Cerita Perempuan Indonesia yang Jadi Penghulu Australia

susanna3
susanna3 (Foto : )
Di Australia, yang menikahkan pasangan pengantin disebut dengan nama celebrant. Ternyata di antara para celebrant alias penghulu Australia, terdapat seorang perempuan yang berasal dari Indonesia.
Pada 2018 lalu, pasangan model Indonesia Kimmy Jayanti dan pesepak bola Gregory Nwokolo asal Nigeria mengikat janji sehidup semati di Perth, Australia. Mereka memilih menikah di sana karena perbedaan keyakinan. Kimmy beragama Hindu, sementara Greg pemeluk Kristen. Kimmy menyebut langkah yang diambil dengan menikah di Australia sebagai "jalan tengah" untuk meresmikan ikatan cinta mereka. Tidak seperti pernikahan di Indonesia yang hukumnya merujuk pada pengesahan secara agama, pernikahan di Australia sudah dianggap sah jika tercatat di kantor catatan sipil. Dan yang menikahkan pasangan mempelai juga dapat dilakukan oleh celebrant. Celebrant adalah orang yang melakukan upacara formal di masyarakat, khususnya pernikahan. Australia menunjuk celebrant non-ulama dengan niat membuat upacara untuk memperkaya budaya seformal pernikahan di gereja. Artinya, upacara pernikahan sipil dan keagamaan akan berstatus sama.

Banjir Peminat

Sebelum 2008, jumlah celebrant yang beroperasi di satu area dibatasi pemerintah. Tetapi setelah aturan ini dihapus, profesi celebrant kebanjiran peminat. Ternyata di antara mereka yang menjadi celebrant alias penghulu Australia, terdapat seorang perempuan asal Indonesia bernama Susanna Ichwandi. Susanna kini tinggal di kawasan pemukiman Chatswood, sekira 10 kilometer dari pusat kota Sydney. Ia menceritakan awal mula terjun ke profesi celebrant 11 tahun lalu. "Kebetulan melihat koran lokal ada iklan untuk jadi selebran pernikahan. Lalu saya cari tahu apa sih selebran itu dan pasarnya siapa." Sembari menelusuri informasi tentang profesi ini, Susanna menemukan bahwa belum ada orang Indonesia yang berprofesi sebagai celebrant. Hingga saat ini, Susanna sudah menikahkan lebih dari 170 pasangan yang 50 persen prosesi pernikahan digelar dalam Bahasa Indonesia. Namun Susanna tidak melakoni profesi ini secara penuh. Perempuan kelahiran Palembang ini menjadi celebrant paruh waktu sambil bekerja sebagai desainer grafis. [caption id="attachment_280478" align="alignnone" width="700"] Susanna sudah menikahkan 150 pasangan (Foto: Dok Susanna)[/caption]

Miliki Kekuasaan Hukum

Saat ditanya, seperti apa rasanya menjadi seorang celebrant, Susanna mengaku pekerjaan ini sangat penting. "Menurut saya, celebrant memiliki kekuasaan hukum yang lumayan penting," kata Susanna kepada Natasya Salim dari ABC News. Selain itu, ia mengatakan bahwa celebrant juga bertugas untuk memberi ide dan saran untuk upacara pernikahan. Kesempatan untuk mendengarkan cerita klien adalah salah satu hal yang juga disukai Susanna dari pekerjaannya. Namun tidak semua rencana menikah dapat berjalan lancar seperti yang direncanakan. Susanna menceritakan pengalaman seorang klien yang sudah berpacaran selama 10 tahun, namun harus menunda hari pernikahan mereka. "Tapi setiap kali mereka rencana mau menikah, selalu ada sesuatu yang terjadi seperti keluarga ada yang meninggal dan sebagainya." Pasangan yang berasal dari Perth tersebut akhirnya menikah di Sydney Harbour Bridge disaksikan hanya oleh fotografer dan pemandu wisata. Ada juga pasangan yang setengah 'kawin lari' karena mempelai perempuan tidak mendapat restu dari keluarganya. "Tapi keluarga mempelai pria semuanya mendukung pernikahan mereka," kata Susanna. "Mereka akhirnya dinikahkan karena tidak ada ketentuan hukum yang dilanggar. Usia mempelai perempuan yang sudah lebih dari 18 tahun dianggap sudah cukup dan tidak memerlukan persetujuan orang dewasa," tambahnya lagi. [caption id="attachment_280479" align="alignnone" width="900"] Susanna bersama pasangan pengantin (Foto; Dok Susanna)[/caption]

Jaga Jarak

Sebagai celebrant paruh waktu, Susanna punya tantangan yang berbeda. Selain soal administratif, seperti kelengkapan kartu identitas dan surat cerai, Susanna juga harus menjaga jarak untuk tidak ikut campur dalam masalah pasangan. "Kita sebagai celebrant sipil berkewajiban memberitahu mereka tentang jasa konseling yang lebih bisa membantu mereka." Tarif celebrant, termasuk akte pernikahan, dapat mencapai 800 dollar Australia atau setara Rp8 juta, tergantung apakah digelar pada akhir pekan dan jenis upacara yang dipilih. ABC Indonesia

Baca Juga: