Layangkan Surat ke Jokowi, Muhammadiyah Minta PSBB di Pulau Jawa Selama 3 Minggu

Layangkan Surat ke Jokowi, Muhammadiyah Minta PSBB di Pulau Jawa Selama 3 Minggu
Layangkan Surat ke Jokowi, Muhammadiyah Minta PSBB di Pulau Jawa Selama 3 Minggu (Foto : )
Pimpinan Pusat Muhammadiyah meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi bisa menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), khususnya Pulau Jawa selama tiga minggu. Permintaan ini lantaran lonjakan kasus covid-19.
Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) PP Muhammadiyah, Agus Samsuddin menyampaikan surat permintaan itu dan sudah dikirim ke Jokowi pada Selasa (29/6/2021) kemarin."Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah perlu menerapkan kembali kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti pada awal pandemi, paling tidak untuk seluruh provinsi di pulau Jawa selama minimal tiga minggu," katanya, Rabu (30/6/2021).Namun, lanjutnya, tentunya kebijakan ini mesti didukung dengan penegakan hukum yang tidak tebang pilih. Pun, penindakan tegas kepada para penyebar informasi yang menyesatkan atau hoax. Selain itu, penting juga jaminan sosial bagi warga terdampak secara ekonomi selama PSBB diberlakukan.Dia menjelaskan alasan pihaknya meminta demikian karena jumlah angka kasus covid-19 yang terjadi di Indonesia mengalami lonjakan yang signifikan.Agus merincikan pada 27 Juni 2021 mencapai 21.342 kasus baru covid-19 dalam sehari yang tersebar di 33 provinsi. Kini, angka kasus yang terjadi di Tanah Air sudah mencapai 2.115.304 terhitung sejak diumumkan pemerintah kali pertama pada 2 Maret tahun lalu.Kemudian, angka positif
rate juga mengalami peningkatan tajam menjadi >20% pada 16 provinsi. Hal ini merujuk vaksin.kemkes.go.id.Ia menambahkan saat ini ada lima provinsi dengan penambahan kasus baru covid-19 tertinggi. Kelima provinsi itu yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DIY.Menurutnya, peningkatan jumlah kasus secara tajam mengakibatkan risiko kolapsnya fasilitas layanan kesehatan di Indonesia. Hal ini mempengaruhi kurangnya ruang perawatan pasien covid-19.Selain itu, kurangnya jumlah tenaga kesehatan dan kurangnya suplai logistik medis seperti oksigen, alat pengaman diri (APD) berserta obat-obatan yang diperlukan.Begitupun tingkat keterisian pasien covid-19 di rumah sakit atau Bed Occupancy Rate (BOR) sudah melebihi 90 persen di sejumlah daerah. Sementara itu, fasilitas isolasi mandiri di luar fasilitas pelayanan kesehatan yang layak juga masih terbatas.Agus menuturkan, keterbatasan fasilitas isolasi mandiri ini menyebabkan banyaknya angka kunjungan ke rumah sakit melonjak. Pun, juga menyebabkan rumah sakit tidak mampu menampung dan merawat pasien secara optimal."Banyak pasien harus menunggu di IGD dan bahkan banyak yang tidak bisa mendapat perawatan di rumah sakit karena rumah sakit sudah tidak bisa lagi menerima pasien covid-19," jelasnya.Ia menambahkan, beberapa faktor pemicu lonjakan juga karena munculnya varian baru covid-19 yang masuknya ke Tanah Air seperti Alpha, Beta dan Delta. Kata dia, varian baru itu memiliki tingkat penularan yang tinggi.Adapun, pemberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skala mikro dinilai tidak efektif untuk menekan mobilitas warga baik yang masuk dari luar negeri maupun perpindahan antar daerah."Sementara ketaatan warga terhadap protokol kesehatan yang sangat rendah dan pencapaian vaksinasi covid-19 yang masih sangat minim," katanya.Maka itu, dengan kasus covid-19 yang melonjak, ia meminta pemerintah menjamin ketersediaan fasillitas layanan kesehatan dengan memastikan ketersediaan ruang perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.Selain itu, menurutnya, perlu juga fasilitas isolasi pasien tanpa gejala di luar fasilitas pelayanan kesesehatan, jaminan ketersediaan perangkat medis, alat pengaman diri, hingga pasokan oksigen medis dan obat-obatan yang diperlukan."Pendirian rumah sakit darurat di berbagai daerah di Jawa mendesak dilakukan untuk merespons banyaknya rumah sakit yang tidak mampu menerima pasien covid-19 lagi karena penuh," ujar Agus, seperti dikutip dari viva.co.id.