Permenkes Pedoman PSBB Telah Diterbitkan, Daerah Mana Saja yang Akan Menerapkan?

Permenkes Pedoman PSBB Telah Diterbitkan, Daerah Mana Saja yang Akan Menerapkan? (Foto Instagram @kemenkes)
Permenkes Pedoman PSBB Telah Diterbitkan, Daerah Mana Saja yang Akan Menerapkan? (Foto Instagram @kemenkes) (Foto : )
Permenkes Pedoman PSBB telah diterbitkan setelah ditandatangani oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto Jumat (3/4/2020), di mana sudah tercantum secara detail mengenai tahapan permohonan daerah tentang penetapan PSBB.
Permenkes yang diterbitkan itu bernomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Dalam peraturan tersebut, Menteri Kesehatan berwenang untuk menetapkan PSBB di suatu wilayah, seperti yang tercantum dalam pasal 3, Permenkes nomor 9, Tahun 2020 itu, yakni "Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/wali kota,". Untuk menerapkan suatu daerah ingin mengajukan atau menerapkan PPSB, tentu ada sejumlah persyaratan, seperti yang termaktub dalam pasal 4 ayat 1;
"Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;b. penyebaran kasus menurut waktu; danc. kejadian transmisi lokal." Penerbitan Permenkes nomor 9 Tahun 2020 ini, sekaligus menjawab permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menginginkan aturan tersebut kelar secepatnya. Jokowi ingin agar pusat dan daerah memiliki visi yang sama dalam menangani virus Corona. "Saya minta maksimal dua hari peraturan menteri itu sudah selesai," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas di Istana Bogor seperti yang disiarkan pada YouTube Setneg, Kamis (2/4/2020) lalu. Ini isi lengkap Permenkes nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB:BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:1. Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-I9).2. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.BAB IIPENETAPAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESARBagian KesatuKriteriaPasal 2Untuk dapat ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut:a. jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat kebeberapa wilayah; danb. terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.Bagian KeduaPermohonan PenetapanPasal 3(1) Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota.(2) Permohonan dari gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.(3) Permohonan dari bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu kabupaten/kota.Pasal 4(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:a. peningkatan jumlah kasus menurut waktu;b. penyebaran kasus menurut waktu; danc. kejadian transmisi lokal.(2) Data peningkatan jumlah kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disertai dengan kurva epidemiologi.(3) Data penyebaran kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan peta penyebaran menurut waktu.(4) Data kejadian transmisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.Pasal 5Selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID19) dapat mengusulkan kepada Menteri untuk menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.Pasal 6Permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar mengacu pada Formulir sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.Bagian KetigaTata Cara PenetapanPasal 7(1) Dalam rangka penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Menteri membentuk tim.(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:a. melakukan kajian epidemiologis; danb. melakukan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan keamanan.(3) Dalam melakukan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) khususnya terkait dengan kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Daerah.(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim memberikan rekomendasi penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri dalam waktu paling lama 1 (satu) hari sejak diterimanya permohonan penetapan.Pasal 8(1) Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk wilayah provinsi/kabupaten/kota tertentu dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari sejak diterimanya permohonan penetapan.(2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan rekomendasi tim dan memperhatikan pertimbangan dari Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).Pasal 9(1) Penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan atas dasar:a. peningkatan jumlah kasus secara bermakna dalam kurun waktu tertentu;b. terjadi penyebaran kasus secara cepat di wilayah lain dalam kurun waktu tertentu; danc. ada bukti terjadi transmisi lokal.(2) Selain berdasarkan pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar juga mempertimbangkan kesiapan daerah dalam hal-hal yang terkait dengan ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, ketersediaan anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial untuk rakyatterdampak, dan aspek keamanan.Pasal 10Dalam hal kondisi suatu daerah tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Menteri dapat mencabut penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar.Pasal 11Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.BAB IIIPELAKSANAAN PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESARPasal 12Dalam hal Pembatasan Sosial Berskala Besar telah ditetapkan oleh Menteri, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan danmemperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk secara konsisten mendorong dan mensosialisasikanpola hidup bersih dan sehat kepada masyarakat.Pasal 13(1) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi:a. peliburan sekolah dan tempat kerja;b. pembatasan kegiatan keagamaan;c. pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum;d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya;e. pembatasan moda transportasi; danf. pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.(2) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.(3) Peliburan sekolah dan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.(4) Pembatasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.(5) Pembatasan kegiatan keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yangdiakui oleh pemerintah.(6) Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.(7) Pembatasan tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk:a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi;b. fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; danc. tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga.(8) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.(9) Pembatasan kegiatan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.(10) Pembatasan moda transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan untuk:a. moda transpotasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang; danb. moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dikecualikan untuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan, sertamewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan perundang-undangan.Pasal 14(1) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk aparat penegak hukum, pihak keamanan, pengelola/penanggung jawab fasilitas kesehatan, dan instansi logistik setempat.(2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan dalam rangka efektivitas dan kelancaran pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.Pasal 15Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dalam Pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.BAB IVPENCATATAN DAN PELAPORANPasal 16(1) Gubernur dan/atau bupati/walikota melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar di masing-masing wilayahnya.(2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri untuk digunakan sebagai dasar menilai kemajuan dan keberhasilan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.BAB VPEMBINAAN DAN PENGAWASANPasal 17(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan oleh Menteri, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), gubernur/bupati/walikota, sesuai dengan kewenangan masing-masing.(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan kementerian/lembaga lain di luar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan ahli/pakar terkait.(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:a. advokasi dan sosialisasi;b. asistensi teknis; danc. pemantauan dan evaluasi.(4) Advokasi dan sosialisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dalam rangka mendapatkan dukungan dalam bentuk kebijakan dan sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.(5) Asistensi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dalam rangka melakukan pendampingan teknis dalam pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar.(6) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan dalam rangka melakukan penilaian keberhasilan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam memutus rantai penularan yang dibuktikan dengan:a. pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 berjalanbaik;b. penurunan jumlah kasus; danc. tidak ada penyebaran ke area/wilayah baru.(7) Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaporkan kepada Menteri sebagai pertimbangan dalam mencabut penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada pasal 10.Pasal 18Dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar, instansi berwenang melakukan penegakan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.BAB VIKETENTUAN PENUTUPPasal 19Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatan dalam Berita Negara Republik Indonesia.Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2020MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAttd.TERAWAN AGUS PUTRANTODiundangkan di Jakarta pada tanggal 3 April 2020DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANKEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIAttd.WIDODO EKATJAHJANABERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 326 Lantas, daerah mana saja yang akan menerapkan?