Membangun Kemampuan Resiliensi Karyawan di Tengah Pandemi

webinar
webinar (Foto : )
Resiliensi dapat diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi. Yakni saat dihadapkan pada tekanan baik dari internal maupun eksternal.
Sudah bukan rahasia lagi, perekonomian Indonesia tersungkur karena pandemi yang telah melanda selama setahun lebih. Pembatasan sosial untuk mengatasi penyebaran pandemi, berimbas pada kesulitan untuk melakukan kegiatan ekonomi.Sektor usaha tidak bertumbuh dan mengalami kerugian. Menurut Global Talent Trend Mercer 2021 – edisi Indonesia, 73% perusahaan di Indonesia mengalami dampak negatif dari pandemi secara finansial.Keadaan tersebut membuat banyak perusahaan mengambil langkah drastis untuk menyelamatkan usahanya. Dalam setahun ini, banyak perusahaan memotong gaji, merumahkan. Bahkan memberhentikan karyawannya.Dalam beberapa liputan media, Menteri BUMN dan juga Ketua BPS menyebutkan bahwa sekitar 2.5 juta pekerja mengalami PHK. Yakni sebagai akibat dari pandemi.Mengingat tekanan dan masalah yang dialami oleh karyawan. Serta pentingnya resiliensi sebagai salah satu alat pertahanan dalam menghadapi situasi pandemi. Maka dirasa perlu melakukan penelitian yang bisa menggambarkan kondisi resiliensi orang Indonesia, khususnya para karyawan.Penelitian ini sendiri adalah bagian dari Dies Natalis ke 61 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Tim peneliti merupakan para alumni Fakultas Psikologi dari angkatan 1989, 1990 dan 1991. Hasil penelitian ini kemudian disajikan dalam bentuk webinar pada Sabtu 14 Agustus.Resiliensi sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes. Yakni saat dihadapkan pada tekanan baik dari internal maupun eksternal.Dalam webinar ini dikemukan, resiliensi sebagian karyawan tergolong rendah  dan sebagian lainnya normal.Artinya, responden cenderung tidak tahan menghadapi stres. Jika dihadapkan pada situasi emosional, mereka cenderung mudah terpukul.Mereka juga cenderung pesimis dalam memandang masa depan. Namun demikian, keinginan dan semangat untuk kembali ke kondisi sebelumnya cukup tinggi.Di sisi lain, tingkat kesehatan mental mereka tergolong tinggi.Hal ini sejalan dengan pengukuran depresi yang dilakukan dalam penelitian ini, 64,5% karyawan tidak memiliki gangguan depresi. Atau hanya mengalami gejala depresi ringan.Sebagian besar karyawan merasa puas dan agak puas atas hidup mereka.Hal ini menunjukkan bahwa mereka sebenarnya merasa sudah mencapai apa yang dicita-citakan, namun masih ada keinginan yang belum terpuaskan.Kondisi pandemi yang berkepanjangan ini bisa menimbulkan emosi negatif sekaligus gangguan depresi pada karyawan.Hal ini perlu dicermati, baik oleh karyawan secara pribadi maupun organisasi.Peningkatan resiliensi pada karyawan dapat dilakukan dengan membangun optimisme, memunculkan emosi positif. Terutama dalam berbagai ranah kehidupan, merawat pertemanan dan kehidupan sosial, sekaligus kehidupan rohani-spiritual.Hasil penelitian ini dipaparkan oleh Isdar Andre Marwan, S.Psi, Psikolog, sebagai anggota Tim Riset, dan diperkaya dengan tanggapan dari Dr. Endang Parahyanti,  M.Psi., M.M, Psikolog dan Ir. Aloysius Budi Santoso, M.M, dengan dimoderasi oleh Dr. Ismarli Muis, S.Psi., Psikolog.Dalam konteks organisasi, menurut Isdar yang sekaligus Ketua Panitia Dies Natalis,”Perusahaan sangat disarankan untuk membuat kegiatan yang dapat membangun emosi positif dan optimisme. Kreativitas dengan mengembangkan ide-ide baru juga perlu dilakukan, Yakni untuk menghindari kebosanan akan situasi rutin bagi para karyawan,” lanjutnya,“Kondisi bekerja dari rumah (work from home) bukan alasan untuk tidak mampu menjalin  hubungan sosial yang baik. Entah itu antar karyawan maupun antara atasan dan bawahan. Perusahaan juga dapat menyediakan layanan konseling bagi karyawan yang mengalami kesulitan psikologis agar terhindar dari gangguan depresi,” bebernya.Para penanggap lainnya memberikan pandangan yang sama bahwa kondisi pandemi diupayakan menjadi suatu peluang. Yaitu untuk memberikan kinerja yang lebih produktif dan efektif. Terutama dengan adanya keterlibatan emosi secara positif antar kayawan maupun dengan manajemen.Hal ini diungkapkan oleh Endang Parahyanti dan Budi Santoso selaku penanggap.“Fakultas Psikologi UI memandang perlu melihat kesiapan mental karyawan di berbagai sektor usaha atau lembaga. Itu agar dapat memberikan wawasan dalam membantu usaha intervensi. Yaitu guna meningkatkan kemampuan resiliensi para karyawan. Hal ini juga dilakukan pada karyawan dalam lingkungan kampus Fakultas Psikologi UI,” ujar Dekan Fakultas Psikologi UI, Dr. Tjut Rifameutia Umar Ali, M.A.Dalam Webinar ini  Aloysius Budi Santoso memaparkan implementasi resiliensi dalam korporasi.Menurut Budi Korporasi berperan sangat sentral dalam menginisiasi peningkatan resiliensi karyawan.Banyak hal yang dapat dilakukan oleh korporasi seperti menjadikan tempat kerja sebagai keluarga yang saling mendukung.Budi juga mengingatkan agar koporasi tidak mudah menjatuhkan punishment kepada karyawan. Dukungan dari lingkungan kerja ini akan memberikan efek emosi positif.Efek emosi ini pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan karyawan dalam resiliensi sehingga memberikan peningkatan produktifitas kerja.Dari hasil penelitian ini juga diperoleh hasil emosi positif yang ada pada individu lebih banyak memiliki pengaruh resiliensi ketimbang efek religuilitas.Ini adalah sebuah tantangan bagi masyarakat  Indonesia yang terkenal sangat religius.