Tragis, TKW Setengah Baya Dipulangkan dalam Kondisi Buta Usai Disiksa

Tragis, TKW Setengah Baya Dipulangkan dalam Kondisi Buta Usai Disiksa  (Foto Dok. Disnaker Pati)
Tragis, TKW Setengah Baya Dipulangkan dalam Kondisi Buta Usai Disiksa  (Foto Dok. Disnaker Pati) (Foto : )
Sungguh tragis yang dialami seorang TKW asal Dukuh Ledok, Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Sugiyem (49).
Wanita setengah baya itu dipulangkan dalam keadaan buta dan tuli akibat penganiayaan majikannya di Singapura.Tidak hanya itu, penyiksaan demi penyiksaan yang acap kali ia terima selama bekerja sebagai asisten rumah tangga. Juga menyisakan banyak bekas luka di sekujur tubuh.Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani memastikan. Pihaknya tidak akan takut untuk membela harga diri bangsa.Termasuk membela hak Pekerja Migran Indonesia (PMI) Sugiyem (49), warga Pati, Jawa Tengah, yang mengalami kekerasan dari majikanya di Singapura.Apalagi para PMI tersebut mempunyai hak yang dijamin melalui perjanjian kerjasama antara majikan maupun perusahaan tempat mereka bekerja.“Atas nama harga diri bangsa. Atas nama merah putih, kita tidak boleh takut sekalipun berhadapan dengan negara manapun termasuk Singapura. Tidak boleh ada pertimbangan ekonomi. Atau pertimbangan dengan alasan ingin menjaga nama baik. Setiap anak bangsa berhak mendapatkan pelindungan dan jaminan dari negaranya,” tegas Brani, sapaan akrab Benny, Kamis (12/11/2020).Untuk itu, dia memastikan, bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait.“Kita ingin segera mencoba masuk ke Singapura. Tapi kebijakan dalam negeri belum memungkin kita untuk kesana. Tapi koordinasi dan komunikasi dengan perwakilan di Singapura tetap jalan,” ujarnya, seperti dikutip dari rri.co.id.Brani mengaku, juga sudah meminta perwakilan Indonesia di Singapura untuk mengambil langkah tegas. Termasuk langkah hukum atas tindakan yang menimpa Sugiyem.“Tidak boleh ada satu manusia pun, anak-anak bangsa mendapatkan perlakuan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Dan penghilangan nyawa,” tegas Brani.Brani juga mendesak, agar pemerintah Singapura dapat melakukan proses hukum secara fair dan tidak boleh diskriminatif.“Karena melihat warga negara Indonesia dan pelaku warga Singapura,” pungkas Brani.