Kisah Pelaku Kuliner Lunpia di Semarang, Omzetnya Anjlok 70 Persen Akibat Covid-19

Kisah Pelaku Kuliner Lunpia di Semarang yang Anjlok 70 Persen Akibat Covid-19
Kisah Pelaku Kuliner Lunpia di Semarang yang Anjlok 70 Persen Akibat Covid-19 (Foto : )

Di Kampung Kranggan, sedikitnya ada 30 pengrajin kulit lunpia. Sebagian besar dari mereka menghentikan sementara produksinya. Tinggal sepuluhan pengrajin yang masih membuat dengan pesanan terbatas.

"Teman-teman yang lain masih ada yang tetap bikin, tapi ya itu, sekedar bertahan saja sambil menunggu situasi membaik lagi. Yang tak ada pesanan ya mau nggak mau tutup," lanjutnya. Sumiyati berharap wabah corona segera selesai sehingga usaha yang ia dan perajin lainnya tekuni bisa berjalan normal kembali.

Kondisi yang sama juga dirasakan oleh pedagang kuliner lunpia matang bernama Untung di Gang Lombok, Kecamatan Semarang Tengah, Semarang. Kedai lunpianya yang berada di kawasan pecinan ini termasuk legendaris dan ramai pembeli. Namun, wabah corona membuatnya harus menutup kedai.

Sebenarnya, ia sudah mencoba bertahan selama bulan Maret 2020. Namun, omsetnya turun drastis. "Kalau masa normal sehari bisa habis 500 lunpia, namun selama bulan Maret kemarin hanya bikin 100 lunpia, dan itupun tidak habis," kisahnya. Kalau satu 1 lunpia harganya Rp17 ribu, lanjutnya, tinggal hitung saja, sehari biasanya masuk Rp8,5 juta rupiah. Sekarang maksimal Rp1,7 juta. Itupun kalau habis.

Untung pun kemudian menutup kedainya sejak 1 April lalu. Sekarang, dirinya sedang mencari waktu yang pas untuk membuka kembali kedainya. "Rencana kita akan buka lagi tanggal 10 April 2020.

Sambil lihat situasi dan kondisi. Semoga situasinya membaik ya," tuntasnya. Penerapan kebijakan penutupan ruas jalan protokol juga berimbas bagi para pedagang kuliner. Termasuk Jalan Pandanaran yang menjadi sentra oleh-oleh Semarang. Toko oleh-oleh besar masih bertahan buka. Namun sebagian besar pedagang kecil di kawasan ini tutup sementara.   Teguh Joko Sutrisno | Semarang, Jawa Tengah