Dijuluki Silent Killer, Inilah Pentingnya Cek Tensi Berkala demi Cegah Hipertensi

Ilustrasi pemeriksaan tekanan darah
Ilustrasi pemeriksaan tekanan darah (Foto : Freepik/ freepik)

Antv – Sampai saat ini, hipertensi masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama seluruh masyarakat di Indonesia. Jumlah penyandang hipertensi di Indonesia tidak berkurang dalam satu dekade terakhir. 

Oleh karena itu, upaya pencegahan hipertensi yang optimal dan tata laksana hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan risiko kesakitan, komplikasi, bahkan risiko kematian dini, 

Upaya pencegahan hipertensi dapat dilakukan antara lain dengan modifikasi gaya hidup dan pemberian terapi obat rutin ketika sudah diperlukan.

dr. Amanda Tiksnadi, SpS(K), PhD, Ketua Panitia The 17th Annual Scientific meeting InaSH 2023 dalam sambutannya menyampaikan visinya untuk mengajak praktisi kesehatan berupaya menanggulangi hipertensi dengan lebih optimal.

 

img_title
dr. Amanda Tiksnadi, SpS(K), PhD. (Foto: Dokumentasi)

 

“Scientific Meeting kali ini mencoba melebarkan sayap dengan mengajak klinisi dan perawat di Indonesia bergerak mengatasi hipertensi mulai dari hulu secara optimal, yaitu mulai bertindak di fase prevensi atau pencegahan tanpa melupakan optimalisasi tatalaksana hipertensi,” ungkapnya dalam acara Scientific Meeting yang digelar di kawasan Kuningan pada Jumat, 24 Februari 2023.

Pada kesempatan yang sama, dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA, Ketua InaSH menyampaikan bahwa jumlah penyandang di Indonesia dalam satu dekade terakhir tak mengalami penurunan secara signifikan.

“Survei nasional di Indonesia tahun 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi adalah 34,1%, tidak berbeda dengan hasil survey nasional tahun 2007 yang besarnya 31,7%,” ungkapnya.

“Tingginya jumlah penyandang hipertensi menjadi beban berupa tingginya angka kesakitan dan kematian penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal kronik. Hipertensi bertanggung jawab terhadap sebagian beban biaya yang tinggi untuk penyakit jantung-pembuluh darah, stroke dan gagal ginjal di Indonesia,” sambungnya.

 

img_title
dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA, Ketua InaSH. (Foto: Dokumentasi)

 

Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki pengetahuan terkait penyakit hipertensi dan tekanan darah masing-masing. Dengan mengetahui tingkat tekanan darah, diharapkan seseorang menjadi lebih sadar untuk melakukan usaha menurunkannya jika diperlukan.

Pemeriksaan tekanan darah sendiri tak hanya bisa dilakukan di pelayanan kesehatan tapi juga di rumah. Dengan kemudahan tersebut, masyarakat diharapkan bisa rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah tanpa harus merasakan gejala hipertensi tertentu terlebih dahulu.

Jika seseorang memiliki tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, ia lebih berisiko mengalami penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal dibandingkan dengan pemilik tekanan darah yang lebih rendah.

“Seseorang mungkin perlu terapi obat jika tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih. Dokter akan memutuskan apakah perlu terapi obat atau tidak,” lanjutnya.

Sementara itu, jika tekanan darah seseorang 130-139/85-89 mmHg, maka ia cukup melakukan intervensi gaya hidup seperti berolahraga teratur, menurunkan berat badan, mengurangi asupan garam. 

 

img_title
dr. Djoko Wibisono, Sp.PD-KGH, Sekretaris Jenderal InaSH. (Foto: Dokumentasi)

 

dr. Djoko Wibisono, Sp.PD-KGH, Sekretaris Jenderal InaSH dalam acara yang sama bahwa pemeriksaan tekanan darah secara rutin penting dilakukan lantaran hipertensi kerap ditemukan secara tidak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan atas keluhan penyakit lain.

“Hipertensi masih menjadi salah satu masalah kesehatan utama seluruh masyarakat di Indonesia, berawal dari kondisi yang sering kali diabaikan sebagian besar orang yang merasa tidak memiliki keluhan,” paparnya.

Padahal, hipertensi dapat menjadi sumber komplikasi kesehatan yang lebih fatal untuk organ vital seperti otak, jantung, maupun ginjal.

Oleh sebab itu, penting untuk melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan hipertensi dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih sehat. 

“Hipertensi masih menjadi faktor risiko utama penyebab dari stroke perdarahan, penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit ginjal kronik, bahkan kematian dini. Berangkat dari kondisi tersebut, hipertensi sering disebut sebagai Si Pembunuh Senyap atau The SilentKiller,” sambungnya.

Untuk itu, Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi.

 

img_title
Konferensi pers “Pencegahan Hipertensi dan Tatalaksana di Indonesia". (Foto: Dokumentasi)

 

Upaya tersebut dapat ditempuh melalui promosi kesehatan seperti diet yang sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan aktifitas dan tidak merokok. 

Puskesmas juga perlu melakukan pencegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan deteksi dini untuk menemukan penyakit. 

dr. Djoko Wibisono, Sp.PD-KGH menambahkan, dengan dilakukannya upaya-upaya penanggulan yang disebutkan di atas, maka akan lebih mudah untuk melakukan upaya pengobatan sedini mungkin bagi para pasien hipertensi.

“Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan pengobatan secara dini. Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup penderita,” tuturnya.

“Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung,” tandasnya.