SMRC: Di Kalangan Anggota NU Jawa Timur, Elektabilitas Anies – Muhaimin 10,1 Persen

Capres Pilihan Warga NU Jatim Pasca Deklarasi AMIN (Foto : Tangkap Layar)

AntvElektabilitas pasangan Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar di kalangan anggota Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur mencapai 10,1 persen.

Demikian temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan pada 2 sampai 11 September 2023.

Temuan ini dipresentasikan pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Capres Pilihan Warga NU Jatim Pasca Deklarasi AMIN” yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis (12/10/2023).

Dalam simulasi pasangan, pasangan Ganjar Pranowo – Ridwan Kamil mendapatkan dukungan anggota NU Jawa Timur 46,3 persen; Prabowo Subianto – Erick Thohir 22,9 persen; Anies – Muhaimin 10,1 persen; dan tidak jawab 20,7 persen.
 

Saiful menjelaskan bahwa dalam simulasi ini, SMRC belum memasangkan Ganjar atau Prabowo dengan nama-nama lain.

Ganjar masih dipasangkan dengan Ridwan Kamil dan Prabowo dengan Erick Thohir. Tujuannya adalah untuk melihat efek elektoral pemilihan presiden setelah deklarasi Anies – Muhaimin.

Angka ini tidak terlalu jauh berbeda dengan simulasi tiga nama tanpa pasangan. Dalam simulasi ini, sebanyak 45,4 persen anggota NU di Jawa Timur yang memilih Ganjar; 25,4 persen memilih Prabowo; 9,5 persen memilih Anies; dan masih ada 19,8 persen belum menjawab.

Saiful menjelaskan bahwa tidak terlihat efek dari pasangan pada keterpilihan Capres.

“Efek pasangan Capres sebetulnya tidak penting. Karena dengan atau tanpa pasangan, Ganjar Pranowo cenderung lebih unggul dibanding Prabowo dan Anies di kalangan anggota NU Jawa Timur,” ungkapnya.

Saiful menjelaskan bahwa pembicaraan mengenai NU tidak bisa dilepaskan dari Jawa Timur. Secara historis, NU lahir di Jawa Timur.

Tokoh-tokoh NU juga berasal dari sana. Dia mengatakan bahwa SMRC cukup rutin melakukan survei dengan pertanyaan apakah Anda anggota NU atau bukan? Kalau anggota, apakah anggota aktif atau tidak aktif?

Menurut Saiful, secara teoretik, civil society bisa punya pengaruh pada politik. Mereka bisa menjadi social network yang memperantarai warga negara dengan masyarakat politik atau partai politik.

Kelompok masyarakat sipil bisa menjadi semacam jembatan antara warga negara dengan partai politik. Dalam hal ini, NU bisa berperan seperti itu, apalagi di Jawa Timur.

NU sendiri pernah menjadi nama partai politik. Karena itu, NU dengan politik memiliki hubungan yang agak erat.

Ada upaya untuk mencoba mendiferensiasi antara wilayah politik dan wilayah masyarakat atau keagamaan, terutama belakangan di mana Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquq, sangat keras soal ini.