Diduga Terlibat, Kiara Minta Komisi Pemberantasan Korupsi Usut 9 Penerima Izin Ekspor Lobster

lobster
lobster (Foto : )
Sekretaris Jenderal Kiara, Susan Herawati, mengakui pemberian izin ekspor benih lobster itu memang “sangat-sangat bermasalah” sejak dari awal, khususnya soal ketiadaan transparansi dan akuntabilitas.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengapresiasi langkah-langkah cepat yang diambil oleh KPK, dalam merespons kasus dugaan korupsi perizinan ekspor lobster yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.Bahkan, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pernah mengingatkan KKP, bahwa dalam kebijakan pemberian izin ekspor lobster ini terdapat banyak potensi kecurangan. ORI menyebut izin ekspor benih lobster bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia."Sayangnya, Edhy Prabowo tidak mendengarkan penilaian tersebut," kata Susan seperti dikutip dari laman VIVA, Kamis (26/11/2020).Selain itu, Susan juga mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan dan pengusutan lebih dalam kepada sejumlah perusahaan, yang telah melakukan ekspor benih lobster berdasarkan izin yang telah diberikan oleh Edhy Prabowo.Setidaknya, lanjut Susan, per Juli 2020 ada sembilan perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster, yakni CV Setia Widara, UD Samudera Jaya, CV Nusantara Berseri, dan PT Aquatic SSLautan Rejeki. Kemudian ada juga PT Royal Samudera Nusantara, PT Indotama Putra Wahana, PT Tania Asia Marina, PT Indotama Putra Wahana, dan PT Nusa Tenggara budidaya.Susan juga mempertanyakan, jika PT Dua Putra Perkasa Pratama telah terbukti memberikan suap kepada Edhy Prabowo sebesar US$100 ribu atau setara Rp1,41 miliar, maka bagaimana dengan sembilan perusahaan lain yang telah melakukan ekspor benih lobster tersebut?"Apakah mereka tidak melakukan hal yang sama? Karena jika kesembilan perusahaan praktik gratifikasi dengan nominal yang sama kepada Edhy, maka setidaknya Edhy telah menerima uang lebih dari Rp10 miliar," ujar Susan.Dia menilai mekanisme pemberian izin ekspor bagi kesembilan perusahaan ini wajib diselidiki terus oleh KPK. Dia meminta agar KPK jangan hanya berhenti pada kasus yang menjerat Edhy Prabowo saja."Perlu pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut, supaya kasus ini terang benderang dan publik memahami betul duduk perkaranya," paparnya.Diketahui, KPK telah resmi menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, sebagai tersangka dugaan suap ekspor benih lobster. Selain Edhy, ada enam orang lain yang turut ditetapkan sebagai tersangka, satu di antaranya adalah pemberi suap.Mereka adalah Staf Khusus Edhy Prabowo, Safri Muis; pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi; staf istri Menteri KP, Ainul Faqih, Amiril Mukminin; Stafsus Edhy, Andreau Pribadi Misanta; dan Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito.Berdasarkan laporan KPK, Edhy Prabowo menerima suap dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama, Suharjito. Tujuannya agar perusahaan Suharjito ditetapkan sebagai eksportir benih lobster, melalui forwarder PT Aero Citra Kargo (PT ACK) sebagai satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Menteri Edhy.Dengan demikian, sejumlah perusahaan eksportir benih lobster harus menggunakan jasa PT ACK, dengan tarif Rp1.800 per benih. Perusahaan-perusahaan yang berminat kemudian mentransfer uang kepada PT ACK dengan total Rp9,8 miliar. Uang tersebutlah yang diduga kuat dijadikan suap untuk Edhy Prabowo.Berdasarkan temuan KPK, Edhy menerima Rp3,4 miliar dari PT ACK beserta US$100 ribu atau setara Rp1,41 miliar dari Suharjito. Sehingga, total yang Edhy terima yakni sebesar Rp4,8 miliar.