Jadi Dukun Kalau Mau Masuk Surga!

Jadilah Dukun Kalau Mau Masuk Surga
Jadilah Dukun Kalau Mau Masuk Surga (Foto : )
Masyarakat negeri ini memang sungguh menyedihkan. Mereka telah menjadi pecandu agama dengan segala ilusi dan hiruk pikuk sepak terjang kedengkian. Segala yang berasal dari kearifan lokal dijadikan musuh yang harus diperangi. Contohnya “Dukun”. Kini makna dukun telah mengalami pendangkalan.
Di beberapa daerah di Indonesia, dukun disebut pula
Balian, Belian, Wadian atau Molan. Mereka adalah orang yang memiliki ilmu tinggi maupun kekuatan atau daya luwih yang dapat digunakan untuk menolong orang lain. Nah! Dengan begitu, para dukun yang akan masuk surga! Dengan catatan tidak melanggar syarat spiritual. Apa itu?
  1. Tidak menghilangkan nyawa orang lain
  2. Tidak menyakiti orang lain
  3. Tidak merusak keselarasan
Namuuun … Sayangnya, makna dukun kini telah didistorsi hingga mengalami penyempitan makna. Ini terjadi seiring stigma yang dilontarkan para pesyiar agama bernabi, agama Samawi. Makna tugas sosial dan tanggungjawab spiritualnya dikebiri, dituding sebagai penghamba kesesatan. Padahal sejatinya, dukun punya nilai tinggi. Memadu tradisi, kebudayaan dan kebijaksanaan lokal. Jadi, dukun adalah: Penyembuh sakit dan penyakit
  1. Penasihat spiritual
  2. Pemola keselarasan
  3. Pemimpin upacara nonagama
  4. Para bijak
Penyembuh Sakit dan Penyakit Menyembuhkan penyakit versi dukun sangatlah beragam. Ada yang menggunakan herbal atau racikan tetumbuhan maupun hewan. Ini biasa dilakukan para tabib. Ada pula menyembuhkan menggunakan tenaga dalam. Mereka juga mengajarkan gerak olah tubuh. Menambah daya tenaga dalam diri. Ini banyak dilakukan para praktisi prana. Ada yang mengajarkan meditasi maupun gumam mantram untuk penyembuhan diri. Namun sejumlah kelompok agama, menganggap haram jika mendatangi dukun. Tudingan musyrik dilontarkan. Jika mempercayai dukun dianggap sebagai menyekutukan Tuhan, bukankah semestinya mempercayai dokter juga sama? Mengapa “menggantungkan hidup” kepada dokter dianggap halal, sedangkan "menggantungkan hidup" kepada dukun dianggap haram? Mengapa pula air, dupa, kembang dan aneka media pengobatan tradisional dianggap haram? Mengapa obat-obatan modern (pil, kapsul, jarum suntik, infus, dll) dipandang halal? Jadi, apa sebetulnya perbedaan substansial antara dukun dengan dokter? Kuliah dan tidak kuliah? Penasihat Spiritual Banyak dukun yang mengabdikan hidupnya sebagai pencari dan pembabar pengetahuan. Semua yang didapatnya dari penggalian kedalaman rasa, dibagikan demi harmoni kehidupan sosial. Keterhubungan dengan Sang Hyang Maha diajarkan. Pencapaian keterhubungan hingga peleburan bersifat personal. Dukun hanya memandu. Menjadi penasihat. Di sini tidak ada Guru maupun Murid. [caption id="attachment_239911" align="alignnone" width="720"]Jadilah Dukun Kalau Mau Masuk Surga Foto: H Sutisno Rosadi | Koleksi Pribadi[/caption] Pemola Keselarasan Keselarasan hidup dan lingkungannya yang dipola. Ada hitungan dan ritual tertentu. Di Jawa ada kitab yang menjadi patokan hitung. Primbon. Misalnya dalam suatu hajatan di musim hujan, dukun akan memasang bawang merah dan cabe merah yang ditusuk lidi. Ditancapkan ke beberapa titik di sekitar lokasi. Ini berfungsi menciptakan panas, menyingkirkan awan basah. [caption id="attachment_239922" align="alignnone" width="720"]Jadilah Dukun Kalau Mau Masuk Surga Foto: Aji Tapak Sesontengan[/caption] Pemimpin Upacara Nonagama Sudah jelas bahwa dukun biasanya memimpin upacara nonagama. Seperti di masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan. Ada yang disebut Bissu. Mereka adalah dukun yang tidak mempunyai golongan gender dalam kepercayaan tradisional Tolotang yang dianut oleh masyarakat Amparita Sidrap. Golongan Bissu mengambil peran gender laki-laki dan perempuan. Mereka dilihat sebagai separuh manusia dan separuh dewa dan bertindak sebagai penghubung antara kedua dunia. Merekalah yang memimpin ritual-ritual atau upacara adat. Mereka masuk kategori gender kelima. Selain laki-laki (oroani) dan perempuan (makkunrai), masyarakat Bugis sebelum Islam masuk, juga menerima kehadiran perempuan kelaki-lakian (calalai), laki-laki keperempuanan (calabai), serta Bissu yang meta-gender. [caption id="attachment_239907" align="alignnone" width="963"]Jadilah Dukun Kalau Mau Masuk Surga Foto: Aji Tapak Sesontengan[/caption] Para Bijak Mereka ini adalah dukun-dukun yang punya pengetahuan luas. Mereka mampu menguasai dirinya. Mampu menaklukkan keinginan raganya dan hasrat jiwanya. Mereka menjadi tempat berkonsultasi segala hal. Para bijak juga biasanya akrab dengan seni. Tidak banyak namun ada. Mereka seolah menjadi orang terpilih secara spiritual. Mereka menulis banyak Serat (pengetahuan tentang Sang Hyang Maha) dalam bahasa Jawa. Ada yang menyejajarkan Kyai dengan Dukun (Para Bijak). Namun sejatinya tidaklah sejajar. Mengapa? Kyai pada awalnya disandangkan untuk benda-benda pusaka bertuah. Seperti, Tombak Kyai Plered, Keris Kyai Sengkelat, Kerbau Kyai Slamet dll. Barang-barang itu semua dipuja-puja bahkan diotak-atik pemaknaanya hingga ketemu istilah Kyai = Kabeh Ngayahi (menguasai/memahami segala). Semua pun terbalik. Kyai naik makna. [caption id="attachment_239926" align="alignnone" width="900"]Jadilah Dukun Kalau Mau Masuk Surga Foto: Agung Ngurah Selamet | Aji Tapak Sesontengan[/caption] Dukun Modern Istilah dukun modern ini memang belum karib didengar. Mereka adalah para praktisi aplikasi vibrasi. Berkembang dari Bali dan kini merambah ke seluruh pelosok nusantara. Pemahaman tentang Daya Murni, Data dan Eksistensi (Baru) menjadi dasar gerak para dukun modern ini. Mereka biasa disebut Dukun Sonteng atau Sontenger. Di masyarakat Bali sudah dikenal lama Mangku Sonteng. Dukun modern ini keren, simpel dan asyik! Tidak pakai puasa. Tidak pakai mantra. Tapiii ... nanti ya kita ngobrolinnya.