HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Mitra Latih Tanding Begawan Ekonomi

HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Mitra Latih Tanding Begawan Ekonomi (Foto Kolase)
HUT Kelompok Usaha Bakrie ke-78, H. Achmad Bakrie Mitra Latih Tanding Begawan Ekonomi (Foto Kolase) (Foto : )
Postur boleh kecil ibarat cabe rawit, Begawan Ekonomi, yang juga dikenal bersahabat dekat dengan H. Achmad Bakrie yakni Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo, terkenal pedas bila mengeluarkan jurus-jurus ekonominya.
Bicara gamblang dan blak-blakan sudah seperti “trade mark” putra Banyumas itu, baik ketika malang-melintang di berbagai lembaga pemerintahan Kabinet Natsir hingga Kabinet Pembangunan I dan II maupun di dunia pendidikan dan ketika menjadi “orang swasta”, hingga akhir hayatnya memang tidak pernah berubah. Saat penulis buku ini menemuinya, belum apa-apa, di awal perbincangannya, Soemitro sudah mengeluarkan kritikan pedas. “Pengusaha sekarang gini saja (menjentikkan ujung kuku) sudah mengeluh. Nah, seharusnya mereka mengambil contoh dari Achmad Bakrie... tabah, ulet, dan tahan dalam setiap gelombang pasang surut,” ujarnya sembari menyelipkan sebatang rokok putih di sudut bibirnya. Agaknya cukup beralasan, H. Achmad Bakrie yang dikenalnya bukanlah sekedar pengamatan atau yang diistilahkan “fly by night” tetapi kontak langsung - “sparring partner”. [caption id="attachment_284515" align="aligncenter" width="900"]
Adalah penting menggalakkan diversifikasi ekspor Indonesia. Begitu menurut Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo ketika meninjau Proses pembuatan kopi dan lada milik B - B di Telukbetung, Lampung (Foto Perpustakaan Bakrie) Adalah penting menggalakkan diversifikasi ekspor Indonesia. Begitu menurut Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo ketika meninjau Proses pembuatan kopi dan lada milik B & B di Telukbetung, Lampung (Foto Perpustakaan Bakrie)[/caption] Layaknya dalam bertinju, seorang petinju memerlukan lawan latih tanding meski “kelas” mereka berlainan - satu pejabat satunya pedagang. Suatu kali ketika Soemitro menjabat Menteri Perdagangan (1968 - 1973) mereka malah benar-benar berlaga di arena layar kaca.

“Ayo kita muncul di teve.” “Apa sudah dipersiapkan?” tanya Bakrie. “Tidak, ucapkan apa yang Jij setuju dan tidak.”

Berselang beberapa hari usai penayangan itu masyarakat kaget. “Lho, Soemitro yang begitu keras sama pengusaha kok kelihatan begitu terbuka?” ujar Soemitro menirukan komentar berbagai kalangan. Itu, lanjutnya, apa yang dirintis mereka di media teve sebagai suatu yang bagus, sebab diungkapkan dengan gamblang, terbuka, terus terang, dan tidak “yes man”. Orang pintar ini mengakui ketika menjadi menteri, dalam menghadapi para pengusaha selalu bersikap keras. Terutama menyangkut keamanan negara, ia tidak pandang bulu. Tanpa tedeng aling-aling Soemitro pernah mengusir seorang taipan yang kini berjaya sebagai konglomerat, karena tauke itu memasang niat tidak baik mencoba mempengaruhinya. [caption id="attachment_284516" align="aligncenter" width="900"]Adalah penting menggalakkan diversifikasi ekspor Indonesia. Begitu menurut Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo ketika meninjau Proses pembuatan kopi dan lada milik B & B di Telukbetung, Lampung. Keduanya memang bersahabat, tetapi tidak saling menyulitkan posisi masing-masing (Foto Perpustakaan Bakrie) Adalah penting menggalakkan diversifikasi ekspor Indonesia. Begitu menurut Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo ketika meninjau Proses pembuatan kopi dan lada milik B & B di Telukbetung, Lampung. Keduanya memang bersahabat, tetapi tidak saling menyulitkan posisi masing-masing (Foto Perpustakaan Bakrie)[/caption] “Tidak percaya, tanya saja sendiri. Saya tidak takut,” ujar Soemitro dengan nada serius. Salah satu hal yang dikaguminya dari H. Achmad Bakrie adalah integritasnya sebagai pengusaha; tercermin pada perilaku, sifat dan tabiatnya dalam menjaga hubungan baik mereka.

“Saya pejabat, dia pedagang. Tapi dia nggak pernah nyuap saya, nggak pernah. Dan saya memang tidak pernah mengharapkan sepeser pun. Nggak pernah dia menawarkan ini, itu. Nggak pernah minta fasilitas,” ungkap Soemitro sambil menggerakkan kepala dan telapak tangannya bersamaan.

Integritas itu, lanjutnya, mencerminkan rasa persahabatannya yang tinggi. He had never abuse our friendship. Orang yang mempunyai integritas seperti itu jarang sekali ditemukan. “Ciri-cirinya tekun, ulet, tabah dan berintegritas dalam arti dia mempunyai pendirian yang dijiwai semangat patriot. Itu bukti nyata dari saya yang masih hidup sejak zaman paling sulit masa revolusi dulu,” ujar Soemitro. Setiap kali berjumpa, mereka berdiskusi, berdebat dan saling menghargai perbedaan pendapat. Kapasitas penguasa-pengusaha yang menarik dirasakan mereka berdua menurut Soemitro karena adanya keikhlasan tidak saling menyulitkan posisi masing-masing. “Belum pernah dia menyalahgunakan, tidak pernah dia minta rahasia-rahasia negara, mencari keuntungan misalnya soal devaluasi. Padahal sayalah yang paling tahu masalah itu dulu,” ujarnya sambil menghisap rokok dalam-dalam. Salah satu kelebihan H. Achmad Bakrie menurut Soemitro adalah bahwa Bakrie membuktikan mampu hidup dalam keadaan sulit, terus bertahan tanpa mengorbankan martabat integritasnya sebagai pengusaha. “Buktinya selama 40 tahun lebih dalam keadaan pasang surut dia teruuus bertahan, yang lain-lain wah... nggak tahu kemana!” soal kredibilitas Achmad Bakrie sebagai pengusaha nasional, Soemitro berujar: “Ngurus lada, orang lain nggak kena. Diserahkan sama Bakrie, bereees,” ucapnya terkekeh-kekeh. “Dia menguasai bahasa Belanda dan Inggris dengan baik. Jadi dia benar-benar self made man yang selalu saya hormati,” selama 40 tahun Soemitro berhubungan, Achmad Bakrie yang hanya berpendidikan SD tidak mempunyai kompleks rendah diri karena pendidikan. Dan itu karena “self made man” nya. “Menurut saya itu jauh lebih penting daripada gelar apapun, sarjana atau PhD (doktor).” Begitulah sedikit pembicaraan Soemitro atau “Mas Tjum” kalau Achmad Bakrie menyapanya. Besan Presiden Soeharto ini memang gesit dan cekatan. Di media massa suatu kali bulan Oktober 1991 dia diberitakan berlari ngibrit meninggalkan para wartawan yang “kecolongan” kalah cepat dengannya. [caption id="attachment_284517" align="aligncenter" width="900"]Sejenak berbagi api setelah Berkeliling Pabrik (Foto Perpustakaan Bakrie) Sejenak berbagi api setelah Berkeliling Pabrik (Foto Perpustakaan Bakrie)[/caption] Soal kegesitannya pun terulang ketika tim penyusun buku ini akan menemuinya di kantornya, PT Indoconsult. Waktu itu aliran listrik terputus di kantornya. Seketika disepakati pembicaraan dialihkan di rumahnya. Lantas ekonom senior ini “menghilang” bersama mobil berlogo tanduk, sementara kami menyusul dengan kendaraan jauh lebih canggih. Apa yang terjadi? Pak Mitro lebih dulu tiba dan dari dalam rumah sedikit berlari membukakan pintu depan. Tentu saja di sini lampu dan penyejuk ruangan bekerja dengan baik. Sumber: Buku "H. Achmad Bakrie - Sebuah Potret Kerja Keras, Kejujuran, dan Keberhasilan" Syafruddin Pohan, dkk. Cetakan Kedua (e-book), 2011, PT Bakrie & Brothers Tbk, ISBN : 978-602-98628-0-5