Begini Peranan AS Agar Kemerdekaan Indonesia Diakui Belanda

istana merdeka
istana merdeka (Foto : )
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Namun Belanda baru mengakui kedaulatan negeri ini pada 1949. Begini peran Amerika Serikat dalam proses tersebut.
Profesor Robert J McMahon, yang merupakan Guru Besar Ilmu Sejarah dari Ohio State University, menceritakan bagaimana peran Amerika Serikat (AS) dalam sejarah kemerdekaan Indonesia hingga akhirnya diakui Belanda.Profesor McMahon mengakui bahwa kebijakan Amerika terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia melewati rangkaian tahapan yang berbeda.Pada awalnya AS berusaha tetap netral, dan tidak ingin meninggalkan Belanda, sekutu penting Eropa.Di pihak lain, AS juga menyadari pentingnya menunjukkan simpati kepada negara-negara yang baru muncul di Asia dan bagian-bagian lain dunia, utamanya kawasan “Selatan Dunia,” termasuk Indonesia.“Jadi, pada dasarnya Amerika gagal mengakui kemerdekaan Indonesia, meskipun para pemimpin Indonesia seperti Sukarno telah memohon pengakuan Amerika, karena Amerika mempertahankan posisi netralitas itu, dan cenderung condong ke Belanda,” kata Profesor McMahon.“Memang, Amerika menjadi salah satu anggota dari apa yang disebut Good Offices Committee of the United Nations (Komisi Tiga Negara PBB) pada tahun 1947, tetapi komisi itu tidak memiliki kekuasaan dan hanya bisa memberikan rekomendasi,” imbuhnya.Amerika Serikat baru teribat lebih serius ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II yang dimulai pada Desember 1948, yang dalam prosesnya melanggar kesepakatan yang dirundingkan dengan Komisi Tiga Negara PBB.Profesor McMahon mengatakan, AS kemudian memainkan peran penting dalam tahap akhir perjuangan kemerdekaan RI.

Ancaman AS ke Belanda

Pada awal 1949, AS memaksa Belanda sampai pada keputusan untuk memulai perundingan dengan para pemimpin Indonesia.Peran penting Amerika itu terbukti dari pembicaraan dalam pertemuan yang menentukan antara Menteri Luar Negeri AS Dean Acheson dengan Menteri Luar Negeri Belanda Dirk Stikker pada akhir Maret 1949.Dalam pertemuan itu Acheson menjelaskan, jika Belanda tidak bergerak dengan sangat cepat untuk memulai perundingan serius dengan kaum nasionalis Indonesia dengan tujuan memberikan kemerdekaan yang murni, maka AS harus mempertimbangkan penarikan bantuan keuangannya ke Belanda“Ada ancaman tersirat, dan itu disampaikan dengan sopan dalam bahasa diplomatik, tetapi tetap saja itu jelas merupakan ancaman tersirat. Amerika Serikat memiliki pengaruh yang sangat besar pada Pemerintah Belanda karena di bawah Marshall Plan, ekonomi Belanda menjadi sangat bergantung pada bantuan ekonomi Amerika," kata Profesor McMahon."Itu tentunya salah satu faktor kunci yang membuat Belanda memutuskan bahwa mereka tidak dapat memenangkan konflik secara militer tanpa membayar harga yang terlalu tinggi untuk kebutuhan politik luar negeri yang paling vital," lanjutnya.Selain itu, serikat-serikat pekerja dan kelompok-kelompok liberal di AS mengadakan demonstrasi dan semakin keras menyuarakan dukungan bagi kemerdekaan Indonesia. Mereka juga sekaligus menekan pemerintahan Presiden AS Harry S. Truman agar melakukan hal yang sama.“Kelompok-kelompok progresif liberal dalam masyarakat sipil Amerika bersatu mendukung perjuangan Indonesia, dan juga gerakan buruh Amerika. Kongres Organisasi-Organisasi Industri tampil untuk mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia, NAACP mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia, dan ada banyak suara di Kongres Amerika yang mendukung," kata Profesor McMahon."Jadi, yang terjadi adalah adanya tekanan pada pemerintahan Truman dari Kongres dan dari aliansi buruh, kelompok-kelompok yang memperjuangkan hak-hak sipil, kelompok Afrika-Amerika yang termasuk di antara mereka yang menyuarakan dukungan terkuat bagi rakyat Indonesia," katanya.Keberhasilan militer Indonesia memadamkan aksi Partai Komunis Indonesia di Madiun pada September 1948 meyakinkan AS akan Indonesia yang anti-komunis.Ditambah dengan suara keras dukungan rakyat AS yang berhasil mengubah kebijakan Amerika yang secara tradisional cenderung mendukung Eropa.“Jadi, para pemimpin Indonesia mengirim semua sinyal ke Amerika dan Barat bahwa mereka moderat dan bisa diajak bekerja sama, dan itu merupakan keberhasilan para diplomat Indonesia, termasuk Sutan Sjahrir, Amir Sjarifuddin, dan Muhammad Hatta,” katanya lagi.Pada akhirnya, tercatat dalam sejarah, Konferensi Meja Bundar yang digelar di Den Haag, Belanda, pada 27 Desember 1949, Pemerintah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. VOA Indonesia