Sengketa Lahan Masjid di Makassar, MA Diminta Buat Putusan Seadil-adilnya

Unjuk rasa di depan Gedung MA, Jakarta, Rabu (13/9/2023).
Unjuk rasa di depan Gedung MA, Jakarta, Rabu (13/9/2023). (Foto : Rangga/ANTVklik.com)

AntvMahkamah Agung (MA) diminta memenuhi rasa keadilan masyarakat yang memperjuangkan lahan sebuah masjid di Makassar, Sulawesi Selatan bernama Masjid Al-Markaz, agar tak jatuh ke tangan pihak-pihak yang diduga mafia tanah. Rasa keadilan ini diharapkan hadir melalui putusan yang MA buat dalam perkara tersebut. 

"Mahkamah Agung tidak boleh kalah dengan mafia peradilan dan mafia tanah. Apalagi mafia-mafia yang ingin merampas rumah Tuhan, dalam bentuk masjid, terkhusus Masjid Al-Markaz yang telah berdiri puluhan tahun lamanya. Kenapa baru hari ini dipermasalahkan? Itu menurut kami tidaklah logis," ujar perwakilan masyarakat Makassar dari Lingkar Koalisi Antar Pemuda Sulawesi Selatan (Lontara Sulsel), Ibrahim Asnawi saat berunjuk rasa di depan Gedung MA, Jakarta, Rabu (13/9/2023). 

Upaya menyelesaikan perkara ini sendiri, dilakukan secara perdata dan pidana. Untuk perdata, kata Ibrahim, dokumen kepemilikan yang dipunyai IB dan IR terbukti palsu dalam fakta persidangan. Sementara proses hukum pidananya dalam kasus dugaan pemalsuan surat, masih berjalan pada tahap kasasi di MA dengan nomor register perkara: 1054 K/Pid/2023. 

"Dan patut dihukum para pemilik surat palsu yang mengaku mempunyai lahan Masjid Al-Markaz. Karena dalam persidangan perdatanya sudah kalah, terbukti dokumen yang diklaim tersebut dinyatakan palsu dalam persidangan perdatanya," kata Ibrahim. 

Menurut Ibrahim, pihaknya meminta agar majelis hakim MA memutus terdakwa IB dan IR bersalah. Ini demi terpenuhinya rasa keadilan bagi masyarakat Makassar. 

"Oleh karena itu, Mahkamah Agung selaku benteng terakhir masyarakat pencari keadilan, khususnya kami masyarakat Makassar rindu keadilan tegak di kota kami, tidak seperti putusan PN sebelumnya. Untuk itu kami memohon sebesar-besarnya kepada majelis kasasi agar memutus dan mempidanakan para terdakwa yang bernama IB dan IR sebagaimana UU yang berlaku," jelas Ibrahim. 

"Jangan sampai majelis hakim ikut bermain di atas penderitaan masyarakat," sambungnya.