Peringati Maulid Nabi, Ratusan Warga Berebut Nasi Bungkus Daun Jati dan kerupuk

FESTIVAL KRUPUK AMPYANG
FESTIVAL KRUPUK AMPYANG (Foto : )
Ratusan warga berdesakan berebut nasi ampyang dalam dalam tradisi ampyangan di Desa Loram, Kecamatan Jati, Kudus, Jawa Tengah. Sebelumnya, warga melakukan kirab keliling desa, dengan membawa gunungan nasi kepel dan ampyang atau krupuk warna warni berbagai bentuk.  Kirab ampyang merupakan rangkaian acara tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, sebagai bentuk rasa syukur.
Ratusan warga yang datang dari berbagai daerah di sekitar Kabupaten Kudus seperti warga Jepara, Pati dan Grobogan, berebut dan saling dorong untuk mendapatkan nasi ampyang pada saat tradisi ampyangan di halaman masjid Desa Loram Kulon, Kudus, Jawa Tengah.Warga yang didominasi para ibu ini, terpaksa menerobos  barikade keamanan hanya untuk mendapatkan nasi sekepalan yang dibungkus dengan daun jati, serta lauk berupa kerupuk warna warni dan botok. Mereka tak sabar untuk mendapat giliran pembagian nasi ampyang tersebut.Mereka rela berdesakan ini karena nasi ampyang yang konon rasanya lezat yang sudah didoakan tersebut hanya bisa didapatkan setahun sekali, di masjid desa Loram yang merupakan masjid peninggalan Ratu Kalinyamat dan suaminya Sulthan Hadlirin.Tradisi mengusung nasi kepel dan kerupuk warna warni yang disebut ampyang  ini, sudah dilakukan sejak masa Ratu Kalinyamat dan suaminya Sultan Hadlirin, pada abad lima belas. Kirab ampyang merupakan rangkaian acara tradisi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.Sementara, menurut penyelenggara, tradisi ini merupakan tradisi rutin setiap tahun. Tradisi ampyang sendiri berawal ketika Sultan Hadlirin ditugaskan Sunan Kudus untuk berdakwah di tempat tersebut. Untuk mendekati masyarakat, beliau kemudian membuat masjid.Selama pembangunan tersebut Sultan Hadlirin mengajarkan masyarakat untuk bersedekah meski hanya dengan nasi sekepalan tangan dan anehnya, meski para tukang yang mengerjakan pembangunan masjid satu hari hanya memakan nasi sekepalan namun bisa bekerja hingga satu hari penuh.Selain dimakan langsung di lokasi kirab ampyang, tak sedikit warga yang membawa nasi ampyang pulang untuk disantap bersama anggota keluarga dirumah. Sementara itu, pemerintah setempat berharap agar tradisi yang sudah ada sejak abad 15 ini bisa terus dilestarikan/ dan bisa dijadikan sebagai momentum memajukan potensi desa.Untuk itu, anak-anak juga dilibatkan agar tradisi tersebut bisa diteruskan di tahun tahun selanjutnya. Selain mengarak gunungan nasi kepel dan kerupuk, peserta juga membuat replika unik seperti kapal mengangkut kerupuk dan nasi kepal, badak raksasa, naga,laba-laba, hingga tokoh wayang Hanoman. Galih Manunggal | Kudus, Jawa Tengah