KRI dr Soeharso Layani Korban Gempa Meski Masa Tanggap Darurat Berlalu

evakuasi pasien RS Suharto
evakuasi pasien RS Suharto (Foto : )
www.antvklik.com- TNI  tak hanya terlibat dalam proses SAR dan distribusi logistik, namun turut mengambil peran dalam bantuan medis kepada para korban akibat Gempa berkekuatan 7,4 SR, disertai tsunami di Sulawesi Tengah yang terjadi pada Jumat (28/9/2018). Beberapa hari setelah kejadian yang menewaskan ribuan orang dan membuat ribuan lainnya luka berat, TNI  mengirimkan rumah sakit terapung Soeharso atau yang dikenal dKapal Angkatan Laut RI (KRI) dr Soeharso (990) .Kapal Angkatan Laut RI KRI dr Soeharso (990) bersandar di Pelabuhan Pantoloan, Palu sejak tanggal 4 Oktober untuk memberikan bantuan kemanusiaan dengan bantuan rumah sakit kepada korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng).KRI tersebut juga mengangkut 112 tenaga medis.  "KRI dr Soeharso masuk jajaran TNI AL tahun 2003 dulu dengan nama Tanjung Dalpele, tapi difungsikan untuk kegiatan RS sehingga pada tahun 2007 baru dikukuhkan KRI dr Soeharso untuk fungsi bantu rumah sakit," ukar Letkol Joko Setiyono, Komandan KRI dr Soeharso (990) saat ditemui sabtu (13/10)Kapal buatan Korea ini dimiliki TNI AL sejak tahun 2003, dan satu-satunya rumah sakit terapung milik TNI. Kapal ini sekelas rumah sakit tingkat dua daerah, memiliki 5 ruang operasi dan memiliki kapasitas untuk 40 orang rawat inap. Misi kemanusiaan pertama KRI Soeharso adalah saat tsunami aceh 2004, dan terakhir adalah saat gempa di lombok, sebelum akhirnya ke Palu."Untuk tenaga medis sendiri kita berangkat full dari bali, 112 tenaga medis dari AL namun begitu kita sampai Palu tanggal 4, tanggal 5 sudah banyak sekali relawan, dokter spesialis yang kita fungsikan utk menangani pasien. Memang dari hari pertama kita melayani pasien dalam 1 hari bisa melaksanakan 15 hingga 20 pasien operasi," tutur Letkol Joko Setiyono.Sejak tanggal 4 Oktober hingga kini keberadaannya di kota Palu telah melayani sekitar 2000 pasien rawat jalan dan 80 pasien operasi. Bahkan sudah 13 bayi dilahirkan di KRI dr Soeharso ini, baik secara normal maupun operasi cesar.Salah satu pasien yang dioperasi di KRI Soeharso adalah Tajriani (24) warga Boromaru, Palu. Saat gempa 7,4 skala richter mengguncang, Tajriani terlambat melarikan diri dan tertimpa bangunan rumahnya yang roboh."Waktu kejadiannya kitakan sementara mandi, orang sudah pada lari semua, tapi namanya lagi mandi kan ngga ada rasa itu gempa. Mau menyelamatkan diri tapi terpeleset sama air," ujar Tajrani.Tajriani pun harus merelakan tangannya diamputasi, karena hampir putus tertimpa lemari kaca. Malang baginya kedua kakinya patah tertimpa reruntuhan rumahnya. Beruntung, Tajriani yang berprofesi sebagai perawat itu berhasil diselamatkan oleh anak tirinya."Itu kita hindari supaya jangan sampai kena kepala, makanya kita tangkis pakai ini, dan ini yang putus, kemudian ini kena runtuhan lemari kaca. Ini kena beras 50 kilo sama beton, ini patah dua dua. Sekarang Alhamdulillah sudah dirawat, sudah diamputasi pasang pen, sudah ada perubahan. Selamat semua kecuali saya," tutur Tajriani.
Ia bersyukur dapat dirawat di rumah sakit terapung KRI Soeharso, yang lebih dekat dari rumahnya, setelah sebelumnya sempat dirujuk untuk dirawat di rumah sakit di Makassar."Sampai dirumah sakit inikan seminggu setelah di operasi ini dikasih rujukan ada RS KRI Soeharso, kita dirawat disini dipasangkan pen, sebelumnya saya tau ada rumah sakit dikapal ini, tapi ini pertama dalam hidup saya dirawat dikapal ini. Alhamdulillah baik pelayanannya bijaksana, semua cukup," pungkas Tajriani.Walaupun telah selesainya masa tanggap darurat pertama, KRI Soeharso hingga kini masih melayani misi kemanusiaan, memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kota Palu."Kini masa tanggap darurat diperpanjang kita TNI AL kita menginduk kepada perintah Panglima TNI, kita menunggu sampai keadaan lokasi bencana di Palu rumah sakit sudah bangkit memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, kita mungkin menunggu perinah kembali ke pangkalan di Surabaya," tutup Letkol Joko Setiyono.Laporan Sandi March dan Bambang Supriyanto dari Palu