Antv – Teka teki kematian bocah SD di Kabupaten Blora, Jawa Tengah mulai terungkap. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Blora, menangkap terduga pelaku penganiayaan anak tirinya hingga tewas.
Kasatreskrim Polres Blora, AKP Supriyono mengatakan pihaknya menangkap terduga pelaku pada Jumat, 21 Oktober 2022, lalu.
“Pada hari Jum’at 21 Oktober 2022 sekira pukul 14.00 WIB, tersangka kita amankan kemudian diintrogasi yang semula tidak mengakui kemudian diintrogasi team resmob baru ngaku kemudian kita bawa ke polres,” ucap Supriyono saat dihubungi wartawan, Sabtu (22/10/2022).
Setelah diinterogasi dan dilakukan pemeriksaan, jajarannya kemudian menetapkan terduga pelaku tersebut sebagai tersangka.
“Dilakukan pemeriksaan dan tadi malam (Sabtu, 22/10/2022) Pukul 00.30 WIB kita lakukan penahanan,” kata dia.
Sebelumnya ditulis, bocah perempuan berinisial G (8 tahun) yang duduk di bangku sekolah dasar, meninggal dunia dengan tidak wajar setelah dilaporkan jatuh dari kursi rumahnya, pada Sabtu 10 September 2022 lalu.
Pada saat meninggal dunia, ditemukan sejumlah luka di beberapa bagian tubuhnya.
Salah seorang saksi yang memandikan jenazah tersebut, juga dibuat heran dengan banyaknya sejumlah luka tersebut.
Seperti di bagian mulut, pelipis kepala, kepala belakang, luka warna hitam di kedua leher hingga luka bekas cubitan di perut korban.
Bahkan, saksi tersebut sempat ditolak oleh ayah tiri korban saat akan memandikan jenazah.
Padahal saat itu dia bersama petugas lain datang ke rumah duka atas permintaan keluarga.
“Saat saya datang mau mandikan itu ayah korban bilang, jangan diambil foto anak saya, biar saya saja yang memandikan. Itu pihak keluarga mau lihat kondisi korban juga tidak boleh. Kan waktu itu sudah ditutupi kain. Saya batin bapak ini kok galak sekali,” kata saksi yang memandikan jenazah korban saat ditemui wartawan di rumahnya.
Saat itu, dirinya mengaku sempat terjadi cekcok antara petugas pemulasaran jenazah dengan ayah korban.
“Lalu Pak Ndut, mandor saya bilang, Kamu sudah manggil Budi Dharma untuk memandikan. Kalau memang tidak boleh dimandikan Budi Dharma bapak juga harus tanggung jawab memakamkan sendiri. saya tak pulang, saya bebas. Terus bapaknya diam. Saya keluar sebentar. Kelihatannya sudah luluh terus saya masuk lagi bilang gimana boleh saya memandikan. Bapaknya bilang silahkan,” katanya menceritakan.
Pada saat memandikan jenazah, saksi sempat dibuat heran dengan kondisi korban. Sebab banyak luka di tubuh korban.
“Saya buka semua saya lihat ada darah di mulut dan hidung korban. Ada benjolan juga di pelipis. Saya batin jatuh dari kursi kok bisa langsung mati. Itu yang bilang jatuh dari kursi bapaknya. Terus saya raba lagi, ini yang saya lihat ya mas. Ada seperti luka di perut dan leher di kiri kanan,” ucapnya.
Selama proses memandikan jenazah, Sumadi sempat mau menangis. Ia mengaku tidak tega melihat kondisi jenazah gadis malang itu.
“Saya puluhan tahun memandikan jenazah. Baru kali ini menangis mas. Kasihan melihatnya. Saya batin anak ini kenapa kok sampai begini” ungkapnya.
Kesaksian lain juga diungkap sejumlah saksi dan pengunjung yang saat itu berada di warung orang tua korban.
Sebelum kematian korban, ayah korban sempat mondar-mandir pulang ke rumah.
“Waktu itu kan saya di warung. Karena saya biasa warung disitu. Sebelum kejadian itu bapaknya bilang mau pulang ambil charge Hp. Ditunggu kok lama, sempat mau ditelpon tapi sudah kembali. Lalu sempat buatkan jahe hangat. Lalu bapaknya pulang lagi. Waktu balik ke warung bilang, maaf koh warung mau saya tutup. Anak saya jatuh dari kursi. Itu omongnya sambil bergetar,” kata salah satu saksi yang enggan disebutkan namanya.
Saat itu, pengunjung lain sempat menawarkan sepeda motornya untuk membawa korban ke rumah sakit. Namun ayah tiri korban menolak.
“Koh mu saat ini menawarkan agar korban dibawa menggunakan sepeda motornya. Tapi ayah korban tidak mau, katanya mau telpon Grab saja. Terus saya bilang udah koh nanti saya bantu beresi gerobaknya,” bebernya.
Jarak antara warung makan dengan rumah orang tua korban hanya sekitar 50 meter. Saat itu, saksi sempat membantu mendorong gerobak ayah korban sampai depan rumah.
“Saya bantu kemasi dan dorong gerobaknya sampai depan rumah. Disitu saya lihat ayah dan ibu korban sempat bertengkar. Saya dengar waktu itu ayah korban minta agar anaknya segera ditidurkan. Saya kan merasa gak enak, lalu saya pamit pulang,” terangnya.
Kesaksian lain juga dikatakan oleh saksi yang mengantarkan korban ke rumah sakit. Saat itu, dirinya mengaku sempat ditelpon ayah tiri korban untuk mengantarkan anaknya ke rumah sakit.
“Pukul 21.37 WIB saya ditelpon bapaknya. Waktu itu kan saya habis jalan-jalan sama anak dan istri. Saya ditelpon bilang, Koh aku ditolongi, anakku Gaby jatuh dari kursi, ini gak sadar tolong bantu bawa ke rumah sakit. Saya langsung buka garasi dan datang ke rumah korban,” kata dia.
Saat tiba di rumah orang tua korban, saksi mengaku melihat wajah korban berdarah.
“Waktu dibopong bapaknya saya lihat ada darah di wajah. Saya tanya bapaknya ini mau dibawa ke Rumah Sakit mana? Bapaknya bilang Permata. Saya dari Sumbing, lewat Pemuda, Arah Tirtonadi lalu ke Permata. Di Permata itu langsung ditangani di IGD,” ucapnya.
Saat berada di IGD, salah satu Suster sempat mengatakan jika ada luka berat di kepala dan meminta agar korban dirujuk ke RSUD dr Soetijono Blora.