Unjuk Rasa Akbar Menolak Bantuan Senjata untuk Ukraina

Unjuk Rasa Akbar Menolak Bantuan Senjata untuk Ukraina
Unjuk Rasa Akbar Menolak Bantuan Senjata untuk Ukraina (Foto : Reuters)

Antv – Ditengah guyuran hujan salju yang lebat, ribuan orang berkumpul pada Sabtu (25/2/2023) di Gerbang Brandenburg, sebuah landmark di ibukota Jerman Berlin, untuk menolak rencana pemerintah Jerman memasok senjata ke Ukraina dan sebaliknya menyerukan kesepakatan damai untuk mengakhiri konflik. 

Unjuk rasa akbar ini berlangsung sehari setelah unjuk rasa anti perang terjadi di seluruh wilayah Jerman untuk memperingati satu tahun krisis Ukraina. 

img_title
Poster "Lebih Baik 100 Jam Negosiasi daripada Baku Tembak 1 Menit". (Foto: Reuters)

Walau temperatur udara cukup dingin, para pengunjuk rasa tetap berunjuk rasa sambil membawa poster-poster serta mengucapkan slogan seperti "buatlah perdamaian, bukan produksi senjata" juga menyerukan negosiasi dan menghentikan pengiriman senjata ke Ukraina. 

Seperti dikutip dari Reuters, Para aktivis Anti Perang juga mengkritik bahwa bantuan militer yang terus bertambah ke Ukraina diyakini akan memperpanjang konflik perang yang tidak akan berakhir. 

"Semua tank dan segala senjata dari pihak Barat tidak akan membuat perbedaan. Hal itu seperti menyiram gas ke api. Ketika kalian mendukung perang menggunakan senjata, kalian sudah jelas berada di pihak yang salah. " kata Bjoern, salah seorang pengunjuk rasa. 

Unjuk rasa ini diorganisasi oleh kelompok politisi Jerman sayap kiri Sahra Wagenknecht dan seorang penulis terkemuka Alice Schawzer. 

Sahra Wagenknecht dikenal telah menerbitkan sebuah petisi "Manifesto untuk Kedamaian" yang ditanda tangani sekitar 69 tokoh dari dunia politik, ilmiah dan sektor sosial.

img_title
Unjuk Rasa Akbar Menolak Bantuan Senjata untuk Ukraina. (Foto: Reuters)

Isi petisi yakni meminta pemerintah Jerman untuk berhenti menyediakan senjata untuk Ukraina supaya bisa mencegah memperuncing konflik dan mengurangi resiko perang dunia atau perang nuklir. 

Sementara itu, Mereka menyerukan solusi damai untuk mengakhiri konflik melalui negosiasi diplomatis. Manifesto tersebut disebarluaskan pada 10 Februari 2023 yang kemudian berhasil mengumpulkan lebih dari 600.000 tanda tangan, hingga kini jumlah orang yang memberikan tanda tangan terus bertambah