FKMTI Desak Polisi untuk Membongkar Kasus Mafia Tanah Kelas Kakap

FKMTI Desak Polisi Bongkar Mafia Tanah Kelas Kakap, Tampak dalam Foto Saa FKMTI Laporkan 11 Kasus Perampasan Tanah ke Kementerian ATR/BPN (Foto Istimewa)
FKMTI Desak Polisi Bongkar Mafia Tanah Kelas Kakap, Tampak dalam Foto Saa FKMTI Laporkan 11 Kasus Perampasan Tanah ke Kementerian ATR/BPN (Foto Istimewa) (Foto : )
Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) mengapresiasi penangkapan mafia pemalsu sertifikat tanah yang baru dirilis Polda Metro Jaya bersama Kementerian ATR/BPN.
FKMTI berharap Polisi juga berani membongkar mafia perampas tanah yang melibatkan oknum pejabat BPN dengan menerbitkan SHGB di atas tanah milik rakyat, tanpa proses jual beli yang sah.Sekjen FKMTI Agus Muldya mengungkapkan, pihaknya sudah menyerahkan berkas 11 kasus korban perampasan tanah yang diduga kuat melibatkan oknum pejabat BPN.Laporan tersebut telah diserahkan pada bulan Oktober 2019. Hingga kini pihak Kementerian ATR/BPB belum mengumumkan hasil penelitian atas berkas laporan tersebut.Agus menjelaskan, dengan bukti-bukti yang telah disampaikan, sebetulnya kasus perampasan tanah sangat mudah diselesaikan. Contohnya, lanjut Agus, Dalam peraturan dan perundangan jelas tertulis,BPN tidak bisa menerbitkan sertifikat di atas tanah yang dalam status sita jaminan pengadilan.
"Pihak BPN sendiri sudah menyatakan tidak boleh menerbitkan SHGB di atas tanah ya lagi disita jaminan oleh pengadilan. Tapi faktanya ada oknum BPN yang berani melakukannya, terbitkan SHGB diatas tanah girik milik Rusli Wahyudi di BSD Tangsel. Sebetulnya sangat jelas indikasi oknum pejabat terlibat mafia perampas tanah. Apalah, Mahkamah Agung juga telah mengukuhkan keputusan bawa tidak ada catatan jual beli girik C 913, Jadi bagaimana mungkin bisa terbit SHGB. Ini salah satu ya kami laporkan" ujar AgusAgus menambahkan, kasus perampasan tanah lainya, antara lain tanah SHM yang dibeli Robert Sudjasmin dari lelang negara Departemen Keuangan tetapi justru dikuasai pengembang. Padahal, sebelum dilelang, pihak BPN sudah memberikan keterangan bahwa tanah tersebut tidak bermasalah.Namun saat proses balik nama di BPN Jakarta Utara, SHM tersebut tidak dikembalikan hingga 30 tahun ini dikuasai oleh pihak lain. Seharusnya, Depkeu sebagai penjual harus bertanggung jawab untuk mengembalikan hak atas tanah seluas 8000 meter di Kelapa Gading tersebut kepada pembeli yang sah. "Depkeu dan bumn musti bertanggung jawab seperti terhadap investor jiwasraya. Seharusnya negara juga bertanggung jawab terhadap investor yang membeli tanah dari lelang negara, bukan menyuruh pembelinya pontang-panting mengurus yang sebenarnya menjadi tanggung jawab Depkeu selaku penjual" ujarnyaAgus juga menjelaskan ada juga tanah berstatus SHM yang terancam dikangkangi pihak lain tanpa proses jual beli. Kasus ini menimpa ibu Tri , Didi karsidi dan Susanti Wijaya.FKMTI juga melaporkan kasus warga Kirai di Cipete, kasus perampasan tanah berbasis kepres di Jalan MT Haryono Jakarta Selatan, tanah girik Supardi Kendi Budiarjo di Cengkareng, Jakarta Barat. "Intinya kalau serius bongkar mafia perampas tanah, FKMTUti memdukuni ATR/BPN Utk gelar perkara, libatkan media massa seperti debat terbuka sekalian edukasi rakyat Ibdonesia, Bgm perampasan tanah terjadi dan prosespenyelesaiannya,"