Saber Pungli Kemenkopolhukam Audiensi Laporan Sengketa Tanah

Saber Pungli Kemenkopolhukam Audiensi Laporan Sengketa Tanah
Saber Pungli Kemenkopolhukam Audiensi Laporan Sengketa Tanah (Foto : )
Tim Saber Pungli atau sapu bersih pungutan liar Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) melakukan pertemuan dengan korban atas nama Rusli Wahyudi terkait dugaan kasus sengketa tanah asal Lengkong Gudang Timur (Leguti), Tangerang Selatan, yang didampingi Forum Korban Mafia Tanah (FKMT).
newsplus.antvklik.com
- Dalam sesi pertemuan yang dipimpin oleh Kepala Sekretariat Saber Pungli Kemenkopolhukam Brigjen Budi Susanto tersebut, korban mempertanyakan girik tanah miliknya yang hilang di kantor kelurahan."Saya menitipkan girik tanah saya di daerah Serpong. Tiba-tiba di atas girik tersebut sudah terbit sertifikat yang dikuasai oleh BSD. Saya tidak pernah menjual tanah tersebut, tapi tanah saya kini sudah berpindah tangan," kata Rusdi ketika ditemui di Gedung Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (30/8/2019).Rusdi melanjutkan, perjuangan sudah dilakukan di pengadian, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha telah memenangkannya, namun kelurahan melakukan kasasi karena menilai korban tidak memiliki hak untuk menanyakan girik atas tanah puluhan hektar tersebut."Saya akhirnya melaporkan ini ke Ombudsman bagian Komunikasi Publik, saya hanya ingin tahun di mana girik saya," beber Rusdi.Mantan Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Leguti Andi Suhandi mengatakan, akibat terlalu vokal di pengadilan terkait sengketa ini, jabatannya harus direlakan."Jabatan saya adalah memverifikasi tanah dan saya menjawab sesuai apa yang saya tahu di pengadilan, tapi tak lama saya digeser dari jabatn saya oleh lurah yang baru karena dianggap terlalu jauh terlibat. Hebatnya, pengganti jabatan saya adalah seorang security," kata Andi.Sementara itu, Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia, Budi Kendi menjelaskan, bahwa FKMTI berfokus kepada kasus perampasan tanah yang di lakukan oleh kongkalingkong atau perbuatan jahat oleh oknum pejabat BPN dengan pihak pengusaha.Berdasarkan data yang terkumpul pada FKMTI, selain status tanah sudah SHM, ada ribuan kasus girik yang dicaplok oleh para pengembang, seperti tanah sertifikat milik Robert sudjasmin seluas 8000 m2 di Kelapa Gading, Jakarta Utara, dicaplok oleh Summarecon, ada juga tanah sertifikat milik ibu Ani seluas 2000 meter dicaplok Bintaro.Melihat gejala pencaplokan tanah milik orang lain yang dengan mudah dikuasai oleh para pemilik modal yang bekerjasama dengan oknum, baik di pemerintah daerah, BPN maupun di pengadilan, seakan hukum belum ditegakkan.Di saat rakyat lain dibagikan sertifikat, korban perampasan tanah justru kesulitan membuat sertifikat karena tanahnya dikuasai konglomerat seperti yang menimpa puluhan warga di Segara Makmur, Bekasi, yang puluhan hektar tanah miliknya dikuasai Marunda Center untuk dijadikan kawasan pergudangan.Hal yang sama juga menimpa tanah girik di kawasan Serpong, Banten, di mana puluhan hektar tanah girik dikuasai pengembang BSD.Menurut Budi Kendi, jika kondisi ini dibiarkan, maka dikhawatirkan potensi konflik antar warga sangat mungkin terjadi, bisa saja negara dirugikan ribuan triliun rupiah dari pajak yang tidak dibayar oleh para perampas tanah."Para perampas tanah itu menguasai tanah lewat pengadilan. Coba buktikan apakah ada pajak pembelian yang dibayar untuk negara,"ungkap Budi Kendi.Menanggapi hal tersebut, Kepala sekretariat Satgas Saber Pungli Brigjen Pol Budi Susanto menengahinya dan meminta kelurahan Leguti, camat Serpong dan pihak wali kota menghormati titah Presiden Joko Widodo yang tak mau masalah pertahanahan membelit rakyat, karena apa yang dialami Rusli juga banyak dialami orang lain.Budi menambahkan, hilangnya girik di pihak kelurahan dan janggalnya kemunculan sertifikat, kerap terjadi di masyrakat, sehingga Presiden Jokowi secara khusus telah mengawasi hal ini."Langkah selanjutnya kami akan bawa ini ke BPN (Badan Pertanahan Nasional), logikanya kan harusnya ketahuan," kata Budi.Budi mengatakan, sebenarnya yang sangat diinginkan dari korban adalah keterbukaan informasi dan seharusnya pemerintah memberikan akses informasi kepada siapapun yang punya hak atas suatu tanah."Untuk mendapatkan informasi, pemerintah daerah seharusnya transparan. Ini sih sampai harus melibatkan Komisi Intergoasai Publik (KIB). Sebenarnya tidak perlu. Oleh karena itulah, negara harus hadir, kami akan tengahi dan bantu rakyat sesuai instruksi Presiden Jokowi," pungkasnya. Ahmad Djunaidi | Jakarta