Sampaikan Petisi Uji Materi UU Cipta Kerja ke MK, KSPI: Hakim MK Harus Profesional dan Transparan

Sampaikan Uji UU Cipta Kerja ke MK, KSPI: Hakim MK Harus Profesional dan Transparan
Sampaikan Uji UU Cipta Kerja ke MK, KSPI: Hakim MK Harus Profesional dan Transparan (Foto : )
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta kepada Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) supaya profesional dan transparan dalam memeriksa perkara pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law.
Permintaan Said Iqbal agar Hakim MK profesional dan transparan itu diutarakan saat demo memperingati Hari Buruh Internasional dan menyampaikan petisi ke Gedung MK, Jakarta, Sabtu (1/5/2021).“Melalui petisi ini, buruh Indonesia merasa perlu untuk kembali mengingatkan kepada Yang Mulia Hakim Konstitusi agar dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pengujian Undang-Undang Cipta Kerja dapat benar-benar mendasari pada keyakinan hati nurani,” katanya.Ia berharap Hakim Konstitusi tidak semata berorientasi pada kebenaran yang bersifat formalistik, namun berupaya menggali kebenaran sejati, memperhatikan aspirasi dan perjuangan kaum buruh sebagai bagian dari nilai-nilai moral dan politik yang hidup di masyarakat (konstitusi tidak tertulis).“Serta mampu menunjukkan kekuasaan MK sebagai penjaga marwah konstitusi, pelindung hak-hak konstitusional warga negara, dan pelindung hak asasi manusia,” ujar Said.Menurut dia, pembentukan UU Cipta Kerja bukan hanya menyimpang dari aspek materiil saja, tapi juga aspek formil telah menimbulkan kerugian konstitusional bagi pekerja dalam memperoleh perlindungan dan kepastian hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.“Pertama, penyusunan RUU Cipta Kerja dalam Prolegnas tidak memiliki dasar yuridis. Kedua, pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi teknik penyusunan UU,” ujar Presiden KSPI, dikutip dari viva.co.id.Ketiga, kata Said Iqbal, pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi asas kejelasan rumusan. Keempat, pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan. Kelima, pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi asas keterbukaan.“Keenam, materi muatan UU Cipta Kerja mengalami perubahan pasca-disahkan secara materiil,” jelas dia.