Kuliner "Momoh" Khas Kendal, Pertamanya Emoh Selanjutnya Nagih

Kuliner "Momoh" Khas Kendal, Pertamanya Emoh Selanjutnya Nagih
Kuliner "Momoh" Khas Kendal, Pertamanya Emoh Selanjutnya Nagih (Foto : )

Momoh. Dengar namanya saja bikin bertanya-tanya. Opo maneh iki? Makanan apalagi ini?

Momoh adalah makanan khas dari Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Khususnya di Kecamatan Kaliwungu, yang juga dikenal sebagai kota santri. Sebutan momoh itu ada sejarahnya lho. Menurut Farchat, penjual momoh paling terkenal di Kaliwungu, ada dua versi asal muasal kata momoh.

"Dulu bahan utama masakan ini adalah jeroan kerbau, dimasak sampai empuk. Nah pas dihidangkan itu aromanya kan khas jeroan, dan karena saat itu tidak terbiasa maka banyak yang menolak. Lha orang sini kalau menolak bilangnya kan emoh-emoh gitu. Maka disebutlah dengan "emohemoh", disingkat Momoh," tutur Farchat yang membuka warung di dekat alun-alun Kaliwungu. Namun kemudian, tambahnya, setelah dicoba dan terbiasa, lama-lama doyan juga dan ketagihan.

 Versi lainnya, lanjut Farchat, momoh itu berasal dari kata Amoh yang artinya dibuat empuk. Itu merujuk pada proses masak jeroan kerbau yang berlangsung hingga 4-5 jam, sampai hasilnya empuk. "Jeroan itu kan aslinya alot ra, yo babat yo iso, terus kikil dan koyor. Kalau nggak direbus lama ya alot kayak karet ra," jelasnya dengan logat kendal.

Selain empuk, momoh punya aroma dan rasa yang agak beda dengan kebanyakan kuliner pesisir utara Pulau Jawa. Biasanya kan pedes-pedes banget gitu ya. Tapi kalau momoh ini gurih dan agak manis, meski ada pedasnya tapi sedikit. Kalau orang sini bilang, dimasak rempah bacem. "Rempahnya ya harus kuat, untuk menetralisir aroma jeroan kerbau yang kuat sekali. Tapi karena sekarang kerbau sudah jarang-jarang ada, sebagian diganti dengan jeroan sapi, dan lebih ringan juga aromanya," tambahnya.

Urusan masak-memasak, Farchat dan anak buahnya sudah harus mulai sejak jam 2 pagi. Hitung-hitungannya, kalau masaknya 4-5 jam maka pas jam 6 atau jam 7 pagi pas Warung buka, momohnya sudah tersedia. Dalam satu panci besar berisi aneka bahan. Terutama jeroan seperti babat, iso, limpa, jantung, koyor, kikil, hingga torpedo atau pelir sapi. Ada juga daging yang ikut dicampurkan agar dapat aroma jeroan.  Bumbu rempahnya ada laos, jahe, salam, serai, dan lain-lain.

Dan tentu saja bumbu dapur macam bawang, garam, kemiri, cabai, dan yang utama gula jawa. "Proses memasak yang lama, selain agar daging dan jeroannya empuk, juga agar bumbu-bumbunya meresap," jelasnya sambil menata momoh di loyang. Warung momoh Farchat yang sudah buka sejak 1987, dalam sehari bisa menghabiskan 10 kilogram bahan jeroan dan daging.

Momoh dibagi dalam dua macam hidangan. Yaitu momoh goreng dan momoh kuah. Yang goreng biasanya untuk lauk soto. Kalau yang kuah dinikmati sebagai lauk nasi rames atau pecel. Tapi sebelumnya dipotong-potong dulu agar mudah menyantapnya. Penikmat momoh berasal dari berbagai kalangan, baik itu warga sekitar maupun mereka yang sedang dalam perjalanan menuju arah Jakarta atau arah Surabaya yang kebetulan lewat Kaliwungu. "Empuk mas, mantep.

Jarang-jarang lho ada jeroan yang empuknya seperti ini, trus bumbunya kerasa banget sampai dalem-dalemnya. Diiris begini gurihnya tetap kena," kata Aji asal Semarang sambil menunjukkan potongan jeroan bagian dalam. "Cocok juga dibungkus buat oleh-oleh, karena kan ini dimasak bacem manis, jadi bisa lebih tahan lama," tambahnya. Harga sepotong momoh ukuran lumayan 15 ribu rupiah.

Belum termasuk nasi dan sayur pelengkapnya. Tapi ingat, yang lagi diet, tetap dikontrol ya. kalau mau beli buat oleh-oleh, momoh ini dikemas dengan kendil atau panci tanah liat, dan dimasukkan keranjang bambu. Sampai di rumah tinggal dihangatkan dan disantap.

Teguh Joko Sutrisno | Kendal, Jawa Tengah