Mengenang Bu Ani Yudhoyono (4): Pernikahan Tiga Pasang Pengantin

Pernikahan Tiga Pasang Pengantin
Pernikahan Tiga Pasang Pengantin (Foto : )
Pernikahan Ani Yudhoyono-Susilo Bambang Yudhoyono membuat mereka sebagai pasangan negarawan yang harmonis dan serasi. Keduanya saling melengkapi. Ini penuturan Ani Yudhoyono tentang pernikahannya, dalam buku biografinya  Kepak Sayap Putri Prajurit.
LUCUNYA aku sampai di Jakarta, SBY malah terbang ke Amerika. Pada saat yang bersamaan ia ditugaskan untuk belajar ke Amerika, mengikuti Airbone dan Ranger Course di Fort Benning. Sebelumnya ia melewatkan pendidikan bahasa Inggris di American Language Course di Lackland, Texas.Aku bisa menebak, tugas belajar ini tentulah sangat menerbangkan perasaan SBY. Ia amat menggemari tantangan dan hasrat belajarnya tinggi sekali.Keberangkatan ke Amerika pasti merupakan sebuah kebanggaan tersendiri baginya.Aku ikhlas dia pergi, walaupun perasaan rindu begitu bertalu-talu di hatiku.Semasa masih di Magelang, aku tahu bahwa ia termasuk satu dari segelintir Taruna yang hobi membaca buku yang tebal-tebal.Minatnya menggali wawasan internasional. Merasakan kebahagiaan SBY membuatku tidak kesepian di Jakarta.Untuk merintang waktu aku mengambil berbagai kursus. Mulai dari kursus memasak, menjahit, merangkai bunga, sampai kursus Bahasa Inggris di LIA.SBY ternyata tidak lama di Fort Benning, hanya beberapa bulan saja. Ia sempat mampir ke Seoul menemui orang tuaku, ketika kembali dari Amerika menuju Jakarta.Pembicaraan mengenai persiapan pernikahan kami pun dimulai. Sesuatu yang mengejutkan kemudian terjadi. Papi mengajak bicara aku, Mbak Titiek, dan Tuti. “Begini anak-anakku, kalian bertiga punya kekasih yang baik untuk dijadikan suami. Jadi kenapa tidak diresmikan saja bertiga sekaligus. Papi ini ditugaskan negara untuk bekerja di Seoul. Tidak enak kalau Papi harus bolak-balik minta cuti untuk menikahkan kalian," katanya panjang lebar. “Lagi pula, kalau kalian dinikahkan bersama, dampaknya juga lebih efisien. Irit biaya.”Lebih jauh, Papi juga menjelaskan bahwa ia tidak mau ada yang ‘meloncati’ kakaknya dalam menikah.Kalau aku menikah, hendaknya setelah Mbak Titiek menikah. Nah, karena aku sudah siap ke pelaminan, kenapa tidak sekalian saja Mbak Titiek dan Tuti sekaligus. Begitu pikiran Papi.Untuk beberapa saat aku terdiam. Bengong. Lalu aku saling menoleh dengan Mbak Titiek dan Tuti. Keduanya juga bengong. Maksud Papi, kami menikah bersama-sama? Lucunya, saat itu kami sama-sama menggangguk setuju tanpa pikiran berat sama sekali. (Hingga kini aku sering ketawa mengenang pembicaraan itu. Kok ya kami mau dinikahkan sama-sama).Alasan kami sederhana saja, apa yang dikatakan Papi memang benar.Persetujuan kami segera disikapi Papi dengan cekatan. Bersama Ibu, Papi segera membentuk panitia keluarga dan mengatur segalanya dari Seoul.Ajaibnya, pihak Mas Erwin, calon suami Mbak Titiek, pihak Mas Hadi, calon suami Tuti, bahkan SBY juga tidak keberatan. Semua agaknya terkesima dengan ide Papi yang menarik sekaligus nekad.Pertengahan tahun 1976, bulan Juli, persiapan pernikahan dilakukan dengan sangat cepat.Pulang ke Jakarta Papi langsung mengomando segala persiapan. Sementara aku, Mbak Titiek dan Tuti menjadi pengantin kompak yang repot tiada tara.Bayangkan, kami diminta menyiapkan sendiri segala kebutuhan pernak-pernik pernikahan.Sempat kami agak senewen campur geli. Mengingat ketika Mbak Wiewiek menikah di Seoul, kami, tiga dara, menjadi seksi repotnya mempersiapkan segala sesuatu.Nah, saat kami akan menikah bertiga, Mbak Wiwiek sedang hamil besar dan tidak bisa membantu.Sepanjang bulan Juli itu rumah kami bagaikan posko aktivitas yang tidak pernah mati. Hampir setiap hari ada saja kesibukan yang dilakukan. Ibu sibuk dengan urusan catering dan tetek bengek persiapan mantu.Papi mengurus upacara adat dan resepsi yang digelar di Hotel Indonesia. Aku, mbak Titiek dan Tuti sibuk menjelajah pasar Mayestik dan membeli bahan-bahan untuk menghias kamar pengantin kami. Jangan salah, tiga kamar pengantin dibuat mendadak di rumah Cijantung yang mungil itu!Yang unik, selera kami bertiga ternyata sama.Kami sama-sama membeli bahan seprai dari jenis yang sama, warna yang sama, hijau dan renda penghias yang sama, berwarna kuning! Dasar memang, kakak beradik kompak. Bertiga kami menjahit sendiri seprai, bad cover dan memasang renda di pinggirannya. Desain dan cara menjahit, sama semua.Berhari-hari kami mojok di rumah dengan jarum dan benang, menyelesaikan jahitan itu.Acara fitting busana pengantin juga menjadi kenangan yang manis buatku. Aku, SBY, Mbak Titiek, Mas Erwin, Tuti dan Mas Hadi, mengepas busana pengantin kami dengan riang.  Busana pengantin adat Yogya. Yang perempuan menggunakan kebaya panjang dan beludru hitam yang sangat anggun.Sementara yang pria mengunakan pakaian beskap yang berwibawa dalam warna hitam dan corak emas.Papi memesan undangan yang sangat cantik. Berdesain simple namun elegan, dengan warna pink lembut.  Deretan nama yang tercantum di undangan itu sangat panjang, karena mewartakan amanat empat keluarga dan tiga pasang mempelai.Papi yang memang memiliki selera seni tinggi melibatkan diri langsung pada desain undangan.  Dan, acara yang sangat menghebohkan itu pun terjadilah.Tiga hari ditetapkan sebagai rangkaian acara kami. Tanggal 29 Juli upacara siraman, tanggal 30 Juli akad nikah dan upacara adat pernikahan Jawa.Tanggal 31 Juli resepsi di Bali Room, Hotel Indonesia. Saat itu, Hotel Indonesia adalah hotel paling top di ibu kota. Papi memilih hotel itu karena mempertimbangkan undangan terhormat yang datang dari banyak kalangan, dalam dan luar negeri.Persis seperti yang kami duga, selama tiga hari itu banyak realita unik dan menggelikan yang terjadi. Yang terlihat cukup heboh adalah banyaknya sanak saudara yang berkumpul.Bagaimana tidak, namanya saja hajatan empat keluarga! Rombongan kerabat terbanyak datang dari keluarga Mas Hadi, calon suami Tuti, dari Ungaran. Kedua, adalah rombongan keluarga Mas Erwin dari Jakarta dan Muntilah.Sementara keluarga SBY jumlahnya paling sedikit. Ia memang datang dari keluarga kecil. Yang keempat, ya keluarga besar kami yang jumlahnya melimpah ruah. Bisa dibayangkan betapa suasana rumahku menjadi sangat hiruk-pikuk!