban yaitu, bersengkongkol dengan oknum di kelurahan/desa dengan menggelapkan girik, bersengkongkol dengan oknum BPN, menawar dengan harga murah, menakut-nakuti warga dengan menggunakan oknum aparat keamanan, dan bersengkokol dengan mafia peradilan. H Mansyur dan warga lain menunggu solusi dari Presiden Jokowi .Mampukah Presiden Jokowi membereskan masalah ini jika hingga kini kepala BPN tidak berani bicara secara terbuka bolehkan tanah sengketa dibuat sertifikat?  Laporan Mely Kasna dari Depok, Anggit Gunadi dari Banten , dan Usep Syarifudin dari Bogor