Inilah Kisah Sapi dari Megelanq

Inilah Kisah Sapi dari Megelanq
Inilah Kisah Sapi dari Megelanq (Foto : )
Setelah mendengar penjelasan dari Sang Marbot Langit, rakyat kampung Kenyot spontan bersyukur, wuasyuuu …  Mengapa?
Begini ceritanya, Kabar beredar semarak gegap gempita. Kabar langit telah tiba. Marbot Langit turun dari pertapaannya di pusat gempa, Epicentrum. Rakyat kampung Kenyot hingar binger. Berbinar kala mendapat info kalau sapi betina dari Megelanq lebih lincah semangat, sangat bohay sehat, juga menghasilkan banyak susu karena teteknya montok, dan putingnya pas segenggaman. Pasar di ngarai Embut penuh sesak. Rakyat beramai-ramai membeli, berinvestasi. Sapi betina dari Megelanq.

Megelanq adalah daerah subur di lembah Sapto Argo. Tujuh Gunung Api. Tujuh gunung itu adalah Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Telomoyo, Gunung Prahu dan Gunung Andong. Penuh mistik dan misteri.  

Hari pasaran silih berganti. Saat musim kawin pun tiba. Lapangan kampung disulap jadi ajang hajat kawinan sapi. Semua rakyat berharap sapi-sapi betina mereka akan berbiak hingga bisa menaikkan pendapatan mereka dari penjualan susu kualitas tinggi.

Kualitas susu sapi dari kampong Kenyot sudah kondang di seantero negeri. Cita rasanya berbeda dari susu sapi daerah lain. Legit dan ada sejumput madu tawon vespa jika dicecap. Biasa dicari para pria yang punya masalah kejantanan, atau wanita yang ingin lebih awet muda. Juga jadi buruan para praktisi pijat.

Siang itu matahari bersinar cerah, kadar teriknya setengah hangat. Cuaca yang pas untuk kawin, manusia maupun sapi. Berbondong-bondong rakyat membawa sapi-sapi betina itu ke lapangan. Di sana seekor sapi jantan sudah menunggu. Sapi ini milik Sang Marbot Langit, Mbah Sastro. Doa-doa dipanjatkan kiai, pastor dan pandita. Sementara di ujung sana kepul asap dupa, kemenyan, gaharu maupun cendara semerbak mewangi. Mbah Sastro sembahyang pada semesta. Semoga sapi jantan miliknya mampu mengimpoi dengan gagah berani sapi-sapi betina itu. Usai sembahyang, Marbot Langit ini pulang ke Rumah Bacot. Work From Home! Adalah Jagatnatha nama sapi jantan itu. Gagah perkasa. Elok rupawan. Tak pernah ada seekor sapi betina yang menolak ditungganginya.

Sapi ini berasal dari Norwegia, keturunan sapi perang para Viking. Bahkan Thor pernah menungganginya saat berperang melawan Ragnarok. Dewa-dewa juga pernah merasakan bagaimana kokohnya sapi Norwegia ini.

Sapi jantan itu mulai dan mendatangi sapi betina dari belakang. Rakyat bersorak sorai. Gegap gempita di lapangan kampung saat itu. Suasananya mirip gelaran orkes dangdut. Saat Inul Daratista mulai meliukkan pinggul. Ada 50 sapi betina yang sukarela mengandung anak Jagatnatha. Eksekusi sapi terakhir menjadi tontonan seru. Ketika si jantan bersiap masuk dari arah kiri, sapi betina itu melengos ke kanan. Ketika si jantan menusuk dari kanan, si betina mengelak ke kiri. Si jantan mencoba dari arah atas, si betina goyang ke bawah dan sebaliknya. Ini berlangsung seharian. Lingsir hari siang menuju sore. Rakyat kampung mendatangi Mbah Sastro. Es teh setengah manis bikinan Sri Munaroh, kembang kampung setempat kembali disodorkan. Juga rokok bungkus kuning kehijauan bikinan pabrik Liem Seeng Tee. Tak ketinggalan pula Begenyol khas Bali juga disajikan. Sesajen lengkap! Mereka bertanya mengapa sapi betina yang satu ini sulit untuk wik wik, kimpoi. Mbah Sastro terkekeh sambil menyeruput es teh setengah manisnya. Marbot Langit ini diam menunduk. Mengamati pucuk hidungnya, maneges. Bercakap dalam kalbu dengan Sang Hyang Nganu. Mengangguk-angguk. Mbah Sastro tersenyum lalu bertanya pada penduduk desa, + Sapi itu mengelak ke kanan kalau disodok dari kiri ya? - Betul, Mbah + Dan kalau ditusuk dari kanan, dia melengos ke kiri ya? - Betul sekali, Mbah + Hmmm ... Sapinya pasti kalian beli bukan dari Megelanq! - Iya, Mbah + Sapi itu kalian beli dari Groboganz! Sapi itu memang ngeyelan! Dan sapi itu masih perawan! Semua terkejut dan terkagum dengan ucapan Mbah Sastro, sebab tidak seorangpun yang bercerita muasal si sapi betina. Salah seorang rakyat memberanikan diri bertanya, “Kok tau, Mbah?” Mbah Sastro menjawab terkekeh, “Istriku juga dari Groboganz.” Spontan penduduk desa mengucap syukur, “Wuasyuuuuu …” #REHATawanesia