HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Sosok yang Selalu Dirindu

HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Sosok yang Selalu Dirindu (Foto Kolase)
HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Sosok yang Selalu Dirindu (Foto Kolase) (Foto : )
itu, masih menaruh perhatian besar pada usahanya, meskipun ia akhirnya mundur sebagai presiden direktur Kelompok Usaha Bakrie, kurang lebih sebulan setengah menjelang berpulangnya.Ketika 'Wisma Bakrie' berdiri (1984), H. Achmad Bakrie sudah tidak terlalu aktif bekerja. Ia hanya memperhatikan putra-putranya dan mendiskusikan hal-hal yang pokok saja. Sedangkan pengambilan keputusan dan perencanaan usaha sudah dilimpahkan pada ketiga putranya.Cucu-cucunya ingat betul betapa besar kasih sayang Atuk pada mereka. Sejak dioleh-olehin dari perjalanan ke luar negeri seperti boneka yang ia pegang sendiri di pesawat, sampai dibawa Atuk shalat ke mesjid Istiqlal. Malah Atuk kadang-kadang lebih pulas tidur bersama cucunya.Namun Atuk telah pergi dengan tenang. Ia tidak hanya meninggalkan harta yang banyak. Jauh lebih penting dan utama dari itu adalah ia mewariskan keturunan yang sehat, cerdas, taat dan rukun.Keempat anaknya memberinya cucu, hingga 11 orang
(data tahun 1991, saat buku 'H. Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" ditulis)
. Sebagian mulai berangkat dewasa, dan sebagian masih sedang luculucunya, ketika Atuk dipanggil Tuhan.Mereka belum memikirkan benar soal kaderisasi. Tetapi di antara cucu itu sudah memperlihatkan naluri bisnis. Anindya Novyan Bakrie atau biasa disapa Anin, putra sulung Ir. H. Aburizal Bakrie, saat itu bersekolah setingkat SMA kelas tiga di Amerika.Ketika duduk di SD, kelas empat di Jakarta, Anindya Novyan Bakrie pernah menjual foto artis pada teman-temannya.Naik ke SMP Anin mencoba pula menjual kaus, parcel, dan tiket pertunjukan. Dua dagangan terakhir Anin akhirnya merogoh tabanasnya buat menutup kerugian itu.Sementara Adika Nuraga, putra sulung Nirwan D. Bakrie, yang saat itu berusia sembilan tahun, pernah menjual gambar tempel (stiker).Dua cucu Atuk itu melakukan “bisnis” atas keinginan sendiri. Sedang Syailendra, putra sulung Indra U. Bakrie, ogah menceritakan pengalamannya. Hanya secara spontan ia bilang “Ingin menjadi businessman seperti papa dan Atuk.”Nadia dan Laila, dua putri Roosmania Kusmoljono, (Tahun 1991,  saat buku 'H. Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" ditulis)  duduk di SMP kelas tiga dan kelas satu, tidak berkomentar apa-apa tentang bisnis. Namun mereka mengaku senang banget kumpul makan bubur bersama di Simpruk tiap Minggu, seperti ketika Atuk masih hidup.Tahu kiatnya bila cucu-cucu Atuk lagi bandel, sekarang? Pura-pura saja bilang: “Tuh, Uwak Ical datang...” Atuk memang telah pergi, dan Uwak Ical mereka kini jadi “matahari” perusahaan rintisan Atuk.